Headline

Bahaya Laten Revisi UU P2SK: Independensi Otoritas Keuangan Dikorbankan Demi “Libido” Kekuasaan?

Oleh Eko B. Supriyanto, Pimpinan Redaksi Infobank Media Group

REVISI Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang membuka ruang bagi pemerintah untuk memberhentikan Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di tengah jalan bukan sekadar perubahan administratif. Ini adalah sebuah kemunduran monumental yang mengancam fondasi stabilitas ekonomi Indonesia ke depan. Hari-hari ini “libido” kekuasaan sedang tinggi-tingginya.

Bahkan, revisi pasal pemberhentian ini, secara halus namun pasti, menjerat dan menjadi “teror” otoritas keuangan Indonesia dalam jerat politik kekuasaan. Pasal “pemberhentian” telah melucuti independensi yang menjadi napas dan tameng utama perekonomian rakyat.

Lihatlah sejarah kelam bangsa-bangsa yang mengorbankan independensi bank sentralnya di altar kekuasaan. Menurut catatan Infobank Institute, selama ini telah disuguhi pelajaran berdarah yang seharusnya menjadi cermin, justru malah dijadikan blueprint.


Turki di bawah Presiden Erdoğan. Di Turki, Presiden Erdoğan memaksakan teori heterodoksnya—bahwa suku bunga tinggi menyebabkan inflasi—dengan memecat tiga Gubernur Bank Sentral dalam dua tahun. Hasilnya? Lira merosot, inflasi menyentuh 85 persen, dan daya beli rakyat hancur. Bank sentral yang seharusnya menjadi penjaga nilai uang, direduksi menjadi “jongos” politik yang hanya bisa mengangguk atas perintah istana. Apakah ini model yang ingin kita tiru?

Bank Sentral Argentina & Venezuela telah menjadi mesin cetak uang. Pemerintah Argentina menjadikan bank sentralnya sebagai mesin cetak uang untuk menutupi defisit fiskal, menghasilkan inflasi kronis di atas 100 persen dan kepercayaan internasional yang runtuh. Sementara Venezuela, di bawah kendali penuh eksekutif, mencetak uang hingga terjadi hiperinflasi, menghancurkan perekonomian dan memicu eksodus massal. Inikah masa depan yang kita inginkan?

Bahkan Hungaria di bawah Orbán menunjukkan bagaimana perubahan undang-undang untuk melemahkan gubernur bank sentral dan mengalihkan cadangan devisa untuk kepentingan fiskal, berujung pada erosi kredibilitas di mata investor. Hal ini dianggap sebagai upaya untuk “membagi” kekuasaan gubernur dan memastikan kebijakan bank sentral sejalan dengan agenda pemerintah.

Saat itu, Pemerintah Hungaria memaksa bank sentral untuk memindahkan cadangan devisanya ke badan fiskal pemerintah untuk menutupi defisit anggaran, sebuah langkah yang dinilai banyak ekonom sebagai pelanggaran terhadap prinsip independensi. Meski tidak separah Turki atau Argentina, langkah-langkah ini menurunkan kredibilitas Bank Sentral Hungaria di mata investor internasional dan menimbulkan kekhawatiran tentang stabilitas jangka panjang.

Pelajaran Pahit Indonesia

Skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan krisis 1998 adalah pelajaran penting bagi perjalanan perbankan Indonesia. Indonesia sendiri punya catatan kelam. Di era Orde Baru, BI yang tak berdaulat dipaksa menyalurkan BLBI kepada bank-bank konglomerat bermasalah akibat “bekingan” politik. Hasilnya?

Krisis 1998 yang memorak-porandakan ekonomi dan meninggalkan kerugian negara triliunan rupiah. Nilai tukar rupiah terbakar hingga Rp16.900 dari Rp2.500 per dolar US, dengan inflasi 77,6 persen dengan suku bunga kisaran 70 persen, pertumbuhan ekonomi minus hingga terdalam (minus 13,13 persen). Juga, bank-bank dan perusahaan bankrut disertai kerusuhan sosial, dan akhirnya terjadi perubahan politik dari Orde Baru ke Orde Reformasi.

Menurut catatan Biro Riset Infobank untuk menyehatkan bank-bank ketika krisis perbankan tahun 1997-1998 dengan dana sebesar Rp640,9 triliun, yaitu untuk program BLBI sebesar Rp144,5 triliun, program penjaminan Rp53,8 triliun, penjaminan Bank Exim Rp20 triliun dan program rekapitalisasi Rp422,6 triliun.

Apakah sudah lupa bagaimana mahalnya harga yang harus dibayar ketika otoritas moneter kehilangan tulang punggungnya?

Revisi UU P2SK ini adalah pintu masuk menuju repetisi bencana yang sama. Dengan ancaman pemberhentian sepihak, Gubernur BI, Ketua OJK, dan Ketua LPS akan berubah dari pelayan kepentingan publik menjadi “pesuruh” kekuasaan.

Menurut catatan Infobank Institute dalam sebuah diskusi terbatas, ada beberapa hal ketika terjadi pelunturan independensi otoritas keuangan. Ada bahaya laten revisi UU P2SK dengan mengorbankan independensi otoritas keuangan demi “libido” kekuasaan?

Satu, kebijakan moneter akan dibajak. Suku bunga bisa dipaksa rendah secara artifisial menjelang pemilu untuk menciptakan eufora ekonomi semu, meski inflasi mengancam di depan mata. Langkah burden sharing merupakan ketidak-independent BI secara halus.

