Jakarta – Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur (Bank NTT) menunjukkan performa laba yang mengesankan di 2024. Laba bersih Bank NTT melonjak 70,72 persen secara year on year (yoy) atau dari Rp110,15 miliar pada 2023 menjadi Rp188,05 miliar.
Mengutip laporan keuangan Bank NTT pada Senin, 3 Februari 2025, peningkatan laba dari bank yang dipimpin Yohanis Landu Praing sebagai Plt. direktur utama ini didorong oleh kinerja pendapatan bunga bersih yang tumbuh 4,16 persen serta penurunan beban bunga yang signifikan.
Pendapatan bunga bersih naik dari Rp1,04 triliun menjadi Rp1,08 triliun, di mana pendapatan bunga tercatat hampir stabil (naik tipis 0,48 persen) sementara beban bunga turun 6,67 persen. Hal itu memberikan kontribusi positif terhadap perbaikan net interest margin (NIM) yang meningkat dari 6,50 persen menjadi 7,02 persen.
Lebih jauh, Bank NTT juga berhasil menekan beban operasional lainnya, yang turun 4,79 persen atau dari Rp891,05 miliar menjadi Rp848,39 miliar. Penurunan beban operasional ini, meskipun tidak cukup untuk menekan rasio BOPO yang justru meningkat dari 87,07 persen ke 91,25 persen, menunjukkan bahwa bank ini tengah berupaya melakukan efisiensi dalam aktivitas operasionalnya.
Baca juga: Bank BPD Bali Kantongi Laba Bersih Rp878,47 M di 2024, Ini Faktor Penopangnya
Dari sisi pendapatan bunga, meski peningkatan nominal pendapatan bunga hanya 0,48 persen, perbaikan kinerja terjadi karena bank berhasil mengurangi beban bunga secara efektif. Hal ini tercermin dari peningkatan NIM yang merupakan indikator efektivitas pengelolaan aktiva produktif. Dengan NIM yang naik menjadi 7,02 persen, Bank NTT menunjukkan kemampuannya dalam menghasilkan margin yang lebih baik dari portofolio kreditnya.
Melihat kinerja kredit, Bank NTT mencatat peningkatan kredit dari Rp12,47 triliun menjadi Rp12,77 triliun, tumbuh 2,34 persen. Di sisi kualitas kredit, penurunan NPL Gross dari 3,44 persen menjadi 2,87 persen memberikan sinyal positif bahwa kualitas portofolio kredit semakin membaik, meskipun NPL Net relatif stabil (1,21 persen versus 1,23 persen).
Namun, pada aspek struktur modal, terdapat penurunan modal inti sebesar 6,71 persen yang mengakibatkan CAR turun dari 27,31 persen menjadi 25,35 persen. Meski demikian, tingkat kecukupan modal itu masih berada pada level yang aman.
Sementara, total aset Bank NTT susut 5,29 persen dari Rp17,32 triliun menjadi Rp16,41 triliun. Dana pihak ketiga (DPK) juga mengalami penurunan 7,05 persen meski terdapat pergeseran komposisi dana; giro turun 1,95 persen sementara tabungan naik 1,70 persen. Deposito turun signifikan sebesar 14,66 persen.
Dana mahal dari deposito yang menurun membuat struktur dana Bank NTT terlihat makin ciamik, semakin banyak diisi dana murah, tercermin dari rasio dana murah terhadap DPK yang naik dari 50,83 persen menjadi 54,86 persen.
Meskipun rasio loan to deposit ratio (LDR) Bank NTT turun dari 106,50 persen ke 96,73 persen, dengan LDR yang ideal berada di rentang 78 persen hingga 92 persen, menandakan bank seharusnya mampu menjaga likuiditas dengan cukup. Dengan demikian, meskipun LDR belum mencapai kisaran ideal, pengelolaan dana murah tetap menjadi fokus utama dalam menjaga kestabilan likuiditas.
Baca juga: Ini Dia Tiga Stimulan Pendorong BPD Bisa Berlari Kencang
Di tengah berbagai dinamika tersebut, meski ROA dan ROE mengalami penurunan masing-masing dari 1,39 persen ke 0,65 persen dan 7,92 persen ke 4,95 persen, peningkatan laba bersih mencerminkan kekuatan inti Bank NTT dalam mengelola portofolio bunga dan mengoptimalkan pendapatan.
Kinerja keuangan Bank NTT per 2024 menunjukkan bahwa dengan penyesuaian strategi pengelolaan bunga dan upaya efisiensi operasional, bank ini mampu mencatatkan pertumbuhan laba yang signifikan meskipun menghadapi tantangan dalam pengendalian rasio biaya operasional (BOPO) dan likuiditas. (*) Ari Nugroho