Jakarta – Jumlah perusahaan pembiayaan (multifinance) di Tanah Air kian rontok seiring langkah tegas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usahanya lantaran berbagai alasan. Antara lain, penggabungan usaha, pembubaran perusahaan, hingga permasalahan permodalan.
Nah, salah satu aspek penting agar perusahaan multifinance bisa bertahan di tengah perkembangan bisnis yang kompleks, yakni penerapan manajemen risiko, khususnya mengantisipasi risiko pembiayaan.
Hal ini yang dilakukan oleh SG Finance, dalam menerapkan pengelolaan risiko yang didasarkan pada peraturan OJK yang berlaku dengan memperhatikan best practice.
Pada proses pemberian pembiayaan misalnya, SG Finance selalu berupaya menerapkan prinsip kehati-hatian (prudent) dan four eyes principle.
Di mana, terjadi pemisahaan fungsi dan tanggung jawab pada setiap kegiatan/proses pembiayaan dan tertib administrasi yang mengikutinya sesuai persyaratan yang telah ditentukan dalam perudang-undangan.
Pengambilan keputusan untuk penyaluran pembiayaan merupakan suatu ketetapan hukum yang dilaksanakan melalui perikatan/perjanjian pembiayaan yang sah secara hukum untuk memitigasi risiko tidak terlaksananya pemenuhan hak-hak kreditur dalam perjanjian.
Prinsip Know your Customer
SG Finance juga melaksanakan prinsip KYC (Know your Customer) yang memadai dan kerahasiaan infomasi nasabah dalam seluruh aspek pembiayaan.
Antara lain, Beneficiary Owner, Key Person, Kapasitas Usaha, pengalaman manajemen, penggunaan/riwayat rekening Perusahaan, riwayat pembayaran, kondisi usaha dan objek pembiayaan/objek jaminan, serta hal-hal lain yang ditetapkan didalam peraturan oleh regulator
Selain itu, strategi khusus juga diterapkan untuk sektor industri tertentu yang menjadi fokus bisnis pembiayaan SG Finance.
Utamanya, dalam menghadapi risiko gagal bayar debitur, Perusahaan selalu mempertahankan komunikasi yang baik secara periodik sehingga kemungkinan keterlambatan pembayaran dapat diantisipasi sedini mungkin dan dapat dilakukan penyelesaian sebagaimana mestinya.
Kemudian, pemantauan ketepatan waktu pembayaran serta kinerja usaha debitur secara berkala juga dilakukan.
Pengelolaan risiko yang baik tercermin salah satunya dari indikator rasio non performing financing (NPF). Per akhir Desember 2023, NPF gross SG Finance berada pada tingkat yang rendah, yaitu 1,37 persen, berada di bawah rata-rata industri.
Rendahnya tingkat NPF ini mencerminkan penerapan manajemen risiko pembiayaan yang baik. Selain itu, permodalan perusahaan pembiayaan harus menjadi perhatian sebagai indikator ketahanan usaha dalam menghadapi kemungkinan risiko yang terjadi. (*)
Editor: Galih Pratama
Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat uang beredar (M2) tetap tumbuh. Posisi M2 pada Oktober 2024 tercatat… Read More
Jakarta - PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) kembali meraih peringkat "Gold Rank" dalam ajang Asia… Read More
Jakarta – Menjelang akhir 2024, PT Hyundai Motors Indonesia resmi merilis new Tucson di Indonesia. Sport Utility Vehicle (SUV)… Read More
Jakarta - Romy Wijayanto, Direktur Keuangan & Strategi Bank DKI menerima penghargaan sebagai Most Popular… Read More
Jakarta - Kementerian Koperasi (Kemenkop) menegaskan peran strategis koperasi, khususnya Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), dalam… Read More
Jakarta – Optimisme para pelaku usaha di Inggris terhadap ekonomi di Tanah Air masih solid.… Read More