News Update

BCA: GWM Averaging, Likuiditas di Pasar Terjaga

Jakarta – Kebijakan Giro Wajib Minimum Averaging (GWM Rata-Rata) yang akan diterapkan pada 2017 mendatang oleh Bank Indonesia (BI), direspon positif oleh perbankan. Pasalnya, kebijakan GWM Averaging tersebut baik untuk menjaga likuiditas di pasar.

Demikian pernyataan tersebut seperti disampaikan oleh Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Jahja Setiaatmadja, dalam Pertemuan Tahunan BI, di Jakarta, Selasa malam, 22 November 2016. Menurutnya, dengan adanya kebijakan itu, bank-bank akan lebih mudah menarik likuiditas dari BI.

“Untuk menjaga likuiditas pasar itu sih bagus yaa. Ke depan kita tidak tahu kan, kalau infrastruktur project semua bekerja kan likuiditas akan lebih ketat. Kalau itu akan ada kemungkinan bank bisa menarik likuditas dari BI,” ujarnya.

Dia menilai, ketimbang likuiditas yang disimpan di BI tidak terpakai, maka ada baiknya likuiditas tersebut digunakan untuk membiayai proyek infrastruktur yang saat ini tengah didorong oleh pemerintah. “Daripada ‘mati’ (likuiditas) itukan bisa dimanfaatkan, tapi kalau likuiditasnya cukup itu gak perlu,” ucapnya.

Selain itu, kata dia, penerapan kebijakan GWM Averaging dianggap dapat mendorong efisiensi di pasar. Sebab, lanjut Jahja, bagi perbankan yang mengalami kesulitan likuiditas, maka lewat kebijakan tersebut, perbankan bisa menggunakan cadangan GWMnya yang ada di BI.

“Ya harusnya lebih efisiensi dong, itu kan pake duit sendiri. Untuk bank yang likuditas ketat dia bisa pake cadangan GWM sendirikan daripada dia minjem di pasarkan bunganya lebih mahal dari itu. GWM kan duit mati istilahnya,” jelas Jahja.

Kendati demikan, kata dia, kebijakan GWM Averaging tersebut tidak akan mempengaruhi Dana Pihak Ketiga (DPK) bank. “GWM tidak pengaruhi langsung DPK, tapi kita tidak perlu naikin bunga deposito. Dari segi cost kita bisa lebih efisien. Kalau DPK mungkin bisa meningkat 5-8% di 2017,” tambahnya.

Kebijakan GWM Averaging ini untuk memberikan fleksibilitas kepada perbankan dalam mengatur likuiditasnya. Dengan GWM Averaging, BI akan menghitung dana milik bank yang diwajibkan untuk disimpan di giro BI secara rata-rata per periode.

Saat ini, ketika GWM Averaging belum berlaku, BI menghitung dana milik bank yang disimpan di giro BI setiap waktu, bukan per periode. Setelah pemberlakuan GWM Averaging kewajiban bank dalam menaruh simpanan di giro BI akan dihitung secara rata-rata per periode

Misalkan, saat ini rasio GWM Primer atau yang diartikan sebagai simpanan minimum bank dalam rupiah atau valas di BI sebesar 6,5%. Maka, setiap waktu bank harus menaruh 6,5% dari total Dana Pihak Ketiga bank di giro BI. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Evelyn Halim, Dirut SG Finance, Raih Penghargaan Top CEO 2024

Jakarta – Evelyn Halim, Direktur Utama Sarana Global Finance Indonesia (SG Finance), dinobatkan sebagai salah… Read More

59 mins ago

Bos Sompo Insurance Ungkap Tantangan Industri Asuransi Sepanjang 2024

Jakarta - Industri asuransi menghadapi tekanan berat sepanjang tahun 2024, termasuk penurunan penjualan kendaraan dan… Read More

2 hours ago

BSI: Keuangan Syariah Nasional Berpotensi Tembus Rp3.430 Triliun di 2025

Jakarta - Industri perbankan syariah diproyeksikan akan mencatat kinerja positif pada tahun 2025. Hal ini… Read More

2 hours ago

Begini Respons Sompo Insurance soal Program Asuransi Wajib TPL

Jakarta - Presiden Direktur Sompo Insurance, Eric Nemitz, menyoroti pentingnya penerapan asuransi wajib pihak ketiga… Read More

3 hours ago

BCA Salurkan Kredit Sindikasi ke Jasa Marga, Dukung Pembangunan Jalan Tol Akses Patimban

Senior Vice President Corporate Banking Group BCA Yayi Mustika P tengah memberikan sambutan disela acara… Read More

4 hours ago

Genap Berusia 27 Tahun, Ini Sederet Pencapaian KSEI di Pasar Modal 2024

Jakarta - PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat sejumlah pencapaian strategis sepanjang 2024 melalui berbagai… Read More

4 hours ago