Kendati ada beberapa bank yang diminta memperkuat permodalan, saat ini kondisi perbankan diyakini kuat. Ria Martati
Jakarta–Pelemahan Rupiah, anjloknya pasar saham, diyakini masih belum berdampak bagi industri perbankan.
Menyikapi kondisi ekonomi yang sangat dinamis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan strest test secara periodik dan menetapkan langkah-langkah yang harus diambil apabila dari hasil stress test tersebut.
Hingga saat ini, daya tahan industri perbankan dinilai masih kuat dengan CAR 20,28% pada akhir Juni 2015 yang sebagian besar merupakan modal inti.
“Bagi bank dengan tingkat kecukupan modal bank menjadi lebih rendah dari CAR profil risiko, kami telah meminta bank tersebut untuk memperkuat permodalannya,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad di Jakarta, Senin, 24 Agustus 2015.
Ia mengatakan, meski terdapat beberapa bank yang memiliki CAR lebih rendah dari profil risiko, tingkat permodalan masih kuat untuk menahan kenaikan risiko kredit dan pasar.
“Kita lihat ada beberapa bank yang modalnya menyusut, kita komunikasikan hati-hati bagaimana mengatasi kondisi ini terjadi. Kami minta pemegang saham untuk bersiap,” sambung Kepala Ekskutif Pengawas Perbankan Nelson Tampubolon.
Nelson mengatakan, stress test dilakukan sejak dahulu dan saat ini bank juga melakukan stress test sendiri.
“Tapi kalau sekarang bank melakukan stress test banknya sendiri dan ternyata CAR menjadi tipis di atas ketentuan minimum, ya mereka harus melakukan ancang-ancang. Jadi banknya berkepentingan melakukan,” tambahnya
OJK juga menempatkan market risk specialist ke beberapa bank untuk memastikan bank yang memiliki volume transaksi valas tinggi tidak mengambil keuntungan dari kondisi pelemahan nilai tukar.
Seperti diketahui, saat ini nilai tukar Rupiah sudah melemah terlalu dalam dan di bawah nilai fundamentalnya (overshoot dan undervalued). Hari ini menurut data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) BI, sudah menembus Rp14.067/USD merosot dibanding kemarin yang di level Rp13.998/USD.
OJK juga melakukan pemantauan secara dekat terhadap indikasi kenaikan risiko kredit bank dan juga memantau kinerja debitur-debitur besar yang terekspos risiko akibat pelemahan Rupiah. Saat ini tingkat risiko kredit perbankan dinilai masih di level aman dengan rasio kredit bermasalah (NPL) secara nett tercatat 1,25% dan NPL gross sebesar 2,55%.
OJK juga terus meningkatkan koordinasi dengan anggota FKSSK untuk mengeluarkan bauran kebijakan sesuai dengan kewenangan masing-masing yang diimplementasikan secara tepat waktu dan takaran yang didukung komunikasi publik yang baik.
Sementara itu, bankir juga mengaku khawatir jika terjadi kepanikan dalam masyarakat terkait kondisi ekonomi terkini. Padahal kondisi ekonomi saat ini dinilai berbeda dari kondisi krisis 2008 lalu.
“Kita harus melakukan stress test, tapi lebih penting lagi agar semua orang, bisnis community jangan panik, karena tahun ini dan 2008 jauh berbeda, kita tidak kesana, tetapi saya takut orang panik, tidak ada masalah yang berat, jadi jangan berasumsi,” kata Direktur Keuangan PT Bank Internasional Indonesia, Tbk (BII) Thillagavalty Nadason di Jakarta, 24 Agustus 2015.(*)
@ria_martati
Jakarta – Super App terbaru dari PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI), yaitu BYOND by… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) melaporkan aliran modal asing keluar (capital outflow) dari Indonesia pada pekan kedua… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) melaporkan bahwa data perdagangan saham pada pekan 11… Read More
Jakarta – Kinerja PT Asuransi Allianz Life Syariah Indonesia atau Allianz Syariah tetap moncer di… Read More
Jakarta - PT BPR Syariah BDS berkomitmen untuk memberikan pelbagai dampak positif bagi nasabahnya di Yogyakarta dan… Read More
Denpasar--Infobank Digital kembali menggelar kegiatan literasi keuangan. Infobank Financial & Digital Literacy Road Show 2024… Read More