Keuangan

Banyak Pinjol Ilegal, AFPI Pantau Anggotanya Sesuai Aturan

 

Jakarta – Kehadiran pinjaman online (pinjol) ilegal dapat memberikan citra buruk bagi perusahaan fintech peer to peer lending (P2P) dan berpengaruh terhadap perkembangan industri fintech. Para pelaku industri dituntut bisa menjaga kepercayaan masyarakat dalam menjalankan usahanya.

Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian A. Gunadi mengatakan AFPI menerapkan pedoman prilaku yang harus dipatuhi para anggotanya yang mencapai 103 penyelenggara fintech P2P. Kode etik itu terdiri dari berbagai aspek seperti transparansi dan metodelogi penawaran produk seperti suku bunga, dan layanannya.

Setiap penyelenggara yang tergabung di dalam AFPI juga memiliki batas maksimum pembebanan biaya pinjaman hingga maksimal 0,4 persen.

“ini menjadi salah satu nilai kompetitif yang harusnya masyarakat bisa melihat perbedaan antara (pinjol) yang legal dengan yang ilegal kaitannya dengan biaya tersebut,” ujar Adrian dalam webminar Pinjaman Online Legal Atau Ilegal: Kebutuhan Masyarakat dan Penegakan Hukum,” Jumat, 11 Februari 2022.

Tidak hanya itu, setiap agen debt collector yang digunakan penyelenggara harus bersertifikat Hal ini mendorong cara-cara penagihan yang manusiawi dan sesuai dengan pedoman dan asas yang berlaku. Jika ada penyelenggara yang melanggar, maka AFPI berwenang untuk memberikan sanksi, yang terberat yaitu dikeluarkan dari keanggotaan.

“Apabila penyelenggara tersebut keluar dari asosiasi maka secara otomatis izin dari OJK dapat dicabut. Ini sesuai dengan POJK 77 yang menyatakan penyelenggara yang berizin harus menjadi anggota dari asosiasi yang ditunjuk yang menaungi penyelenggara fintech lending tersebut,” ungkap Ardian.

Dalam memonitor anggotanya, AFPI memiliki data center dimana asosiasi dapat mengakses berbagai informasi dari anggotanya diantaranya tingkat kualitas peminjam, tingkat bunga yang diterapkan penyelenggara, dan berbagai informasi lainnya. Data-data ini ditunjukkan untuk membangun industri yang sehat dengan komponen manajemen risiko yang berbasis kepada data.

“Adanya data center ini dapat membantu para penegak hukum untuk memvalidasi kaitan dengan pengaduan,” ucap Adrian. (*) Dicky F. Maulana

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Begini Tanggapan OJK Soal Jokowi Terbitkan Aturan Asuransi untuk Mantan Menteri

Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2024… Read More

59 mins ago

Bank NTT Resmi Luncurkan Kartu Kredit Indonesia Berbasis GPN

Jakarta - PT Bank Pembangunan Daerah (BPD) Nusa Tenggara Timur (NTT) mengumumkan telah mendapatkan persetujuan… Read More

1 hour ago

Marak Merchant Tolak Transaksi Uang Tunai, Begini Kata BI

Jakarta – Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa merchant atau pedagang wajib menerima pembayaran dalam bentuk uang tunai.… Read More

1 hour ago

Pacu Pertumbuhan, BCA Digital Hadirkan Layanan Valas dan Inovasi Teknologi Lewat bluValas

Jakarta - BCA Digital memperkuat posisinya di industri perbankan digital Indonesia dengan merespons kebutuhan finansial masyarakat… Read More

2 hours ago

Bergerak Variatif, IHSG Sesi I Ditutup Flat di Level 7.735

Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan sesi I hari ini (18/10) ditutup… Read More

4 hours ago

BI Ungkap Muncul Fenomena Masyarakat Terpaksa Kerja dengan Upah kecil

Jakarta – Bank Indonesia (BI) menyebutkan bahwa terjadi fenomena pergeseran tenaga kerja di berbagai daerah yang berkerja… Read More

4 hours ago