News Update

Bank Sentral China Umumkan Risiko Keuangan di Tiongkok Meningkat

Hongkong – Sistem keuangan China menjadi sangat rentan. Diantara faktor penyebabnya adalah tingkat hutang yang tinggi, dan maraknya praktik shadow banking.

Gubernur bank sentral Zhou Xiaochuan baru-baru ini memberikan peringatan mengenai tingginya tingkat hutang di Tiongkok.

“Risiko laten telah terakumulasi, termasuk beberapa yang “tidak terlihat, kompleks, mendadak, menular, dan berbahaya” ujar Zhou seperti dikutip dari Bloomberg.

Kendati demikian, Zhou menyebut bahwa secara umum kesehatan sistem keuangan tetap baik. Negara, ujarnya, harus memperkuat peraturan dan membiarkan pasar melayani ekonomi riil dengan lebih baik.

Pemerintah saat ini harus membuka pasar dengan merelaksasi kontrol modal. Selain itu, pemerintah juga harus mulai mengurangi pembatasan lembaga non keuangan yang ingin beroperasi.

Dampak paling besar, jelas Zhou, adalah terjadinya kerentanan di finansial makro. “Di sektor ekonomi riil, hal ini tercermin dari hutang yang berlebihan. Sementara dalam sistem keuangan, hal ini tercermin dari kredit yang telah berkembang terlalu cepat” ujar pria berusia 69 tahun ini.

Statement Zhou ini membuat pasar saham bereaksi. Hal ini sekaligus sebagai sinyal kepada pembuat kebijakan agar tetap berkomitmen untuk mengurangi tingkat pinjaman di Tiongkok. Pasalnya, dalam tiga tahun terakhir, imbal hasil obligasi pemerintah telah melonjak ke level tertinggi dalam sepuluh tahun.

Senin lalu, imbal hasil obligasi dalam 10 tahun turun satu basis poin menjadi 3,88 persen, sementara biayanya, dalam lima tahun naik satu basis poin menjadi 3,95 persen.

Akumulasi risiko membuat indeks Hang Seng Hong Kong merosot paling dalam dan Shanghai Composite Index turun selama tiga hari berturut-turut.

“Investor sangat sensitif terhadap berita negatif karena pasar berada pada level tinggi,” kata Ben Kwong, direktur eksekutif KGI Asia Ltd. Kwong menyebut, komentar Zhou tentang risiko keuangan telah mempengaruhi sentimen.

Ekonom Bloomberg Intellegence, Tom Orlik dan Fielding Chen menilai, apa yang disampaikan Kepala PBOC ini seperti sebuah prioritas daripada sebuah tanda bahwa mereka sedang mengubah arah atau kecepatan. Tiongkok, sebutnya, mungkin saja akan sedikit beralih ke arah yang lebih ketat pada kebijakan makroprudensial, dan bukan kebijakan moneter yang akan membatasi risiko keuangan.

Selain adanya retorika sulit di Tiongkok, kredit terus menunjukkan ekspansi, dengan pembiayaan agregat melonjak ke level tertinggi menjadi 1,82 triliun yuan (US$ 274 miliar) pada September. Utang korporasi melonjak menjadi 159 persen pada 2016, dibandingkan dengan 104 persen pada 10 tahun yang lalu. Sementara keseluruhan pinjaman tercatat naik menjadi 260 persen.

Apriyani

Recent Posts

Harita Nickel Raup Pendapatan Rp20,38 Triliun di Kuartal III 2024, Ini Penopangnya

Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More

7 hours ago

NPI Kuartal III 2024 Surplus, Airlangga: Sinyal Stabilitas Ketahanan Eksternal Terjaga

Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More

8 hours ago

Peluncuran Reksa Dana Indeks ESGQ45 IDX KEHATI

Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More

9 hours ago

Pacu Bisnis, Bank Mandiri Bidik Transaksi di Ajang GATF 2024

Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More

9 hours ago

Eastspring Investments Gandeng DBS Indonesia Terbitkan Reksa Dana Berbasis ESG

Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More

11 hours ago

Transaksi Kartu ATM Makin Menyusut, Masyarakat Lebih Pilih QRIS

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More

11 hours ago