Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro. (Foto: Erman Subekti)
Poin Penting
Jakarta – Di tengah kondisi likuiditas perbankan yang semakin longgar, penyaluran kredit ternyata belum menunjukkan percepatan. Tim Ekonom Bank Mandiri menilai sejumlah faktor permintaan dan kehati-hatian industri masih menjadi penyebab utama tertahannya pertumbuhan kredit.
Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, mengungkapkan bahwa pelaku usaha masih menahan diri (wait and see) menambah pembiayaan baru karena ketidakpastian ekonomi global dan domestik.
Pelaku usaha disebut belum sepenuhnya yakin melakukan ekspansi, yang tecermin dari tingginya porsi kredit yang sudah disetujui namun belum dicairkan (undisbursed loan) di kisaran 25-29 persen.
Baca juga: Bank Mandiri Proyeksikan Ekonomi RI Tumbuh 5,08 Persen di Kuartal IV 2025
Laporan Office of Chief Economist Bank Mandiri menyebut bahwa kredit modal kerja, yang menyumbang 53 persen dari total portofolio kredit, ikut melambat. Penundaan ekspansi bisnis membuat kebutuhan pendanaan baru menurun.
Pada saat yang sama, penyesuaian suku bunga kredit berjalan lebih lambat dibanding penurunan BI Rate. Hal ini menyebabkan minat kredit pelaku usaha dan rumah tangga masih belum pulih optimal.
Bank juga lebih selektif memilih debitur berkualitas rendah risiko, seiring kondisi ekonomi yang dinilai belum sepenuhnya stabil. Segmen UMKM pun masih menghadapi tekanan, sehingga kontribusinya pada pertumbuhan kredit belum signifikan.
Menurut laporan tersebut, banyak perusahaan besar memilih menggunakan kas internal untuk membiayai kebutuhan operasional daripada mengambil kredit baru.
Meski demikian, Andry melihat prospek kredit akan membaik. Ia menyebut meredanya tensi geopolitik global, pelemahan dolar AS, serta pelonggaran moneter dalam negeri sebagai katalis positif bagi arus modal dan permintaan kredit.
Perbaikan belanja pemerintah dan inflasi yang berada dalam target Bank Indonesia juga disebut mendukung pemulihan daya beli dan kredit konsumsi.
“Memasuki 2026, arah kebijakan pemerintah sudah semakin terang. Sepanjang semester II 2025, kebijakan yang ditempuh terlihat jelas, sehingga memasuki 2026 sudah ada kejelasan,” kata Andry.
Baca juga: UMKM Belum Wajib Serahkan Laporan Keuangan ke Kemenkeu, Ini Penjelasan Purbaya
Ia berharap konsistensi kebijakan fiskal pemerintah hingga akhir 2025 dapat mempercepat ekspansi kredit tahun depan.
Data Bank Mandiri menunjukkan pertumbuhan kredit pada Oktober 2025 melambat menjadi 7,36 persen secara tahunan, turun dari 7,70 persen pada periode sebelumnya. Secara year-to-date (ytd), pertumbuhan kredit mencapai 4,96 persen, lebih rendah dibanding 7,04 persen ytd pada periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 11,48 persen secara tahunan, ditopang oleh peningkatan likuiditas dari sektor swasta serta insentif pemerintah dan Bank Indonesia. Stabilitas likuiditas perbankan tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) yang berada di level 84,26 persen. (*)
Poin Penting Pertamina EP memperkuat praktik keberlanjutan dan transparansi, yang mengantarkan perusahaan meraih peringkat Bronze… Read More
Poin Penting Konsumsi rumah tangga menguat jelang akhir 2025, didorong kenaikan penjualan ritel dan IKK… Read More
Poin Penting Livin’ Fest 2025 resmi digelar di Denpasar pada 4-7 Desember 2025, menghadirkan 115… Read More
Poin Penting Rupiah berpotensi menguat didorong ekspektasi kuat pasar bahwa The Fed akan memangkas suku… Read More
Poin Penting RBC dan RKI TUGU melampaui industri, masing-masing di 360,9% dan 272,6%, menunjukkan kesehatan… Read More
Poin Penting Pembiayaan perbankan syariah diproyeksi tumbuh dua digit pada 2025–2026, masing-masing menjadi Rp709,6 triliun… Read More