Dua, pengawasan sektor keuangan akan dilumpuhkan. Setelah revisi UU P2SK ini OJK bisa ditekan untuk melunak dalam mengawasi bank-bank bermasalah yang dekat dengan kekuasaan, menumpuk bom waktu krisis sistemik. Hal ini bisa mengulang pada masa krisis 1998.

Tiga, fungsi penjamin LPS akan “tergadaikan”. Artinya, LPS bisa dipaksa mengambil alih bank gagal secara tidak transparan, menggunakan uang premi dari bank-bank sehat untuk menyelamatkan kegagalan yang dipolitisasi.

Seorang Gubernur BI pernah mengatakan kepada Infobank, ”Jika pemerintahan kuat dengan DPR kuat, maka kita perlu BI yang independen, sebaliknya jika pemerintah lemah maka diperlukan bank sentral yang independent,” katanya beberapa waktu lalu.

Kondisi sekarang, Pemerintahan sangat kuat dengan DPR yang hanya menjadi stempel pemerintah. Plus lembaga yudikatif masih menjadi alat pemerintah untuk pembersihan musuh-musuh politik, maka disimpulkan Pemerintah saat ini kuat dan sangat kuat, maka diperlukan otoritas keuangan yang independen.

Nah, jika BI, OJK, dan LPS sepenuhnya berada di bawah kendali Presiden, hal ini dapat mengakibatkan hilangnya independensi dan otonomi operasional lembaga tersebut. Ini berpotensi membahayakan kemampuan mereka untuk menjaga stabilitas harga dan mengawasi lembaga keuangan secara prudensial tanpa campur tangan politik.

Bahkan, konsolidasi ini akan menimbulkan risiko konflik tujuan kebijakan, karena tujuan politik dan fiskal Presiden mungkin tidak sejalan dengan kebutuhan akan kebijakan moneter yang independen atau pengawasan keuangan yang cermat. Bahkan, dengan kualitas DPR yang “tunduk” kepada pemerintah menjadi “pupuk” intervensi kebijakan BI, OJK, dan LPS.

Menurut pembuat revisi UU P2SK — dimaksudkan untuk meningkatkan koordinasi, namun hal ini dapat mengakibatkan bank sentral terpaksa melakukan tindakan yang memonetisasi utang. Bahkan, bisa terlibat dalam pinjaman berisiko, yang membahayakan mandatnya untuk stabilitas harga dan meningkatkan paparannya terhadap risiko keuangan dan reputasi.

Adanya klaim “koordinasi” akan membaik boleh jadi adalah ilusi. Koordinasi macam apa yang terjadi ketika satu pihak memegang pisau di leher pihak lain? Yang lahir bukan koordinasi, melainkan kepatuhan paksa. Padahal, perubahan UU P2SK ini ibarat sedang bermain api.

Sebab, stabilitas harga, nilai tukar rupiah, dan kesehatan sistem keuangan yang telah susah payah dibangun pasca-reformasi 1998, bisa luluh lantak dalam sekejap. Investor asing akan kabur, pasar keuangan panik, dan yang paling menderita adalah rakyat kecil yang menjadi korban utama ketika inflasi melonjak dan tabungannya tidak berarti lagi.

Revisi UU P2SK yang mengancam independensi BI, OJK, dan LPS bukanlah kemajuan, melainkan “pengkhianatan” terhadap amanat reformasi dan cengkraman kekuasaan yang membahayakan kedaulatan ekonomi nasional. Jangan biarkan krisis-krisis di negara lain dan sejarah kelam kita sendiri terulang. Sudah saatnya kita bersiap-siap melakukan mitigasi risiko terhadap UU P2SK tentang pasal “pengebirian” otoritas keuangan yang berbahaya ini!

Jangan sampai sejarah kelam BLBI tahun 1998 terulang kembali.

Galih Pratama

Recent Posts

Berpotensi Dipercepat, LPS Siap Jalankan Program Penjaminan Polis pada 2027

Poin Penting LPS membuka peluang percepatan implementasi Program Penjaminan Polis (PPP) dari mandat 2028 menjadi… Read More

6 hours ago

Program Penjaminan Polis Meningkatkan Kepercayaan Publik Terhadap Industri Asuransi

Berlakunya Program Penjaminan Polis (PPP) yang telah menjadi mandat ke LPS sesuai UU No. 4… Read More

7 hours ago

Promo Berlipat Cicilan Makin Hemat dari BAF di Serba Untung 12.12

Poin Penting BAF gelar program Serba Untung 12.12 dengan promo besar seperti diskon cicilan, cashback,… Read More

9 hours ago

BNI Dorong Literasi Keuangan dan UMKM Naik Kelas Lewat Partisipasi di NFHE 2025

Poin Penting BNI berpartisipasi dalam NFHE 2025 untuk memperkuat literasi keuangan dan mendorong kesehatan finansial… Read More

10 hours ago

wondr BrightUp Cup 2025 Digelar, BNI Perluas Dukungan bagi Ekosistem Olahraga Nasional

Poin Penting BNI menggelar wondr BrightUp Cup 2025 sebagai ajang sportainment yang menggabungkan ekshibisi olahraga… Read More

10 hours ago

JBS Perkasa dan REI Jalin Kerja Sama Dukung Program 3 Juta Rumah

Poin Penting JBS Perkasa dan REI resmi bekerja sama dalam penyediaan pintu baja Fortress untuk… Read More

13 hours ago