Jakarta – Bank Indonesia (BI) mewajibkan perbankan untuk memenuhi Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) UMKM sebesar 20% pada Juni 2022. Hal ini dilakukan secara bertahap hingga rasionya mencapai 30% di Juni 2024.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 23/13/PBI/2021 tentang Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah yang berlaku efektif sejak 31 Agustus 2021.
Direktur Riset CORE Piter Abdullah menilai, aturan tersebut melampaui kewenangan BI sebagai bank sentral. Sebab, mengatur individu perbankan itu merupakan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kewenangan BI seharusnya untuk pengaturan secara makro, yakni mencakup kebijakan moneter hingga sistem pembayaran.
“Rasanya terlalu jauh BI mengatur, bahkan dengan memberikan sanksi kepada bank. Menurut saya di luar kewenangan BI, domain BI lebih ke pengaturan makro, tidak pada tataran mikro mengatur bagaimana bank beroperasi,” ujar Piter dalam keterangannya, Senin, 6 September 2021.
Asal tahu saja, pengaturan dan pengawasan perbankan sudah beralih ke OJK sejak 31 Desember 2013. Menurut Piter, BI seharusnya bisa mendorong penyaluran pembiayaan bank melalui instrumen moneter yang dimiliki, seperti suku bunga acuan.
“Kalau kemudian instrumen suku bunga tidak efektif, BI harusnya fokus mencari apa penyebab instrumen suku bunga tidak bisa meningkatkan penyaluran kredit. Bukan kemudian masuk ke wilayah kewenangan otoritas lain,” tuturnya.
Kepala Departemen Kebijakan Makropudensial Bank Indonesia (BI) Juda Agung sebelumnya mengatakan, bahwa perbankan wajib memenuhi RPIM UMKM sebesar 20 persen pada Juni 2022. “Perhitungannya dilakukan secara bertahap yang kemudian menjadi 25 persen pada Juni 2023 dan 30 persen di Juni 2024,” ucap Juda.
Ia menjelaskan, perluasan target pembiayaan inklusif tersebut dilakukan karena UMKM sangat berperan dalam perekonomian, dengan tingkat penyerapan tenaga kerja yang tinggi serta pangsa yang besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sehingga UMKM menjadi kunci pemulihan ekonomi nasional.
Nantinya, akan terdapat sanksi bagi bank yang tidak bisa memenuhi target RPIM tersebut, yang akan diawali dengan teguran tertulis terlebih dahulu pada Juni 2022 dan Desember 2022. Jika nantinya teguran tersebut tidak bisa dipenuhi, maka akan ada sanksi teguran tertulis dan sanksi kewajiban membayar 0,1% dikali nilai kekurangan RPIM (maksimal Rp5 miliar untuk setiap posisi pemenuhan RPIM), yang akan diberlakukan sejak Juni 2023.
Namun, sanksi RPIM akan dikecualikan untuk bank yang sedang dikenakan pembatasan kegiatan usaha seperti kredit/pembiayaan dan/atau penghimpunan dana oleh OJK, Bank Dalam Pengawasan Intensif (BDPI)/Bank Dalam Pengawasan Khusus (BDPK), serta bank perantara. (*)
Jakarta - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI mencatatkan kontribusi terhadap penerimaan negara… Read More
Jakarta - PT Astra Digital Arta (AstraPay) merespons kebijakan anyar Bank Indonesia (BI) terkait biaya Merchant Discount… Read More
Jakarta - Aplikasi pembayaran digital dari grup Astra, PT Astra Digital Arta (AstraPay) membidik penambahan total pengguna… Read More
Labuan Bajo – PT Askrindo sebagai anggota holding BUMN Asuransi, Penjaminan dan Investasi Indonesia Financial… Read More
Jakarta - Presiden Prabowo Subianto memperoleh tanda kehormatan tertinggi, yakni “Grand Cross of the Order… Read More
Jakarta – PT PLN (Persero) telah melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), pada Kamis (14/11).… Read More