Jakarta – Sejumlah Ekonom masih memprediksi bahwa suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI7DRR masih akan bertahan di level 5,75% pada Juni 2023.
Kepala Ekonom BCA, David Sumual mengatakan, BI masih akan menahan suku bunga acuannya. Meskipun inflasi sudah cenderung menurun dan kemungkinan besar akan masuk dalam range target inflasi BI yang sebesar 2% – 4% lebih cepat dari perkiraan. Namun masih ada ketidakpastian terkait kondisi eksternal balance.
“Selain itu, surplus neraca dagang diperkirakan akan mengecil dan menuju defisit sedangkan neraca transaksi berjalan diperkirakan juga akan defisit tahun ini,” ujar David saat dihubungi Infobanknews, dikutip Kamis 22 Juni 2023.
David pun menuturkan adanya potensi penurunan suku bunga BI. Namun, BI akan memilih menggunakan kebijakan lain terlebih dahulu seperti kebijakan giro wajib minimum (GWM) dan makroprudensial untuk memberi sinyal pelonggaran.
“Walau tidak signifikan ada potensi penurunan (BI Rate). Tapi sebelum menerapkan kebijakan suku bunga kemungkinan BI akan menggunakan kebijakan lain seperti kebijakan GWM dan makroprudensial lain untuk memberikan sinyal pelonggaran,” jelas David.
Sementara itu, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Amin Nurdin juga memprediksi bahwa suku bunga acuan BI masih akan ditahan di level 5,75%. Hal ini dikarenakan The Fed juga masih menahan suku bunga acuannya di 5% – 5,25%.
“Biasanya Indonesia itu kiblatnya The Fed, jadi kalau The Fed masih belum akan menurunkan saya melihat BI akan stay di level 5,75% dengan pertimbangan bahwa The Fed tidak menurunkan dan kondisi kita belum bisa dianggap stabil,” kata Amin.
Di sisi lain, bila dilihat secara umum, Amin pun tak memungkiri bisa saja terjadi penurunan antara 25 bps sampai 50 bps. Hal tersebut sebagai antisipasi menahan gejolak ekonomi global yang belum stabil.
Selain itu, dilihat dari domestik, kondisi perbankan di Tanah Air juga masih bergejolak pasca restrukturisasi, ditambah dengan situasi di tahun politik 2024 yang akan cukup berat.
“Akan menjadi tahun-tahun berat di tahun depan bagi Indoensia, bisa jadi untuk antisipasi supaya industri merespon dengan positif saya rasa kemudian harus ada perubahan (BI Rate) karena sekarang kan memang menahan untuk kemudian tetep dijaga likuiditas, NIM, dan adanya gap pressing disisi lending. Sementara kalau di funding mereka bisa menahan cost of fund dan efisiensi dengan transformasi digital. Jadi cukup pelik saya bilang kondisi secara umum kondisi di industri keuangan khsusunya perbankan,” ungkapnya. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra
Jakarta - PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) secara resmi meluncurkan program Makan Bergizi Gratis… Read More
Jakarta - Pada pembukaan perdagangan pagi ini pukul 9.00 WIB (8/11), Indeks Harga Saham Gabungan… Read More
Bandung - PT Geo Dipa Energi (Persero) atau Geo Dipa, salah satu badan usaha milik… Read More
Jakarta - MNC Sekuritas melihat pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara teknikal pada hari… Read More
Jakarta - Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve atau The Fed kembali memangkas… Read More
Direktur Pemberdayaan dan Layanan UPZ CSR BAZNAS RI Eka Budhi Sulistyo (kanan) dan Seketaris Perusahaan… Read More