Jakarta – Asosiasi Pelaku Reksa Dana dan Investasi Indonesia (APRDI) menilai aksi bersih-bersih yang dilakukan regulator yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di industri pasar modal tidak berdampak sistemik terhadap kinerja reksa dana. Menurut APRDI, hal ini justru menyehatkan industri pasar modal dan reksa dana, yang ditandai masih lancarnya pembelian reksa dana oleh nasabah.
“APRDI mencita-citakan industri reksa dana tumbuh secara sehat dan berkesinambungan. Artinya setiap upaya menuju kesitu kita dukung, termasuk upaya penegakan kepatuhan terhadap aturan yang ada oleh OJK,” ujar Ketua Presidium Dewan APRDI Prihatmo Hari Mulyanto dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 27 Desember 2019
Bahkan dirinya menilai, kondisi saat ini masih positif ditandai dengan bertambahnya unit penyertaan reksa dana sepanjang November, meskipun dana kelolaan reksa dana menunjukkan adanya penurunan. Penurunan dana kelolaan, jelasnya, lebih disebabkan oleh penurunan pasar saham yang diwakili oleh Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Data OJK per November 2019 menyebutkan, jumlah unit penyertaan reksa dana mencapai Rp431,9 miliar, meningkat dibandingkan posisi Oktober 2019 yang mencapai Rp422,9 miliar. Sementara dana kelolaan atau Nilai Aktiva Bersih reksa dana pada November 2019 mencapai Rp544,4 triliun, sedikit menurun dibandingkan posisi Oktober 2019 yang mencapai Rp553,2 triliun.
Kendati demikian, hingga 20 Desember 2019, dana kelolaan reksa dana kembali mengalami kenaikan yakni mencapai Rp545,8 triliun. Artinya kinerja reksa dana masih dalam tren positif.
Melihat perkembangan tersebut, ia menilai aksi bersih-bersih yang dilakukan regulator tidak berdampak terhadap kinerja industri reksa dana sendiri. “Masih banyak reksa dana dan manajer investasi yang dikelola dengan baik, profesional, hati-hati dan taat terhadap aturan yang ada. Jadi masyarakat harus lebih kritis dan teliti memilih reksa dana. Jangan mudah tergiur dengan iming-iming imbal hasil yang besar dan pasti. Kritisi juga resikonya,” paparnya.
Sementara itu, Pengamat dan Analis Pasar Modal Binaartha Sekuritas, M. Nafan Aji Gusta menambahkan, langkah yang dilakukan OJK diharapkan dapat menciptakan iklim industri pasar modal yang sehat dan efektif, sehingga bisa mewakili seluruh kepentingan stakeholder. “Karena kalau miss manajemen reksa dana memang merugikan kepentingan investor, dengan menindaklanjuti aspirasi para investor ini merupakan hal yang patut diapresiasi,” ucapnya.
Nafan mengatakan, tindakan OJK memberikan sanksi kepada pelaku industri pasar modal karena melanggar aturan sudah tepat. “Itu kan tugas OJK menegakkan supremasi peraturan dalam pasar modal. Yang penting intervensi regulator diperlukan agar kedepannya bisa menjamin industri pasar modal yang sehat. Dalam mmperbaiki pasar modal dan investasi yang lebih baik, bila terjadi kesalahan ya perlu lakukan tindakan tegas bisa berupa teguran sampai yang paling tinggi sanksi,” cetusnya.
Asal tahu saja, industri Pasar Modal sejak Agustus lalu dikejutkan sejumlah keputusan mengenai sanksi-sanksi yang dikeluarkan dari bagian pengawasan Pasar Modal OJK. Sanksi-sanksi keras diberikan kepada sejumlah perusahaan dan pengurus Manajer Investasi di Pasar Modal. Pada Agustus lalu, OJK mengeluarkan sanksi kepada Benny Tjokrosaputro, selaku Direktur Utama PT Hanson Internasional Tbk yang terbukti melanggar ketentuan penyajian laporan keuangan tahunan dan dikenakan sanksi sebesar Rp5 miliar.
Kemudian pada November berturut-turut, regulator mengeluarkan sanksi kepada tiga perusahaan Manajer Investasi. OJK sudah mengenakan sanksi suspensi terhadap penjualan produk reksa dana yang dikeluarkan oleh PT Narada Aset Manajemen. Lalu berlanjut OJK membubarkan enam produk yang diterbitkan PT Minna Padi Aset Manajemen dan larangan penjualan reksa dana selama 3 bulan kepada PT Pratama Capital Assets Management.
Narada Aset Manajemen terbukti mengalami gagal bayar transaksi pembelian saham senilai Rp177,78 miliar dan PT Minna Padi Aset Manajemen dinilai menjual produk reksa dana berbasis saham dengan menjanjikan hasil investasi pasti (fixed rate). Kemudian PT Pratama Capital Assets Management kena sanksi OJK karena porsi kepemilikan saham PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) di dalam reksa dana Pratama Capital telah melebihi batas 10%. Padahal, OJK menjelaskan sudah melakukan pembinaan kepada manajer investasi tersebut terkait dengan saham KIJA pada 2017 dan 2018.
Terakhir, pada 20 Desember lalu OJK mengeluarkan sanksi kepada PT MNC Asset Management berupa larangan menambah unit baru untuk tujuh reksa dana perseroan, atau dengan kata lain suspensi beli untuk reksa dana yang memiliki total dana kelolaan Rp 1,21 triliun karena terbukti melakukan sejumlah pelanggaran antara lain kepemilikan portofolio yang porsinya lebih dari 10% dari nilai aktiva bersih (NAB, dana kelolaan) untuk reksa dana konvensional, dan lebih dari 20% untuk reksa dana syariah. (*)
Jakarta - Masyarakat perlu bersiap menghadapi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Salah… Read More
Jakarta - Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif (Kemenkraf/Bekraf) memproyeksikan tiga tren ekonomi kreatif pada 2025. … Read More
Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa sejumlah barang dan jasa, seperti… Read More
Jakarta - Pemimpin tertinggi Gereja Katolik Sedunia Paus Fransiskus kembali mengecam serangan militer Israel di jalur… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik dibukan naik 0,98 persen ke level 7.052,02… Read More
Jakarta – Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra, mengungkapkan bahwa kebijakan pemerintah terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)… Read More