Analisis

Bankir Terperangkap Situasi Extra Ordinary

Oleh Ida Bagus Kade Perdana, Mantan Direktur Utama Bank Sinar Jreeng, Pengamat ekonomi dan perbankan.

Dengan mewabahnya krisis virus penyakit Covid 19 Corona (C19C) merupakan krisis wabah penyakit impor dari kota Wuhan China. Padahal sesungguhnya kita tidak ada dan tidak pernah mengimpor barang yang luar biasa jelek dan sangat berbahaya ini. Namun demikian kita tidak kuasa menolaknya.

Bagaimana bisa masuk ke negara-negara lainnya menyebar keseluruh dunia. Ini pasti ulah manusia itu sendiri yang mempunyai prangai yang bersifat mobile. Tidak mau dipandang sebagai katak dalam tempurung. Terus bergerak, terus semuanya ingin saling tahu luasnya dunia, apa isinya diberbagai belahan dunia ini dan lain sebagainya. Maka, tidak terelakanlah krisis wabah penyakit virus C19C yang berdimensi luas dampak negatifnya yang telah memakan banyak korban jiwa manusia. Membuat manusia nyaris tidak berdaya sama sekali menghadapi serangan mematikan ini.

Hampir sempurna sepenuhnya meluluh lantakan perekonomian dunia bisa terjungkal ke jurang kebangkrutan ekonomi yang disebut dunia sedang bergerak mengalami depresi ekonomi. Bila tidak segera mampu mengatasi krisis wabah penyakit ini. Maka tidak terhindarkan yang saat ini tercipta suasana diluar kebiasaan.
Berdampak langsung terhadap terjadinya stagnasi yang membuat perekonomian nyaris lumpuh total. Krisis penyakit telah bermetamorfosa menjadi krisis ekonomi.

Bila resesi ekonomi ini berlangsung lama, maka tidak terhindarkan perekonomian akan menjadi parah bisa terjun bebas menuju jurang kebangkrutan ekonomi apa yang dikenal sebagai depresi ekonomi. Apalagi, pandemik C19C tidak bisa diatasi oleh manusia maka bisa dikatakan manusia menuju kepunahan nah inilah yang disebut kiamat.

Kita yakin ISHWWasa/Tuhan YME yang maha pengampun pengasih penyayang dan penolong tidak berkenan membiarkan umat manusia mahluk ciptaannya lenyap dari muka bumi. Dengan demikian sesuai dengan keyakinan umat Hindu Tuhan pasti akan mengirim utusannya untuk menyelamatkan umat manusia yang disebut “AWATARA”. Sudah pasti kita semua berharap krisis wabah penyakit virus C19C yang berdampak luas mampu secepatnya dihentikan secara tuntas.

Dengan situasi yang berkembang menjadi diluar suasana biasa (extra ordinary) sebagaimana penjelasan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam pertemuan summit virtual G.20 menteri menteri Keuangan, para Gubernur Bank Sentral dan para chief leader G.20 sepakat saat ini merupakan situasi diluar suasana biasa, yang harus diambil dengan kebijakan yang extra ordinary. Dimana terinfo semua negara-negara mengambil langkah kebijakan dan berusaha menghentikan penyebaran krisis wabah penyakit virus C19C agar segera tuntas terhentikan dengan efektif.

Tidak luput pula, presiden Jokowidodo (Jokowi) telah membentuk gugus tugas percepatan pencegahan dan pemulihan dampak C19C tersebar keseluruh wilayah NKRI. Juga dengan menyediakan anggaran dana berupa stimulus fiskal sebesar Rp405,1 triliun yang rincian penggunaannya untuk bidang kesehatan Rp75 Triliun, sosial safety net Rp110 Triliun, incentif perpajakan dan stimulus KUR Rp70,1 Triliun dan Rp150 Triliun untuk pemulihan ekonomi nasional.

Dengan jumlah yang sangat besar ini bisa memadai bahkan lebih dari cukup untuk bisa menuntaskan pencapaian tujuan secara efektif, efisien, positif dan kondusif. Agar diawasi dengan baik agar tidak ada yang melakukan tindakan manipulatif dan koruptif. Bila ada yang melakukan tindakan bergembira diatas penderitaan rakyat dan kesusahan pemerintah sebaiknya dihukum mati saja baik dengan cara digantung atau ditembak mati saja.

Keberadaan penanganan kebijakan makro ekonomi sejak dipisahkan pada tahun 2011 dimana makro prudensial masih berada ditangan Bank Indonesia (BI), sedangkan mikro prudensial ditangani oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan adanya pemisahan ini banyak yang berpendapat bahwa tugas BI menjadi semakin ringan siapapun yang akan menjadi Gubernurnya.

Tentu akan bisa lebih ringan dalam upaya menciptakan kinerja yang lebih baik dan kinclong. Dengan mengingat tugas pengawasan bank dan lembaga keuangan non bank sudah beralih ke OJK. Sehingga diharapkan lebih berkemampuan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik, positif, kondusif, efisien dan efektif dalam semua kebijakan moneternya.

