News Update

BI Fast Bakal Jadi Tulang Punggung Sistem Pembayaran di Masa Depan

Jakarta – Keputusan Gubernur Bank  Indonesia (BI) untuk mulai menerapkan sistem BI Fast pada pekan kedua Desember 2021 nanti adalah langkah yang tepat. BI Fast yang juga adalah bagian dari program Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025 tersebut akan menfasilitasi sistem pembayaran industri, ritel, dan UMKM lewat pembayaran transfer online yang cepat, murah, mudah, aman, dan andal (CEMUMUAH), disamping menciptakan sistem pembayaran yang kolaboratif, inovatif, dan memiliki standar keamanan yang terjaga.

BI Fast akan menjadi tulang punggung infrastruktur sistem pembayaran ritel masa depan yang mengakselerasi pembayaran menggunakan berbagai instrumen dan kanal secara real time dan beroperasi 24/7. Pada tahap awal di Desember 2021, implementasi BI Fast fokus pada layanan transfer kredit individual, yang mana selanjutnya, akan diperluas secara bertahap ke layanan bulk credit, direct debit, dan request for payment.

Kepersertaan BI Fast terbuka bagi industri sistem pembayaran baik bank, lembaga selain bank (LSB), atau pihak lain selama memenuhi kriteria umum dan khusus yang ditetapkan. Kriteria umum tersebut meliputi pemenuhan aspek kelembagaan, aspek kinerja keuangan, dan aspek kapabilitas sistem informasi. Sementara kriteria khususnya meliputi 3C, yakni contribution atau kontribusi terhadap ekonomi dan keuangan digital (EKD), capability atau kemampuan permodalan dan likuiditas, serta collaboration atau dukungan terhadap kebijakan BI ke depan.

Di samping itu, peserta juga masih harus memenuhi kriteria lainnya, seperti kesiapan SDM, proses, teknologi, dan kesiapan sebagai pengelola dana. Hingga kini, sudah ada 22 calon peserta Batch 1 pada pertengahan Desember 2021, yang terdiri dari BTN, Bank DBS Indonesia, Bank Permata, Bank Mandiri, Bank Danamon, Bank CIMB Niaga, BCA, Bank HSBC Indonesia, Bank UOB Indonesia, Bank Mega, BNI, BSI, BRI, Bank OCBC NISP, UUS BTN, UUS Bank Permata, UUS CIMB Niaga, UUS Bank Danamon, BCA Syariah, Bank Sinarmas, Citibank, dan Bank Woori Saudara Indonesia.

Lalu, masih ada 22 calon peserta Batch 2 pada Januari 2022 yang terdiri dari Bank Sahabat Sampoerna, Bank Harda International, Bank Maspion, Bank KEB Hana Indonesia, BRI Agroniaga, Bank Ina Perdana, Bank Mandiri Taspen, Bank National Nobu, UUS Bank Jatim, Bank Mestika Dharma, Bank Jatim, Bank Multiarta Sentosa, Bank Ganesha, UUS Bank OCBC NISP, Bank Digital BCA, UUS Bank Sinarmas, UUS Bank Jateng, Standard Chartered Bank, Bank Jateng, BPD Bali, Bank Papua, dan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).

Ke depan, perbankan atau lembaga lainnya yang berminat masuk ke sistem BI Fast dapat mengajukan diri ke BI. Bila memenuhi kriteria maka bank sentral tersebut akan menambahkan mereka ke sistem BI Fast setiap enam minggu sekali secara berkala. Penyediaan infrastruktur BI Fast oleh peserta dapat dilakukan secara independen, subindependen atau afiliasi, dan sharing antar peserta atau pihak ketiga.

BI Fast juga memiliki batas maksimal nominal transaksi. Pada tahap awal Desember nanti, ditetapkan batas maksimal sebesar Rp250 juta per transaksi dan akan terus dievaluasi secara berkala. Lalu, skema fee transfer BI Fast dari BI ke peserta (perbankan atau lembaga non bank) ditetapkan sebesar Rp19 per transaksi, dan dari peserta ke nasabah ditetapkan maksimal Rp2.500 per transaksi. Fee transaksi ini pun akan direview secara berkala.

“Dan insyaallah Rp2.500 ini dari waktu ke waktu, tahun depan akan kita turunkan, kalau volume naik, sizenya lebih naik, total profitnya atau keuntungannya dari masyarakat itu lebih besar tentu saja kita akan turunkan dari Rp2.500 ke lebih murah lagi,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo, pada acara press conference “Kebijakan Penyelenggaraan BI Fast”, secara virtual beberapa waktu lalu.

Namun, dirinya mengungkapkan bahwa penurunan harga fee tersebut berpotensi diikuti dengan semakin meningkatnya volume transaksi yang pada akhirnya juga akan menguntungkan peserta BI Fast.

“Bank Indonesia ini menyediakannya untuk masyarakat, untuk inklusi ekonomi dan keuangan nasional. Maka dari itu, Bank Indonesia terus akan memperkuat sinergi kebijakan dan implementasi BI Fast dengan pelaku industri dan semua pihak,” tutur Perry. (*) Steven Widjaja

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

KPEI Catat Transaksi CCP PUVA Capai USD168 Juta per Akhir Oktober 2024

Jakarta - PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) sebagai Central Counterparty Pasar Uang dan Valuta… Read More

5 hours ago

Analis Rekomendasikan Buy Saham BBNI, Ini Alasannya!

Jakarta - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI melalui aplikasi wondr by BNI… Read More

5 hours ago

OJK: Peringkat Corporate Governance RI Masih di Bawah Vietnam

Jakarta - Meski masuk jajaran negara G-20 atau negara dengan ekonomi terbesar, Indonesia rupanya masih… Read More

5 hours ago

Gapensi Tolak Keras PPN 12 Persen: Bisa Perlambat Proyek Pemerintah

Jakarta – Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) menolak rencana pemerintah menaikkan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) menjadi… Read More

6 hours ago

IHSG Ditutup Meningkat 1,65 Persen, 299 Saham Hijau

Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Senin, 25 November 2024, ditutup… Read More

6 hours ago

Dari Generasi ke Generasi, Komitmen Universal BPR untuk Tumbuh Berkelanjutan

Jakarta - Universal BPR adalah contoh nyata bagaimana bisnis keluarga dapat berkembang dan beradaptasi dengan… Read More

6 hours ago