Headline

BI Kaji Pengenaan Fee Pada e-Money

Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengaku akan merevisi aturan terkait dengan model bisnis uang elektronik (e-money) yang saat ini dianggap belum menguntungkan bagi bank. Salah satu model bisnis yang diperbaiki adalah pengenaan fee kepada nasabah/konsumen yang menggunakan e-money pada saat top up/isi ulang.

“E-money nanti ada perubahan bisnis model jd ada semacam fee. Kalau top up misalkan banknya sama tidak kena fee tapi kalau beda kita kenakan fee nnt kita atur disitu,” ujar Kepala Pusat Bagian Transformasi BI Onny Widjanarko di Jakarta, Senin, 22 Mei 2017.

Dia menilai, pengenaan fee terbilang wajar bagi perbankan, lantaran melalui e-money pengguna jadi lebih hemat dalam mengelola uang tunainya. Terlebih untuk membangun infrastruktur dan perawatan, bank juga harus mengeluarkan biaya investasi yang tidak sedikit.

Selain penambahan biaya saldo, BI juga tengah merumuskan komisi yang akan didapatkan penerbit atau acquire e-money. “Kalau sekarang e-money kan nggak ada pendapatan sama sekali malah mengeluarkan biaya masa bisnis begitu. Jadi penerbit/ acquire dapat fee sebesar biaya yang dia keluarkan ditambah margin yang wajar,” ucapnya.

Nantinya, kata dia, fee atau komisi tersebut akan diatur dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG), yang merupakan turunan dari Peraturan Bank Indonesia (PBI) terkait Gerbang Pembayaran Nasional (National Payment Gateway/NPG) yang akan diterbitkan akhir Juni mendatang.

Disamping itu, lanjut dia, BI juga akan melakukan penyesuaian pada PBI terkait uang elektronik atau e-money. “BI masih bahas dengan industri. Biayanya akan dikeluarkan di PADG turunan PBI. Nanti terkait pricingnya di (PBI) NPG, sementara instrumennya di aturan e-money,” paparnya.

Di tempat terpisah, Gubernur BI Agus DW Martowardojo menambahkan, bahwa Bank Sentral memang berkewenangan untuk mengatur terkait dengan model bisnis e-money. Mengingat, BI merupakan otoritas di sistem pembayaran. Hal ini, kata dia, masih akan dikaji ditingkat Dewan Gubernur BI.

“Iya, kita bukan hanya mengatur e-money saja, mulai dari ATM, debit card sampai dengan e-money itu kita tata supaya betul-betul menciptakan suasana bisnis yang kondusif untuk issuer, acquire maupun bagi konsumen. Kita tidak menghendaki kondisi yang tidak efisien yang justru akan membebani industrinya,” tutupnya. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Berpotensi Dipercepat, LPS Siap Jalankan Program Penjaminan Polis pada 2027

Poin Penting LPS membuka peluang percepatan implementasi Program Penjaminan Polis (PPP) dari mandat 2028 menjadi… Read More

6 hours ago

Program Penjaminan Polis Meningkatkan Kepercayaan Publik Terhadap Industri Asuransi

Berlakunya Program Penjaminan Polis (PPP) yang telah menjadi mandat ke LPS sesuai UU No. 4… Read More

7 hours ago

Promo Berlipat Cicilan Makin Hemat dari BAF di Serba Untung 12.12

Poin Penting BAF gelar program Serba Untung 12.12 dengan promo besar seperti diskon cicilan, cashback,… Read More

10 hours ago

BNI Dorong Literasi Keuangan dan UMKM Naik Kelas Lewat Partisipasi di NFHE 2025

Poin Penting BNI berpartisipasi dalam NFHE 2025 untuk memperkuat literasi keuangan dan mendorong kesehatan finansial… Read More

11 hours ago

wondr BrightUp Cup 2025 Digelar, BNI Perluas Dukungan bagi Ekosistem Olahraga Nasional

Poin Penting BNI menggelar wondr BrightUp Cup 2025 sebagai ajang sportainment yang menggabungkan ekshibisi olahraga… Read More

11 hours ago

JBS Perkasa dan REI Jalin Kerja Sama Dukung Program 3 Juta Rumah

Poin Penting JBS Perkasa dan REI resmi bekerja sama dalam penyediaan pintu baja Fortress untuk… Read More

13 hours ago