Bermuara pada kemampuan menjaga stabilitas nilai mata uang rupiah, sistem keuangan dan inflasi serta mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Sudahkan BI kinerjanya seperti yang telah diharapkan. Rasanya belum sepenuhnya dicapai seperti yang diharapkan banyak pihak. Dimana bunga bank masih lebih tinggi dari bunga bank anggota negara Asean lainnya.

Apalagi bila dibandingkan dengan negara Jepang yang sudah menganut sistem bunga negatif. Rasanya di Indonesia menjadi mustahil. Benarkah mustahil nantinya menerapkan bunga negatif sebagaimana negara Indonesia yang bukan negara kapitalis mestinya lebih punya potensi kearah itu menganut sistem bunga negatif.

Mudah mudahan tidak menjadi mustahil, kedepan Indonesia bisa menerapkan sistem bunga negatif. Baru baru ini BI telah menurunkan bunga acuan BI 7DRRR dalam kisaran 4,75%. Menurut hemat kami mengingat inflasi telah berada dikisaran 3% mampukah BI menurunkan BI 7DRR dalam suasana extra ordinary ini dikisaran 3,5%.

Kebijakan penurunan dan kenaikan BI 7DRRR sebagai bunga acuan BI tidak jarang momentumnya tidak sesuai dengan kebutuhan pasar dalam negeri. Sering tidak independen dan tersandera oleh kebijakan The Fed. Semoga kedepan bisa disesuaikan apalagi sekarang kita terperangkap diluar suasana biasa (extra ordinary).

Nilai mata uang rupiah kendatipun telah terjadi penguatan dibawah Rp16.000,- menjadi Rp15.700,- per US$ itu hanya bersifat sementara.

Kendatipun BI telah menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) ke level 5,5% untuk bank konvensional dan ke level 4% untuk bank syariah. Namun itu dirasakan masih terlalu tinggi dalam keadaan kita berada dalam situasi extra ordinary seperti sekarang ini sedang berkecamuknya krisis penyakit wabah virus C19C.

Dimana para bankir terperangkap dalam jebakan situasi extra ordinary yang mencekam. Bersumber dari adanya krisis wabah penyakit C19C yang bersifat multi dimensi yang ada kandungan virus krisis ekonomi yang dahsyat.

Dengan kondisi seperti ini agar kiranya gubernur BI Perry Warjiyo berani mengambil langkah kebijakan extra ordinary dengan menurunkan GWM ke level nol persen supaya likuiditas bertambah sebagai stimulus moneter.

Dengan demikian, likuiditas bank bertambah berkemampuan menyalurkan kredit dengan bunga yang rendah dalam menggerakkan roda perekonomian yang terperangkap situasi extra ordinary. Sehingga bank juga berkemampuan mencetak laba tambahan.

Sebagai kokpensasi adanya kecenderungan semakin membludaknya NPL bank. Tentu sangat berisiko mengancam kemerosotan modal bank yang bisa membuat modal menjadi negatif berubah menjadi bank sistemik dan bangkrut. Cenderung mengundang potensi terjadinya rush penarikan uang secara besar besaran kiranya bisa dihindarkan.

Dengan demikian, jangan memandang remeh dampak krisis penyakit C19C ini yang jauh lebih berat dari krisis ekonomi di tahun 1997- 1999 lalu. Jangan juga terlalu optimistis kendatipun para bankir yang ada pernah berpengalaman dalam menghadapi krisis beberapa puluh tahun lalu.

Namun krisis wabah penyakit virus C19C sangat multi dimensi tetaplah berpegang pada prinsip kehati hatian, jangan merasa jumawa memberikan angin surga dan naif agar bankir bisa keluar dari perangkap diluar suasana biasa. Bila nanti kalau kinerja banknya buruk dan bangkrut jangan mencari kambing hitam mendalih krisis wabah penyakit C19C menjadi penyebabnya.

Selanjutnya OJK yang membidangi tugas mikro prudensial dimana para bankir terperangkap dalam situasi extra ordinary. Mampukah para bankir membawa keluar banknya dari situasi extra ordinary terutama bank yang bermodal cekak dan bank yang dikelola para bankir yang diragukan kemampuan managerial dan kadar profesionalisme.

Dalam kaitan ini OJK telah mengeluarkan kebijakan No.POJK.12/POJK 03/2020 tgl.16-03-2020 upaya konsolidasi guna menciptakan struktur perbankan yang kuat memperbesar skala usaha peningkatan daya saing. Melalui kemampuan inovasi, serta berkontribusi signifikan dalam perekonomian nasional agar adaptif, inovatif dan berdaya saing dan melakukan penguatan modal.

