Jakarta — Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan meminta Bank Indonesia (BI) untuk segera membuat aturan main yang jelas terkait hadirnya industri financial technology alias fintech. Hal ini diyakini bisa mendorong perekonomian digital di Tanah Air.
“Segera buatkan aturan yang baik, tidak memberatkan, tapi mudah dikontrol karena kan transaksi ini kan repot itemnya. Banyak juga tidak ngerti duitnya dari mana sebagainya seperti itu kurang lebih,” kata Heri di Jakarta, Selasa, 27 Maret 2018.
Namun demikian, Heri mengingatkan agar regulator membuat aturan yang nantinya tidak menimbulkan masalah baru. Tapi, di sisi lain juga tidak boleh menghambat perkembangan industri fintech. Bersamaan dengan pergantian petinggi BI, Heri berharap masalah aturan ini bisa diprioritaskan.
“Terlepas Pak Agus lengser, yang pasti era teknologi ini tidak bisa kita hindari. Tentunya BI dengan adanya deputi yang baru atau gubernur yang baru pastinya akan mengajukan. Kita harapkan bukannya kita menghambat sama sekali tidak tetapi transaksi ini kan melibatkan orang banyak jangan sampai nanti jadi masalah baru.”
Dalam pandangan Heri, Bank Indonesia ke depannya harus membuat aturan jelas mengontrol transaksi keuangan industri fintech. Sehingga, uang yang ikut beredar di industri ini bisa dipantau.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech), Ajisatria Suleiman mengakui banyak perusahaan yang ingin terjun ke bisnis fintech. Dengan model bisnis berbeda-beda, mereka-pun ingin mengurus izin beroperasi legal di Tanah Air.
“Banyak dan model bisnis berbeda-beda. Ada yang butuh izin BI ada yang butuh izin OJK, dan ada juga yang harus lapor Kominfo. Tergantung bisnisnya,” kata Aji belum lama ini.
Baca juga: Ini Perbedaan Urus Izin Fintech di Dua Regulator
Dalam pengurusan izin, Aji mengakui ada kesulitan berbeda antara regulator. OJK misalnya, terbilang lebih mudah dibanding dengan Bank Indonesia. Selama ini, OJK katanya lebih mendahulukan perizinan dan melihat operasional perusahaan selama satu tahun berjalan. Jika dalam perjalanannya perusahaan tersebut tak baik, maka izinnya akan dicabut.
“Sementara di BI itu pre audit. Jadi di audit dulu perusahaan dan itu kan lama, akhirnya perusahaan juga tidak bisa berjalan. Kasihan perusahaan tidak bisa berjalan selama proses audit, itu lama. Kalau di OJK jalan dulu, sekaligus diaudit dan diberi waktu misalnya satu tahun,” katanya
Beberapa perusahaan fintech yang harus mengurus izin ke BI adalah yang bergerak di bidang e-money, e-wallet, sistem pembayaran dan lainnya. Semuanya itu harus melewati beberapa tahap perizinan di bank sentral.
“Memang peer to peer landing yang izinnya ke OJK lebih mudah dan sekarang sudah ada sekitar 40 mendapat izin. Mungkin BI ada pertimbangan lain seperti makroprudensial, sistem pembayaran dan lainnya,” imbuh Aji.
Gubernur BI yang baru, Perry Warjiyo mengungkapkan, bahwa ekonomi digital dan sistem pembayaran digital menjadi agenda utamanya usai dilantik menjadi Gubernur BI. Hal ini termasuk dalam strategi yang akan dilakukan bank sentral untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Sedangkan soal fintech, kata Perry kala fit and proper test di hadapan DPR, pihaknya akan berkoordinasi dengan OJK. Memang dalam mendukung dan mengembangkan ekonomi digital ke depan diperlukan sinergi regulasi antara BI yang mengatur dari sisi sistem pembayaran, lalu pemerintah dari sisi e-commerce dan OJK. “Jadi memang cukup sulit karena pengembangan e-commerce kebijakannya ada di pemerintah dan fintech di OJK dan BI,” tuturnya. (*)
Jakarta - Bank Mandiri terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung program 3 juta rumah yang diinisiasi… Read More
Jakarta – Akhir tahun menjadi momen yang cocok untuk menghabiskan liburan bareng keluarga. Jika Anda… Read More
Jakarta – Pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp20 triliun untuk kredit investasi padat karya pada tahun 2025. Anggaran… Read More
Jakarta – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat per 20 Desember 2024, terdapat 22 perusahaan… Read More
Jakarta - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah meminta pemerintah melakukan mitigasi risiko… Read More
Jakarta - PT Jasa Marga (Persero) Tbk. mencatat sebanyak 1.170.098 kendaraan meninggalkan wilayah Jabotabek pada… Read More