Oleh Ryan Kiryanto, Ekonom Senior dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI)
DENGAN mempertimbangkan perkembangan eksternal, baik global maupun regional, serta perkembangan internal (domestik), maka dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI), minggu ini (20-21/12/2023), BI tampaknya cenderung untuk mempertahankan stance kebijakan moneter, yakni menahan posisi BI-7 Day (Reverse) Repo Rate (BI7DRR) tetap di level 6,0%.
Saat ini terlihat bank-bank sentral di negara maju condong menahan posisi suku bunga acuannya sambil menanti laju inflasi menuju level target yang sebesar 2%. Sebagai contoh, The Fed pada pertemuan terakhir Desember ini memutuskan menahan suku bunga acuannya, Fed Fund Rate (FFR), di level 5,25%-5,50%. Itu artinya, The Fed tidak mengubah FFR untuk ketiga kalinya secara beruntun. Inflasi tahunan AS terus menurun ke 3,14% di November 2023 dari 3,24% di Oktober. Terpantau, beberapa bank sentral di negara maju lainnya sudah lebih dulu menurunkan suku bunga acuannya menyusul arah inflasi yang sudah mendekati level target yang 2%.
Baca juga: Suku Bunga BI Diramal Bertahan Hingga Akhir 2023, Bagaimana Tahun Depan?
Para pelaku pasar keuangan global kini menunggu waktu terbaik dan tepat bagi bank-bank sentral di kelompok negara maju untuk melandaikan suku bunga kebijakannya. Diperkirakan, pada pertengahan 2024 nanti bank-bank sentral negara maju akan mulai menurunkan suku bunga acuan – kemungkinan besar akan diikuti oleh bank-bank sentral negara berkembang – sesuai dengan perkembangan inflasi yang sudah melandai cukup signifikan.
Perkembangan terkini terkait posisi dolar AS yang masih kuat terhadap mata uang kuat dunia lainnya juga menjadi pertimbangan lain bagi bank-bank sentral lainnya untuk tetap menahan suku bunga acuannya. Hal itu dilakukan guna melindungi mata uang negaranya agar tidak terdepresiasi atau melemah terhadap dolar AS secara lebih dalam. Proses dolarisasi bisa dicegah sekaligus menahan ancaman pelarian modal ke luar (capital outflows).
Di dalam negeri, arah laju inflasi menunjukkan perkembangan yang baik, menuju ke level sasaran 2%-4%. Namun, di ujung 2023 ini ada peluang inflasi (indeks harga konsumen) bulan Desember cenderung cukup tinggi – disebut dengan inflasi musiman karena ada perayaan Natal dan Tahun Baru – sehingga akan mendorong inflasi tahunannya.
Baca juga: Suku Bunga BI Diproyeksi Turun, Perbankan dan Properti Bakal Terdongkrak
Untuk tetap menjaga margin atau spread antara suku bunga acuan dan inflasi tahunan sesuai ekspektasi pasar, maka pilihan untuk menahan BI7DRR menjadi hal yang rasional. Ini juga selaras dengan panduan global di mana era suku bunga tinggi dengan waktu yang lama – disebut dengan higher for longer – kemungkinan masih akan berlanjut hingga pertengahan 2024 nanti. Ini terindikasi dari sinyal yang disampaikan para gubernur bank sentral negara maju terkait potensi penurunan suku bunga acuannya di tahun depan.
Maka, pemilihan waktu terbaik dan tepat untuk menyesuaikan suku bunga acuan menjadi sangat krusial bagi setiap bank sentral, termasuk BI. Pertimbangan utamanya adalah tercapainya target inflasi tahunan yang permanen atau stabil dan berkelanjutan dalam beberapa bulan ke depan. (*)
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan telah melaporkan hingga 20 Desember 2024, Indonesia Anti-Scam… Read More
Jakarta - PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) membidik penambahan sebanyak dua juta investor di pasar… Read More
Jakarta - PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) masih mengkaji ihwal kenaikan PPN 12 persen… Read More
Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi… Read More
Jakarta – Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Senin, 23 Desember 2024, ditutup… Read More
Jakarta – Di tengah penurunan kunjungan wisatawan, PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) tercatat mampu… Read More