Jakarta – Bank Indonesia (BI) akan menerapkan Giro Wajib Minimum yang wajib dipenuhi secara rata-rata (GWM Averaging) oleh perbankan sebesar 1,5 persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam rupiah selama periode tertentu. Sebelumnya GWM ditetapkan dengan rate yang fix.
Menurut Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara, di Jakarta, Senin, 3 Juli 2017, saat ini beberapa negara besar di dunia sudah beralih dari GWM fix menjadi GWM Averaging. Dengan penerapan GWM Averaging ini diharapkan likuiditas di pasar keuangan akan lebih baik.
“Bank itu bisa mengatur, jadi memiliki keleluasaan, itu memberikan benefit ke dia. Karena tidak tiap hari bank itu setor GWM 6,5 persen (dari DPK), dalam hari tertentu bisa 5,75 persen. Sisanya bisa dipinjamkan ke bank kecil, jadi likuiditas itu bisa masuk ke pasar,” ujarnya.
Dia manilai, semakin banyaknya likuiditas yang terserap oleh pasar secara efektif, maka akan mampu meningkatkan efisiensi perbankan. Dengan demikian, kata dia, diharapkan suku bunga perbankan bisa lebih rendah, sehingga akan menopang penyaluran kredit.
“Intinya manajemen likuiditas bs jadi fleksibel, harapannya, pasar uang bisa lebih likuid, dan dananya bisa mengalir di pasar uang dan membuat likuiditas sistem. Harapannya mudah-mudahan suku bunga bisa lebih rendah,” ucapnya.
Saat ini, lanjut dia, ada dana sekitar Rp400 triliun yang ditempatkan dalam instrumen jangka pendek oleh berbagai bank di Indonesia. Dari Rp400 triliun tersebut sekitar Rp250 triliun yang kembali ke Bank Indonesia dan dikelola melalui sistem Giro Wajib Minimum ini.
Namun demikian, jelas dia, masih ada beberapa bank yang masih belum menemukan instrumen untuk pengelolaan dananya di Bank Sentral dengan masih diterapkannya GWM fix, maka dari itu, GWM averaging diharapkan bisa menjadi pilihan.
“Jadi ini satu paket antara reformulasi BI rate, averaging dan pendalaman pasar keuangan. Jika likuiditas bisa masuk ke sistem, bank akan bilang, bank ada instrumen apa, bank itu harus punya dana likuid,” paparnya.
Adapun ketentuan GWM Averaging ini berlaku mulai 1 Juli 2017 dengan masa transisi selama 1 bulan. Dengan adanya kebijakan ini, maka akan memberikan fleksibilitas bagi perbankan dalam mengelola likuiditasnya. Di sisi lain, penerapan GWM Averaging ini, akan membuat sistem moneter semakin baik.
Penyempurnaan aturan GWM Primer tersebut dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.19/6/PBI/2017 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional. (*)
Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More
Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More
Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More
Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More
Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More