Nusa Dua – Bank Indonesia (BI) mendorong koordinasi dan kerja sama untuk menghadapi peningkatan risiko perekonomian global. Penyelesaian secara multilateral diperlukan untuk mengatasi perselisihan dagang. Lebih lanjut, penguatan jaring pengaman keuangan global (Global Financial Safety Net) sangat diperlukan, termasuk memperkuat kerjasama regional dengan Regional Financing Arrangements (RFAs).
“Selain itu, IMF perlu meningkatkan surveilans dan membantu negara anggotanya dalam memperkuat kerangka bauran kebijakan (policy mix) dan memberikan rekomendasi kebijakan yang tepat,” ujar Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam rangkaian Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia (WB) 2018 di Nusa Dua, Bali, Minggu, 14 Oktober 2018.
Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 menyoroti pertumbuhan ekonomi global yang terus berlanjut namun tidak merata. Pertumbuhan ekonomi global diproyeksikan mencapai 3,7 persen di 2018 dan 2019, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 3,9 persen. Ekspansi perekonomian global tersebut terutama ditopang oleh kondisi perekonomian Amerika Serikat (AS) yang tumbuh cukup tinggi akibat kebijakan stimulus fiskal prosiklikal oleh pemerintah AS.
Sementara itu, faktor risiko jangka pendek juga semakin meningkat. Risiko muncul dari ketegangan perdagangan antara AS dengan negara mitra dagangnya, normalisasi kebijakan di negara-negara maju dan meningkatnya kerentanan di sektor keuangan. Selain ketidakseimbangan global (global imbalances) yang memerlukan respons kebijakan komprehensif, negara berkembang juga dihadapkan pada volatilitas aliran modal sebagai dampak dari ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi.
Dia mengungkapkan, bahwa perekonomian Indonesia cukup resilien dalam menghadapi tekanan dinamika perekonomian global yang terjadi. Momentum pertumbuhan ekonomi domestik terus berlanjut dengan stabilitas perekonomian yang tetap terjaga. Kinerja ini ditopang oleh bauran kebijakan fiskal, moneter, dan reformasi struktural yang ditempuh dalam mengantisipasi dinamika ekonomi global yang terjadi.
Selama tahun 2018, Bank Indonesia telah menaikkan menaikkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 150 bps menjadi 5,75 persen untuk memperkuat ketahanan eksternal Indonesia di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi. Kebijakan kenaikan suku bunga tersebut didukung oleh kebijakan nillai tukar untuk stabilisasi Rupiah, penguatan operasi moneter, dan percepatan pendalaman pasar keuangan untuk memperkuat resiliensi perekonomian Indonesia.
“Berbagai kebijakan tersebut diperkuat dengan koordinasi erat Bank Indonesia dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memperkuat ketahanan eksternal,” ucapnya.
Dalam Pertemuan Tahunan IMF-WB 2018, Indonesia mendorong koordinasi kebijakan antarnegara G20 untuk menjaga momentum pertumbuhan global dan memastikan kesejahteraan bersama. Pada kesempatan ini, kata Perry, Indonesia juga menyatakan dukungan pada upaya penyediaan pembiayaan infrastruktur, melalui implementasi Roadmap to Infrastructure as an Asset Class dan beberapa pedoman pelaksanaannya.
“Kebersamaan yang pernah ditunjukkan dalam menghadapi krisis keuangan global menggarisbawahi pentingnya kolaborasi dalam mengarungi goncangan dan ketidakpastian dunia,” paparnya. (*)
Jakarta - Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) resmi mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin… Read More
Jakarta - PT Mandiri Sekuritas memproyeksikan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang stabil pada kisaran… Read More
Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More
Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More
Jakarta - Kapolda Sumbar Irjen. Pol. Suharyono menjelaskan kronologis polisi tembak polisi yang melibatkan bawahannya,… Read More
Jakarta – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung mendukung langkah PLN… Read More