Jakarta – Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa, mengaku dengan mempertimbangkan berbagai faktor dan dinamika yang terjadi menyatakan, saat ini belum waktunya untuk menaikan Tingkat Bunga Penjaminan Valuta Asing LPS atau TBP Valas.
“Karena kami monitor beberapa faktor yang menjelaskan bahwa kami belum harus bertindak, hal itu dikarenakan yang pertama cakupan penjaminan valas masih tinggi di atas 90 persen,” ujar Purbaya di Konferensi Pers KSSK, 1 Agustus 2022.
Saat ini, cakupan penjaminan simpanan berbentuk valas dengan memperhitungkan TBP LPS mencapai 98,5% dari jumlah rekening.
“Jadi hampir semuanya sudah di cover, tetapi yang paling penting kami melihat di bulan Januari 2022 penjaminannya mencapai 98,22 persen dan saat ini mencapai 98,50 persen, jadi ada kenaikan dari jumlah rekening artinya dananya bukan keluar, namun ini justru bertambah,” jelasnya.
Menurutnya, yang paling penting adalah, kebijakan TBP LPS selalu sejalan dengan kebijakan bunga Bank Sentral, yang masih ingin mendorong pertumbuhan ekonomi. “Dengan kata lain LPS tidak akan pernah mengganggu sinyal kebijakan moneter dari bank sentral,” tambahnya.
Alasan lain belum dinaikkannya TBP Valas, jelas dia, karena sampai dengan saat ini memang belum ada indikasi kuat pengalihan dana simpanan berbentuk valas ke luar negeri.
“Kami selalu mengacu kepada data dan data terakhir menunjukkan bahwa total DPK valas di perbankan sampai dengan bulan Juni masih tumbuh 4,5% yoy. Pengamatan lebih detail terhadap data tersebut menunjukkan bahwa pada bulan Januari 2022 deposito valas mencapai 21,42 miliar dolar dan di bulan Juni 2022 turun menjadi 19,904 miliar dolar.
“Sedangkan dana valas pada rekening giro di perbankan mencapai 36,48 miliar dolar pada bulan Januari 2022, dan di bulan Juni 2022 naik menjadi 37,55 miliar dolar. Jadi, ada perpindahan dana dari simpanan deposito valas ke dalam rekening giro valas. Hal ini menggambarkan ekonomi yang sedang berekspansi, karena perpindahan dana tersebut memberi indikasi yang amat kuat bahwa pemilik dana tersebut sedang bersiap-siap untuk menggunakannya dalam kegiatan ekonomi riil,” jelas Purbaya.
Faktor penentu lain adalah, agar tidak memberikan insentif kepada deposan valas ritel yang tadinya uangnya bentuk rupiah, dialihkan ke bentuk valuta asing atau dollar. “Jadi apabila kita naikkan tiba-tiba, hal ini berpotensi akan memicu pengalihan dana rupiah tersebut ke dalam dolar yang dikhawatirkan justru akan mengganggu stabilitas rupiah,” ujarnya.
Ia juga menegaskan, apabila pemerintah ingin mengeluarkan suatu kebijakan, hal yang paling penting tentu akan melihat dampaknya terlebih dahulu seperti apa. Menurutnya, LPS bersama anggota KSSK yang lain akan selalu berkoordinasi dan LPS pun akan terus memonitor segala perkembangan yang terjadi baik domestik maupun global. (*)
Jakarta - PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) buka suara terkait isu serangan ransomware terhadap… Read More
Jakarta– Di Industri musik Tanah Air, nama Fajar Satritama sudah tidak asing terdengar. Ia dikenal… Read More
Jakarta - Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan putusan kasasi yang diajukan PT Sri Rejeki Isman… Read More
Jakarta - Setelah didera kerugian selama empat tahun berturut-turut, KB Bukopin Finance (KBBF) mulai bangkit… Read More
Jakarta - Stasiun Whoosh Karawang akan resmi melayani penumpang mulai 24 Desember 2024. Pembukaan ini… Read More
Jakarta – Pemerintah tengah mempersiapkan aturan mengenai revisi kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA)… Read More