Jakarta – Guna menghadapi dampak pelemahan sektor jasa keuangan akibat pandemi virus corona (COVID19), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendapat wewenang baru yang dapat “memaksa” bank untuk melakukan merger.
Tak tanggung-tanggung, Pemerintah pun bahkan menyiapkan sanksi paling besar Rp1 triliun untuk bank yang dengan sengaja menolak atau mengabaikan dan menghambat pelaksanaan konsolidasi.
Hal ini tertuang dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk penanganan pandemi COVID-19 dalam Rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan Stabilitas Sistem Keuangan.
“Hak merger ini supaya OJK bisa lebih pre-emptive melakukan supervisi dengan memergerkan lembaga keuangan termasuk bank, tidak dalam kondisi normal,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso saat live video conference di Jakarta, Minggu 5 April 2020.
Sejalan dengan hal tersebut, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana menyampaikan niat OJK melakukan merger agar bank yang ‘sakit’ kondisi keuangannya tidak menulari kesehatan bank lain.
“Dalam kondisi ini, bayangin kalau banyak nasabah yang minta ditunda pembayarannya pasti cashflow terganggu. Bank kecil besar sama saja, dalam situasi seperti ini bank yang sehat pun bisa ‘demam’, bisa ‘batuk’ sehingga disiapkan Perppu agar kalau ada bank yang seperti itu kita bisa melakukan penyehatan lebih awal supaya bank-bank itu tidak ganggu, tidak membuat bank lainnya tidak ganggu,” jelas Heru.
Meski begitu, Wimboh kembali menambahlan, langkah merger adalah pilihan terakhir yang akan dilakukan OJK bagi lembaga jasa keuangan yang mengalami masalah likuiditas dan permodalan di masa pelemahan akibat pandemi COVID-19 ini.
Menurutnya, OJK juga telah meminta bank sentral lebih akomodatif gune melonggarkan beban perbankan salahsatunya melalui pelonggaran GWM. Namun bilamana buffer tersebut tidak berhasil mengamankan likuiditas bank yang bermasalah, maka pada tahap berikutnya OJK akan mendorong pemilik modal mengambil solusi untuk menambah likuiditas dan permodalan.
Sebagai informasi, dalam Perpu 1 Tahun 2020 pada bab IV mengenai ketentuan sanksi, pada pasal 26, disebutkan setiap orang yang dengan sengaja mengabaikan, tidak memenuhi, tidak melaksanakan atau menghambat pelaksanaan kewenangan OJK (melakukan merger), dipidana dengan pidana dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp10 miliar atau pidana penjara paling lama 12 tahun dan pidana denda paling banyak Rp300 miliar. Sementara jika pelanggaran dilakukan oleh korporasi, akan dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp 1 triliun. (*)
Editor: Rezkiana Np
Jakarta - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) resmi membuka penjualan tiket kereta cepat Whoosh… Read More
Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus berkomitmen mendukung pengembangan sektor pariwisata berkelanjutan… Read More
Tangerang - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) meluncurkan program… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa data perdagangan saham selama periode 16-20… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat di minggu ketiga Desember 2024, aliran modal asing keluar… Read More
Jakarta - PT Asuransi BRI Life meyakini bisnis asuransi jiwa akan tetap tumbuh positif pada… Read More