Market Update

Belum Move On, IHSG Dibuka Masih di Zona Merah

Jakarta – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pembukaan perdagangan pagi ini pukul 9.00 WIB (11/2), kembali dibuka turun 0,11 persen ke level 6.640,69 dari posisi 6.648,14.

Berdasarkan statistik RTI Business pada perdagangan IHSG hari ini, sebanyak 530,90 juta saham diperdagangkan, dengan frekuensi perpindahan tangan sebanyak 25 ribu kali, serta total nilai transaksi mencapai Rp462,11 miliar. 

Kemudian, tercatat terdapat 89 saham terkoreksi, sebanyak 149 saham menguat dan sebanyak 238 saham tetap tidak berubah.

Baca juga: IHSG Berpeluang Menguat, 4 Saham Ini Direkomendasikan

Sebelumnya, Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih, melihat IHSG secara teknikal pada hari ini diprediksi bergerak variatif di rentang level 6.680 hingga 6.800. 

“Pada perdagangan kemarin, Senin (10/2) IHSG ditutup turun 1,40 persen atau minus 94,43 poin ke level 6.648. IHSG hari ini (11/2) diprediksi bergerak mixed dalam range 6.600-6.710,” ucap Ratih dalam risetnya di Jakarta, 11 Februari 2025.

Ratih menyoroti IHSG kembali melemah dalam empat hari beruntun yang disebabkan oleh aksi profit taking investor asing di saham Blue Chip. Selain itu, landainya kinerja keuangan, kondisi ekonomi, dan politik yang terjadi saat ini memberikan dampak outflow di pasar ekuitas. 

Di samping itu, investor asing sejak awal tahun tercatat jual bersih senilai Rp8,43 triliun. Kondisi rupiah JISDOR juga masih terdepresiasi ke level Rp16.350 per dolar AS (10/2). Di sisi lain, pekan ini pelaku pasar menantikan rilis indeks konsumen, seperti Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan penjualan ritel.

Adapun dari mancanegara, Bursa Wall Street ditutup menguat terbatas. Pekan ini, pelaku pasar menantikan rilis inflasi AS yang berpotensi masih sesuai dengan ekspektasi yang mana di Desember 2024 inflasi secara tahunan tercatat 2,9 persen. 

Baca juga: INFOBANK15 Naik di Tengah Pelemahan IHSG, Simak Daftar Saham Penggeraknya

Namun, pelaku pasar khawatir dengan dimulainya kenaikan tarif pada Februari 2025 berdampak pada kenaikan inflasi. Di sisi lain, tarif balasan yang diberikan oleh China kepada AS mulai berlaku. Kenaikan Tarif berkisar antara 10-15 persen untuk minyak mentah, gas alam cair (LNG), mesin pertanian, dan mobil yang di impor dari AS. 

Kebijakan kenaikan tarif tersebut berdampak pada naiknya inflasi dan menghambat pertumbuhan ekonomi global. (*)

Editor: Galih Pratama

Khoirifa Argisa Putri

Recent Posts

Kredit BNI November 2025 Tumbuh di Atas Rata-rata Industri

Poin Penting BNI menyalurkan kredit Rp822,59 triliun per November 2025, naik 11,23 persen yoy—melampaui pertumbuhan… Read More

59 mins ago

Cek Jadwal Operasional BSI Selama Libur Nataru 2025-2026

Poin Penting BSI menyiagakan 348 kantor cabang di seluruh Indonesia selama libur Natal 2025 dan… Read More

59 mins ago

Update Harga Emas Hari Ini: Galeri24 dan UBS Kompak Merosot, Antam Naik

Poin Penting Harga emas Pegadaian turun jelang libur Nataru 2025/2026, dengan emas Galeri24 turun Rp22.000… Read More

4 hours ago

Dukung Pemulihan, BTN Salurkan Bantuan Rp13,17 Miliar untuk Korban Bencana Sumatra

Poin Penting BTN telah menyalurkan total bantuan Rp13,17 miliar melalui Program TJSL untuk korban bencana… Read More

6 hours ago

Obligasi Hijau, Langkah Pollux Hotels Menembus Pembiayaan Berkelanjutan

Poin Penting Pollux Hotels Group menerbitkan obligasi berkelanjutan perdana dengan penjaminan penuh dan tanpa syarat… Read More

20 hours ago

BRI Bukukan Laba Rp45,44 Triliun per November 2025

Poin Penting BRI membukukan laba bank only Rp45,44 triliun per November 2025, turun dari Rp50… Read More

1 day ago