Jakarta – Kolapsnya sejumlah bank-bank besar di Amerika Serikat (AS) hingga Eropa seperti Silicon Valley Bank (SVB), Signature Bank, dan Silvergate Bank akibat ketidakpastian ekonomi pasca pandemi Covid-19 yang berimbas pada kenaikan suku bunga acuan dan jatuhnya aset kripto, menjadikan industri perbankan dalam negeri harus waspada dalam menjaga kecukupan modalnya. Meskipun, kondisi perbankan Indonesia dinilai kuat dalam menghadapi ancaman krisis.
Praktisi Perbankan BUMN dan Peneliti lembaga ESED Chandra Bagus Sulistyo mengatakan, dampak terhadap perbankan di Indonesia dari keguguran bank-bank di AS dan Eropa tidak akan berdampak secara langsung, apalagi di tambah dengan kinerja likuiditas bank yang baik serta pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup kuat.
“Dampaknya terjadi secara tidak langsung, kita syukur Alhamdulillah posisi perekonomian Indonesia cukup kuat, apalagi perbankan telah belajar dari pengalaman tahun 1998 dimana perbankan Indonesia cukup stabil,” ujar Chandra saat dihubungi infobanknews, Senin, 27 Maret 2023.
Bila menilik tingkat permodalan bank-bank besar di Indonesia terlihat masih sangat kuat. Tercermin dari rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) mereka yang meningkat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat hingga Januari 2023 CAR perbankan berada di level 25,93%, dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 25,63%.
Kemudian, likuiditas industri perbankan di awal 2023 masih di atas threshold dengan rasio-rasio likuditas yang terjaga. Rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) pada Januari 2023 masing-masing tercatat sebesar 129,64% dan 29,13%, jauh di atas ambang batas ketentuan masing-masing sebesar 50% dan 10%.
“Aset perbankan juga terjaga pada komposisi yang proposional Dana Pihak ketiga yang di dominasi oleh current account and saving account (CASA) atau dana murah semakin meningkat sehingga tidak sensitif terhadap pergerakan suku bunga,” jelasnya.
Selain itu, risiko kredit juga terjaga dengan rasio NPL net perbankan sebesar 0,76% pada januari 2023 dan NPL gross sebesar 2,59%, serta Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Januari 2023 tercatat tumbuh sebesar 8,03%.
“Demikian juga untuk kinerja lainnya, seperti risiko kredit, risiko pasar, permodalan, dan profitabilitas masih terjaga dan tumbuh positif. Ini yang menjadi angin segar bagi perbankan kita dalam menghadapi kondisi ancaman yang ada,” ungkap Chandra. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra
Jakarta - Kinerja fungsi intermediasi Bank Jasa Jakarta (Bank Saqu) menunjukkan hasil yang sangat baik… Read More
Jakarta - Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmen Indonesia untuk mendukung upaya PBB dalam mewujudkan perdamaian dan keadilan internasional. Termasuk… Read More
Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat outstanding paylater atau Buy Now Pay Later (BNPL) di perbankan… Read More
Jakarta - Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menargetkan jumlah agen asuransi umum mencapai 500 ribu… Read More
Jakarta – Di tengah fenomena makan tabungan alias mantab akhir-akhir ini, pertumbuhan antara ‘orang-orang tajir’… Read More
Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut tren pertumbuhan UMKM cenderung melambat, sejalan dengan risiko kredit UMKM… Read More