Jakarta–Transmisi kebijakan moneter yang dilakukan Bank Indonesia (BI) melalui jalur suku bunga acuan (BI 7-day Reverse Repo Rate) diyakini masih akan terus berlanjut, baik itu terhadap suku bunga kredit, maupun deposito.
Sebagaimana diketahui, Bank Sentral telah melakukan transmisi kebijakan moneternya melalui penurunan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate di sepanjang Januari 2016 sampai dengan Oktober 2016 hingga mencapai 150 basis points (bps) atau 1,5% menjadi 4,75%.
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga acuan, masih terus direspon perbankan untuk menurunkan suku bunganya baik kredit maupun deposito. Kendati sampai saat ini transmisi kebijakan moneter BI tersebut belum sepenuhnya direspon oleh perbankan nasional.
Berdasarkan data BI, pasca penurunan suku bunga acuan BI sebesar 1,5% di sepanjang 2016 ini, respon perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit dan depositonya belum terlalu maksimal. Hal ini tercermin pada suku bunga kredit perbankan yang baru turun 67 basis points/bps (0,67%) dan suku bunga deposito yang sudah turun 131 bps (1,31%).
Namun demikian, Perry meyakini bahwa transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga masih terus berlanjut. Dia megatakan, masih ada potensi bagi perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit dan depositonya secara bertahap. Untuk suku bunga kredit, diperkirakan masih bisa turun lagi sebesar 50 bps atau menjadi di kisaran 100 bps (1%).
“Transmisi ke suku bunga bank masih akan terus terjadi. biasanya suku bunga kredit tidak akan penuh tapi yang jelas menurut kami bisa di atas 100 bps. Kalau deposito umumnya bisa merefleksikan secara penuh. Sekarang sudah turun 130 an bps, mungkin masih turun 20 bps lagi,” ujar Perry di Gedung BI, Jakarta, Jumat, 16 Desember 2016.
Belum maksimalnya respon perbankan terhadap transmisi kebijakan moneter yang dilakukan Bank Sentral, kata Perry, lantaran perbankan masih menghitung-hitung dan mengakumulasi cadangan risiko kredit. Hal ini sejalan dengan masih tingginya rasio kredit bermasalah (NPL) yang masih tercatat sebesar 3,2% gross per Oktober 2016 atau meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya yakni 3,1%.
“Suku bunga kredit belum turun cepat karena perbankan dengan meningkatnya risiko kredit perlu mengakumulasi cadangan risiko kredit. Nah sekarang sudah puncaknya dan kebutuhan ini mulai menurun. Dengan menurun ini kecepatan penurunan suku bunga kredit akan lebih cepat,” tutupnya. (*)
Editor: Paulus Yoga
Jakarta - Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif (Kemenkraf/Bekraf) memproyeksikan tiga tren ekonomi kreatif pada 2025. … Read More
Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa sejumlah barang dan jasa, seperti… Read More
Jakarta - Pemimpin tertinggi Gereja Katolik Sedunia Paus Fransiskus kembali mengecam serangan militer Israel di jalur… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik dibukan naik 0,98 persen ke level 7.052,02… Read More
Jakarta – Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra, mengungkapkan bahwa kebijakan pemerintah terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)… Read More
Jakarta - Harga emas Antam atau bersertifikat PT Aneka Tambang hari ini, Senin, 23 Desember… Read More