Jakarta – Bank Dunia (World Bank) memangkas proyeksikan pertumbuhan ekonomi global 2019 menjadi 2,9 persen, atau direvisi turun dari 3 persen dari proyeksi sebelumnya. Menurunnya proyeksi pertumbuhan ekonomi global di 2019 ini di tengah bertambahnya risiko terhadap pertumbuhan.
Menurut Bank Dunia, aktivitas perdagangan dan manufaktur internasional yang tengah melemah, ditambah pula dengan ketegangan perang dagang yang masih terjadi, dan beberapa pasar negara berkembang besar yang mengalami tekanan pasar keuangan substansial, telah memicu bertambahnya risiko terhadap pertumbuhan.
“Pada awal 2018 ekonomi global sedang berjalan dengan cepat, namun kehilangan kecepatan pada tahun tersebut dan perjalanan dapat lebih bergejolak pada tahun kedepan,” ujar World Bank Chief Executive Officer Kristalina Georgieva seperti dikutip di Jakarta, Kamis, 10 Januari 2019.
Sementara di sisi lain, menurut Global Economic Prospects edisi Januari 2019 juga menunjukkan, bahwa pertumbuhan di antara ekonomi maju diperkirakan akan turun menjadi 2 persen di tahun ini.
Melambatnya permintaan eksternal, meningkatnya biaya pinjaman, dan ketidakpastian kebijakan yang terus-menerus diperkirakan akan membebani prospek pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang yang diperkirakan akan tetap tumbuh stabil di 4,2 persen. Angka ini merupakan angka lebih lemah dari yang diperkirakan tahun ini.
“Ketika tantangan ekonomi dan keuangan menguat untuk negara berkembang, kemajuan dunia dalam mengurangi kemiskinan ekstrem dapat terancam. Untuk menjaga momentum, negara-negara perlu untuk berinvestasi pada manusia, mendorong pertumbuhan yang inklusif, dan membangun masyarakat yang tangguh,” ucapnya.
Kenaikan ekspor komoditas telah stagnan, sementara aktivitas import komoditas melambat. Pertumbuhan per kapita tidak akan cukup untuk mempersempit kesenjangan pendapatan dengan ekonomi maju di sekitar 35 persen. Pangsa ekonomi negara berkembang pada 2019, meningkat menjadi 60 persen di negara-negara yang dipengaruhi oleh kerapuhan, konflik, dan kekerasan.
Menurutnya, pengetatan biaya pinjaman yang lebih tajam dapat menekan aliran masuk modal dan menyebabkan pertumbuhan lebih lambat di banyak pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang. Peningkatan utang publik dan swasta di juga dapat meningkatkan kerentanan terhadap perubahan kondisi keuangan dan sentimen pasar.
Sementara itu, ketegangan perdagangan yang lebih intensif dapat mengakibatkan pertumbuhan global yang lebih lemah dan mengganggu rantai nilai yang saling terhubung secara global. Pertumbuhan ekonomi yang kuat sangat penting untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan bersama.
“Ketika prospek ekonomi global menurun, memperkuat perencanaan untuk keadaan darurat, memfasilitasi perdagangan, dan meningkatkan akses keuangan akan sangat penting untuk menavigasi ketidakpastian saat ini dan memperkuat pertumbuhan,” tambah World Bank Group Vice President for Equitable Growth, Finance and Institutions, Ceyla Pazarbasioglu. (*)
Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More
Suasana saat penyerahan sertifikat Predikat Platinum Green Building dari Green Building Council Indonesia (GBCI) Jakarta.… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) melaporkan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Oktober 2024 mencapai Rp8.460,6 triliun,… Read More
Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menolak rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi… Read More
Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Jumat, 22 November 2024, ditutup… Read More