Jakarta – Bank Dunia memproyeksikan harga komoditas global akan jatuh ke titik terendah dalam lima tahun pada 2025. Penurunan tajam tersebut utamanya disebabkan adanya kelebihan pasokan minyak dari konflik yang meluas di Timur Tengah dan juga permintaan yang lesu dari China.
“Tahun depan, pasokan minyak global diperkirakan akan melebihi permintaan dengan rata-rata 1,2 juta barel per hari. Sebuah kelebihan yang hanya terjadi dua kali sebelumnya selama penutupan akibat pandemi pada tahun 2020 dan jatuhnya harga minyak pada tahun 1998,” tulis Bank Dunia dalam laporan teranyarnya tentang pasar komoditas global, Kamis, 31 Oktober 2024.
Di China, permintaan minyak melemah sejak 2023, seiring perlambatan produksi industri dan peningkatan penjualan kendaraan listrik serta truk berbahan bakar gas alam cair (LNG).
Baca juga : Kebijakan Penghapusan Utang, Wamenkop Dorong Solusi Kredit Lewat Koperasi
Selain itu, beberapa negara yang bukan anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak atau sekutunya (OPEC) diperkirakan akan meningkatkan produksi minyaknya.
“OPEC sendiri mempertahankan kapasitas cadangan yang signifikan, yaitu sebesar 7 juta barel per hari, hampir dua kali lipat dari jumlah pada saat menjelang pandemi pada tahun 2019,” tambah Bank Dunia.
Sementara itu, Bank Dunia juga memperkirakan harga pangan global akan turun sebesar 9 persen pada 2024 dan bertambah sebesar 4 persen pada 2025. Hal ini masih akan membuat harga pangan hampir 25 persen di atas rata-rata pada 2015 hingga 2019.
Adapun harga energi diperkirakan akan turun sebesar 6 persen pada 2025 dan tambahan 2 persen pada 2026. Turunnya harga pangan dan energi akan memudahkan bank sentral untuk mengendalikan inflasi.
Baca juga : Kinerja Bank Maspion Imresif di September 2024, Laba dan Kredit Tumbuh Double Digit
Namun, meningkatnya konflik bersenjata dapat mempersulit upaya tersebut karena mengganggu pasokan energi dan menaikkan harga pangan dan energi.
“Penurunan harga komoditas dan kondisi pasokan yang lebih baik dapat menjadi penyangga terhadap guncangan geopolitik,” kata Indermit Gill, Kepala Ekonom dan Wakil Presiden Senior Grup Bank Dunia.
“Tetapi hal ini tidak akan berbuat banyak untuk meringankan penderitaan akibat tingginya harga pangan di negara-negara berkembang di mana inflasi harga pangan mencapai dua kali lipat dibandingkan di negara-negara maju. Harga tinggi, konflik, cuaca ekstrem, dan guncangan lainnya telah membuat lebih dari 725 juta orang mengalami kerawanan pangan pada tahun 2024,” pungkasnya. (*)
Editor: Yulian Saputra
Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa investor asing tidak ada yang berminat… Read More
Jakarta – PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk (WOM Finance) menargetkan untuk membuka 7 cabang baru… Read More
Labuan Bajo - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) berencana akan melangsungkan grand launching dari instrumen investasi… Read More
Jakarta – Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya mengoptimalkan aset lahan yang dimilikinya dengan… Read More
Jakarta – Kinerja Bank Papua cukup mengesankan di September 2024. Bank yang dipimpin Yuliana D.… Read More
Jakarta - PT FWD Insurance Indonesia (FWD Insurance) meluncurkan produk teranyar, yakni FWD Tomorrow Protection.… Read More