News Update

BI: Dua Faktor Ini Buat Kredit Tumbuh Kian Melambat

Jakarta–Meski Bank Indonesia (BI) sudah menurunkan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 1,5 sejak awal tahun hingga Oktober 2016, namun pelonggaran kebijakan moneter BI belum mampu mendorong pertumbuhan kredit perbankan nasional.

Sebagai informasi, per September 2016 penyaluran kredit yang dilakukan perbankan tercatat sebesar Rp4.243 triliun atau tumbuh 6,4% year-on-year (yoy). Pertumbuhan kredit tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan Agustus 2016 yang mampu tumbuh sebesar 6,8%.

Deputi Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan masih lambatnya pertumbuhan kredit perbankan. Faktor pertama adalah, transmisi kebijakan moneter yang dilakukan BI belum direspon sepenuhnya oleh perbankan nasional.

Hal ini tercermin pada suku bunga kredit yang baru turun 60 basis points (bps) atau 0,6%. Padahal, bank sentral sudah menurunkan suku bunga acuanya hingga 1,5%. Namun, transmisi kebijakan moneter BI telah direspon dari sisi suku bunga deposito yang turun sebesar 108 bps.

“Suku bunga kredit baru turun 60 bps padahal kita sudah turunkan suku bunga kebijakan 1,5%. Jadi cost of fund sudah turun cuma suku bunga kredit belum turun karena bank naikan cadangannya untuk kredit macet,” ujar Perry di Gedung BI, Jakarta, Kamis, 3 November 2016.

Sedangkan faktor kedua yang menghambat pertumbuhan kredit adalah, belum kuatnya permintaan (demand) kredit khususnya dari sektor swasta. Perry menjelaskan, saat ini utilisasi investasi dari sektor swasta masih 76%, di mana pada umumnya utilisasi investasi swasta adalah di atas 85%.

“Itu kondisi yang akan terjadi, belum sekarang, tapi kami lihat ada indikasi bahwa sejumlah korporasi swasta mulai menambah investasinya, terlihat dari impor non migas tumbuh positif karena impor bahan baku dan barang modal,” ucap Perry.

Kendati begitu, pertumbuhan kredit per September 2016 yang tercatat hanya 6,4% tersebut, masih selaras dengan proyeksi pertumbuhan kredit BI yang dipatok pada kisaran 7-9% hingga akhir tahun ini. “Sekarang menjadi 7-9%. Jadi memang lebih rendah. Tapi kalau dilihat dari sisi kebutuhan financing dari korporasi lebih banyak dipenuhi penerbitan obligasi korporasi,” tutupnya. (*)

 

 

Editor: Paulus Yoga

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Dua Saham Bank Ini Patut Dilirik Investor pada 2026

Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More

2 mins ago

Hashim Soroti Pentingnya Edukasi Publik Terkait Perubahan Iklim

Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More

1 hour ago

OJK Sederhanakan Aturan Pergadaian, Ini Poin-poinnya

Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More

2 hours ago

40 Perusahaan & 10 Tokoh Raih Penghargaan Investing on Climate Editors’ Choice Award 2025

Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More

3 hours ago

Jelang Akhir Pekan, IHSG Berbalik Ditutup Melemah 0,09 Persen ke Level 8.632

Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More

3 hours ago

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI, Bukti Peran Strategis dalam Stabilitas Ekonomi RI

Poin Penting Bank Mandiri raih 5 penghargaan BI 2025 atas kontribusi di makroprudensial, kebijakan moneter,… Read More

3 hours ago