Oleh : Awaldi

Jakarta – Seorang teman yang selama ini girang karena baru pindah ke sebuah bank tiba-tiba datang ke ruangan saya dengan bermurung durja. Selama ini dia girang karena tahu pasti bakal menjadi suksesor bosnya. Orang lama yang ada di divisi itu kualitas dan kemampuannya jauh di bawah. Dia sudah berangan-angan suatu saat nanti akan menjadi pengganti bosnya yang mau pensiun, menjadi kepala divisi.

Dia datang ke ruangan saya dengan muka buram sedih gulana. Dia menceritakan bahwa bosnya akan merekrut orang baru lagi. Dia bilang, “Friend, itu orangnya saya kenal banget!” Dia mengaku bahwa enam bulan yang lalu orang inilah yang memberikan seminar di Bali, yang juga dia hadiri. Orangnya pintar, lincah bicara, dan memegang berbagai ragam sertifikat profesi. Akhirul kata, teman saya ini cemas, “Hangus sudah harapanku!” Tadinya hampir pasti dia yakin bakal menjadi kepala divisi, kini semua angan-angan itu sirna.

Sambil menenangkan, saya bilang, “Sudahlah kawan, ini bulan puasa. Mari berpikir yang positif saja. Jangan bikin kepala jadi makin pening.” Bulan puasa adalah bulan baik. Bulannya kita memperoleh kesempatan memperbaiki diri, baik fisik, mental maupun spitual. Secara fisik kita “dihajar” untuk menahan nafsu makan yang kebanyakan masuk tubuh dalam bentuk racun dan zat-zat kimia yang kurang baik. Badan akan jadi lebih sehat, perut lebih steril. Ditambah dengan yang masih rajin olahraga ringan pagi dengan sedikit keringat, insya Allah tubuh akan lebih prima dan kesehatan berada dalam peak zone.

Terlebih secara spritual, insya Allah dengan puasa yang dijalankan secara tertib dan bermakna, kita akan tumbuh menjadi manusia spritual. Manusia yang kembali ke fitrahnya, yaitu manusia yang berjiwa bersih, berhati lapang, berjalan lurus. Sebagai manusia dan bankir spritual, jalan kita akan dimudahkan, rezeki kita akan dilapangkan, dan semua akan berjalan di bawah langit-langit keajaiban, termasuk pencapaian keinginan dan cita-cita.

Bulan puasa dan Idulfitri yang sedang kita rayakan ini memberikan kita kesempatan emas menjadi bankir spritual. Buahnya adalah kemudahan dan hidayah Yang Mahakuasa. Saya teringat cerita teman saya, yang sudah menjabat chief financial officer (CFO) ketika masih berumur awal 30-an; bahwa banyak orang pintar di luar sana tapi kebetulan saja dia yang dipilih oleh malaikat untuk menjadi CFO, bukan orang lain!

Itulah bankir spritual, bankir yang jernih pikiran dan jiwanya. Yang keajaiban dan kemudahan selalu duduk dekat dengan dirinya. Saya bilang kepada teman saya yang dari tadi mengeluh itu, “Latihan untuk menjadi manusia spritual itu memerlukan tiga kondisi.” Ketiga kondisi dan prasyarat itu diasah dan dirajut pada bulan puasa yang penuh berkah ini.

Pertama, kemampuan untuk acceptance the unexpected. Menerima dengan penuh kondisi yang dihadapi, termasuk menerima dengan senang hati adanya rencana rekrutmen calon karyawan yang akan menjadi peer dan kompetitor. Biarkan saja kehadiran yang bersangkutan; dengan kepintaran dan kemampuannya, bisa saja dapat memberikan banyak contoh dan pelajaran. Terimalah kehadirannya dengan pikiran terbuka.

Kondisi seperti ini tentu tidak terjadi pada kawan saya itu saja. Dunia pekerjaan saat ini penuh dengan kejadian yang tidak kita sangka-sangka. Perubahan sudah makanan sehari-hari. Tadinya kita kepala divisi, mungkin sebentar lagi jadi staf ahli. Tadinya cabangnya masih ada, sebentar lagi mungkin ditutup. Tadinya unit tersebut berdiri sendiri, bisa-bisa tak lama lagi akan digabung. Syarat pertama untuk mengundang keajaiban datang, jangan melawan situasi itu. Terima saja keberadaannya.

Prasyarat kedua ialah “kehadiran”. Saya bilang ke teman saya itu, “Kalau kau tak hadir bagaimana Tuhan akan memberikanmu keajaiban?” Kehadiran fisik dalam dunia kerja sesuai dengan aturan yang berlaku memang perlu karena itu adalah disiplin dan tata krama dasar dalam bekerja. Akan tetapi, “kehadiran spritual” lebih diperlukan lagi, yaitu sadar dalam setiap kesempatan atas apa saja yang kita lihat, sentuh maupun omongkan.

Prasyarat ketiga ialah koneksi ke sumber segala kehidupan. Ibaratnya mau mengirimkan WhatsApp, kalau jaringannya lemot, ya tidak bakal sampai-sampai. Koneksi terjalin kalau frekuensinya sama dan keterhubungannya dijaga.

Tiga kondisi tadi terasah pada bulan puasa dan Syawal ini melalui syariat yang kita kerjakan. Kalau tekun dilakukan, insya Allah kita akan menjadi bankir spritual yang fitrah, yang kemudahan dan keajaiban selalu menghampiri. Jadi, tidak perlu pusing dengan banyaknya perubahan. Saya bilang kepada teman saya itu, “Memang yang pintar adalah calon karyawan yang akan masuk itu, akan tetapi kalau Tuhan maunya kamu yang jadi kepala divisi, bagaimana?”(*)

Penulis adalah pengamat SDM bank. Kini pejabat eksekutif di Bank Muamalat. Penulis dapat dihubungi di awaldhi@yahoo.com atau Twitter @AwaldiAW.

Apriyani

Recent Posts

Besok, Presiden Prabowo Luncurkan BP Investasi Danantara

Jakarta - Presiden Prabowo Subianto dijadwalkan bakal meresmikan badan pengelola (BP) investasi, Daya Anagata Nusantara… Read More

30 mins ago

Bank Mandiri Tanggap Bencana, Salurkan Bantuan untuk Korban Erupsi Gunung Lewotobi

Flores Timur - Bank Mandiri bergerak cepat menyalurkan bantuan kepada masyarakat Kabupaten Flores Timur yang… Read More

42 mins ago

IHSG Sesi I Ditutup Berbalik Merosot ke Level 7.491

Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan sesi I hari ini, Rabu, 6… Read More

2 hours ago

Simak! Ini Syarat Utang UMKM yang Dihapus Presiden Prabowo

Jakarta – Presiden Prabowo Subianto resmi menghapus utang UMKM di bidang pertanian, peternakan, perkebunan dan… Read More

2 hours ago

Kemenkop, Kemendes, dan BGN Gotong-royong dalam Program Makan Bergizi Gratis

Jakarta - Kementerian Koperasi (Kemenkop), Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT), dan Badan… Read More

2 hours ago

Hana Bank Dorong Kunjungan Wisatawan ke Korea Selatan Lewat Cara Ini

Jakarta - PT Bank KEB Hana Indonesia (Hana Bank) menggandeng Korea Tourism Organization (KTO) untuk mendorong kunjungan wisatawan ke Korea… Read More

2 hours ago