Jakarta–Penggabungan BUMN energi yakni PT Pertamina dan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) melalui mekanisme holding dinilai merusak tatanan kenegaraan. Jika tetap dilakukan, artinya pemerintah sekarang melupakan sejarah yang sudah dibentuk oleh pendahulunya.
Apalagi, pembentukan holding ini disinyalir hanya mengutamakan kepentingan kelompok tertentu saja. (Baca juga: Holding BUMN Akan Hilangkan Pengawasan BPK dan DPR?)
Ekonom dan Pengamat Kebijakan Publik Dradjad H. Wibowo mengungkapkan, pembentukan holding yang dilakukan oleh pemerintah terhadap Pertamina dan PGN seolah tidak melalui pengkajian yang mendalam dan terkesan ada peran kepentingan dari satu atau dua pejabat tertentu.
“Ini tidak matang juga pembahasannya dan saya lihat ini hanya untuk kepentingan 1-2 pejabat tertentu saja. Migas itu, menyangkut hajat hidup orang banyak. Jadi tidak boleh main-main dan ada unsur kepentingan di dalamnya,” kata Dradjad, di Jakarta, Selasa 29 November 2016.
Dradjad menjelaskan, pemerintah seharusnya bercermin dulu terhadap tata kelola migas yang saat ini terjadi di Indonesia. Menurutnya tata kelola migas di tanah air masih karut marut. (Bersambung)
Page: 1 2
Poin Penting STRK menggandeng Coco Bali Pte Ltd untuk memperkuat ekspansi global melalui peluncuran tiga… Read More
Jakarta - Sepanjang 2025, berbagai kasus korupsi menjerat para pejabat Indonesia yang berhasil diungkap Komisi Pemberantasan… Read More
Poin Penting 1,56 juta kendaraan meninggalkan Jabotabek selama H-7 hingga H+1 Natal 2025, naik 16,21… Read More
Poin Penting PINTU meluncurkan fitur Auto DCA Explore Plans untuk memudahkan investor berinvestasi rutin dengan… Read More
Poin Penting Sebanyak 36 dari 38 provinsi telah menetapkan UMP 2026, sesuai PP 49/2025 yang… Read More
Poin Penting Pemerintah memastikan formulasi UMP 2026 telah memasukkan indikator ekonomi seperti inflasi, indeks alfa,… Read More