Bali – Akhir-akhir ini politik nasional sedang tak baik-baik saja. Gelombang demonstrasi besar atas rencana pengesahan revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada yang terjadi Kamis (22/8) menjadi headline pada hampir semua berita nasional, bahkan internasional.
Walaupun akhirnya DPR menganulir pengesahan RUU Pilkada, isu politik itu sempat memengaruhi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah.
Merespons kondisi itu, Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa faktor politik saat ini tak lagi memberikan dampak yang signifikan bagi perekonomian nasional. Itu bisa dilihat dari tidak terlalu parahnya kontraksi yang dialami IHSG dan nilai tukar rupiah.
Baca juga: Dongkrak Kredit, BI Guyur Insentif Likuiditas Rp225 Triliun ke 124 Bank
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono menjelaskan, pihaknya melihat masyarakat Indonesia sekarang sudah dewasa dalam menanggapi dinamika politik nasional.
“Kita belajar banyak dua dekade ini bagaimana perkembangan politik itu pada akhirnya lebih sedikit pengaruhnya (ke ekonomi) ketimbang faktor-faktor ekonomi itu sendiri. Dan itu yang menggerakkan market,” sebutnya saat ditemui di Bali, Jumat, 23 Agustus 2024.
“Faktor politik domestik saya kira jadi lebih kecil dampaknya ke ekonomi karena masyarakat memang sudah sadar bahwa at the end of the day, yang penting itu ekonomi lah, yang berikan manfaat banyak ke masyarakat luas seperti nilai tukar misalnya,” imbuhnya.
Di samping itu, Erwin menuturkan jika fundamental ekonomi nasional saat ini sangatlah kuat, sehingga faktor politik tidak terlalu memberikan dampak signifikan bagi kinerja ekonomi nasional. Unsur-unsur fundamental itu antara lain pertumbuhan ekonomi yang sangat sehat, inflasi yang rendah, serta imbal hasil dari instrumen investasi yang tinggi.
Baca juga: BI Catat Transaksi Digital Banking Tumbuh 30,50 Persen di Juli 2024
Ini dapat dilihat dari nilai tukar rupiah yang tak terkontraksi terlalu dalam dan kembali menguat setelah sentimen global mulai mereda.
Diketahui pada akhir perdagangan Jumat, 23 Agustus 2024, rupiah ditutup naik 108 poin atau 0,69 persen menjadi Rp15.492 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.600 per dolar AS.
Selain itu, secara domestik, pertumbuhan ekonomi hingga 5 persen dan tingkat inflasi sekitar 2 persen dalam jangka panjang menunjukkan ekonomi Indonesia sangat sustain dalam menghadapi setiap gejolak yang ada.
“Bila digabungkan faktor fundamental baik eksternal maupun internal itu yang memang memengaruhi pergerakan rupiah, khususnya pergerakan pasar modal. Dengan demikian, dampak dari pertimbangan-pertimbangan politik inrelative menjadi tak sebesar seperti sebelumnya,” pungkasnya. (*) Steven Widjaja
Jakarta - PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) sebagai Central Counterparty Pasar Uang dan Valuta… Read More
Jakarta - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI melalui aplikasi wondr by BNI… Read More
Jakarta - Meski masuk jajaran negara G-20 atau negara dengan ekonomi terbesar, Indonesia rupanya masih… Read More
Jakarta – Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) menolak rencana pemerintah menaikkan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) menjadi… Read More
Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Senin, 25 November 2024, ditutup… Read More
Jakarta - Universal BPR adalah contoh nyata bagaimana bisnis keluarga dapat berkembang dan beradaptasi dengan… Read More