Penerbitan POJK konsolidasi momentum meningkatkan daya saing melalui peleburan, penggabungan dan pengambil alihan. Dalam kaitan ini dan dalam situasi extra ordinary seperti sekarang semestinya dan sudah seharusnya OJK tidak lagi memungut iuran dari Bank Bank sebagai obyek pengawasan. Agar tidak menimbulkan komplik kepentingan. Disamping itu, beban bank menjadi lebih ringan dalam upaya meningkatkan daya saing dan lainya sesuai dengan tujuan penerbitan POJK tersebut.

Demikian juga agar Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) tidak lagi memungut iuran agar perbankan benar benar bisa menegakkan efisiensi dalam oprasionalnya. Bila ada bank yang menunjukan gejala sistemik agar secepatnya diambil tindakan peleburan, penggabungan dan pengambil alihan tanpa pilih kasih dan tanpa pandang bulu. Inilah saatnya mengurangi jumlah bank. Supaya bank yang ada benar benar yang dimilki berskala sehat kuat dan besar dikelola oleh bankir profesional sejati dan tangguh.

Dengan demikian, kedepan yang masih ada hanya ada bank yang berkualifikasi dan bersekala Internasional. Diharapkan, kedepan kinerja perbankan semakin memuaskan, tidak lagi menghadapi dilema soal Non Performing Loan (NPL) atau ratio kredit macet, masalah likuiditas maupun permodalan dan sumber daya manusia (SDM), yang merupakan aset yang paling berharga bagi bank yang sering dilupakan dan paling belakang dihargai serta sering tidak dibuat bahagia. Tidak jarang mengendorkan produktivitas maupun prestasi dalam upaya menggapai daya saing tinggi secara berkelanjutan.

Jangan pula SDM yang profesional dan berpotensi tinggi setelah dididik tidak dimanfaatkan dengan baik, karena manajemen silau dengan SDM yang suka membuat Asal Bapak Senang (ABS) biasanya terjadi pada Bank BUMN, sehingga selalu tertinggal dari bank bank swasta pesaingnya. Sehingga jangan berubah menjadi pagar makan tanaman dan menimbulkan fraud yang bisa merugikan banyak pihak dan melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap bank yang bersangkutan.

Disamping itu, Bank BUMN seharusnya tampil sebagai pelopor agen pembangunan bisa memberikan pertumbuhan secara kualitatif dan kuantitatif yang terbaik, serta keluar menjadi leader banking. Terdepan mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi yang digadang gadang bisa tumbuh 7% oleh presiden Joko Widodo.

Bila diperhatikan, kontribusi perbankan khususnyan Bank BUMN belum kinclong performannya selama ini kalau dilihat dari pertumbuhan DPK dan penyaluran kredit yang masih rendah. Mencerminkan bank masih belum maksimal menggali potensi masyarakat terutama yang berumur 15 tahun keatas untuk menjadi pemegang rekening bank. Mencerminkan belum mampu mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.

Dalam dua periode pemerintahan Presiden Jokowi, perbankan sebagai mesin pertumbuhan masih rendah kemampuannya dalam menyumbangkan prestasi agar pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 7%, sebagaimana yang dijanjikan Presiden pada awal kampanye pilpres pertama (Quo Vadis Bank BUMN – Meneg BUMN).

Kita berharap, kunci dari semua situasi bankir terperangkap dalam situasi extra ordinary ini adalah krisis wabah penyakit virus C19 C yang segera harus dihentikan penyebarannya secara tuntas sampai keakar akarnya. Sehingga perekonomian bisa normal kembali. Ikan sepat, ikan gabus, ikan lele. Makin cepat makin bagus tidak bertele tele. (*)

Dwitya Putra

Recent Posts

Bank Mandiri Perkuat Komitmen, Jadi Penyalur FLPP dengan Tingkat Keterhunian Terbaik

Jakarta - Bank Mandiri terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung program 3 juta rumah yang diinisiasi… Read More

15 hours ago

3 Rekomendasi Tempat Liburan Akhir Tahun, Gak Kalah Seru!

Jakarta – Akhir tahun menjadi momen yang cocok untuk menghabiskan liburan bareng keluarga. Jika Anda… Read More

17 hours ago

Pemerintah Siapkan Rp20 Triliun untuk Kredit Investasi Padat Karya, Ini Syaratnya

Jakarta – Pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp20 triliun untuk kredit investasi padat karya pada tahun 2025. Anggaran… Read More

20 hours ago

Ada 22 Perusahaan Antre IPO, Mayoritas Beraset Jumbo

Jakarta – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat per 20 Desember 2024, terdapat 22 perusahaan… Read More

20 hours ago

Banggar Beberkan Solusi Strategis Antisipasi Risiko Kenaikan PPN 12 Persen

Jakarta - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah meminta pemerintah melakukan mitigasi risiko… Read More

20 hours ago

Libur Natal, 1,1 Juta Kendaraan Tinggalkan Jabodetabek

Jakarta - PT Jasa Marga (Persero) Tbk. mencatat sebanyak 1.170.098 kendaraan meninggalkan wilayah Jabotabek pada… Read More

21 hours ago