Internasional

Bahaya! Angka Usia Produktif di Tiongkok Menyusut Hingga 61,3 Persen

Jakarta – Tiongkok tengah dihadapkan dengan penurunan angka populasi yang berada di usia produktif, yakni usia 16-59 tahun. Melansir CNBC pada Jumat, 19 Januari 2024, masyarakat di jenjang usia produktif mencapai 61,3 persen dari populasi Tiongkok secara keseluruhan.

Berdasarkan data dari Biro Statistik Nasional Tiongkok, jumlah tersebut turun 0,7 persen dari tahun sebelumnya. Dengan demikian, jumlah penduduk yang bisa menopang perekonomian Negeri Tirai Bambu ini akan semakin turun. Ini diperburuk dengan fakta bahwa peristiwa ini sudah terjadi sejak 2011 silam.

Baca juga: China Masih jadi Negara Tujuan Utama Ekspor Komoditas RI, Jenis Ini Paling Mendominasi

Kasus ini dibarengi juga dengan penurunan populasi Tiongkok secara keseluruhan, yang jumlahnya mencapai 2 juta jiwa, kini menjadi 1,39 miliar jiwa. Penurunan populasi ini sudah terjadi selama 2 tahun beruntun, di mana pada awal 2023, jumlah penduduk Tiongkok turun sebesar 850 ribu jiwa.

Negara ini mengalami penuaan dengan cepat, karena semakin sedikit orang yang memiliki anak dan meningkatnya angka harapan hidup. Angka kelahiran menurun, meskipun ada pemerintah untuk mulai melonggarkan pembatasan rumah tangga yang hanya boleh menampung satu anak dalam 10 tahun terakhir.

Di sisi lain, populasi produktif di Tiongkok juga kesulitan memperoleh pekerjaan. Data menunjukkan bahwa angka pengangguran usia produktif di sana melebihi 20 persen, mencatat rekor tersendiri.

Hal ini sempat membuat mereka melakukan kalkulasi ulang, hingga akhirnya menemukan kalau angka pengangguran di sana rupanya “hanya” mencapai 5,1 persen. Data diperoleh usai Biro Statistik Nasional Tiongkok mengecualikan orang-orang yang masih bersekolah, atau sekitar 60 persen orang berusia 16 hingga 24 tahun.

Baca juga: Paling Langka di Dunia! China Temukan Golongan Darah Tipe P

“Menyusutnya populasi usia kerja serta perubahan struktural dalam dinamika permintaan pasokan tenaga kerja mempercepat penerapan teknologi, mulai dari otomatisasi dan robotika hingga digitalisasi dan AI. Ini bertujuan memenuhi kebutuhan tenaga kerja dan meningkatkan produktivitas sekaligus menghemat biaya,” ungkap analis UBS, yang merupakan perusahaan analisis asal Swiss.

Meskipun begitu, UBS juga mencatat masih ada peluang bagi Tiongkok untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerjanya. Beberapa langkah yang bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan pendidikan kejuruan, memanfaatkan kelebihan pasokan tenaga kerja di pedesaan, dan menaikkan usia pensiun. (*) Mohammad Adrianto Sukarso

Galih Pratama

Recent Posts

Tingkatkan Standar Privasi Tertinggi, Allianz Life Indonesia Raih ISO 27701

Jakarta - Allianz Life Indonesia dan Allianz Utama Indonesia meraih sertifikasi terkait keamanan data pribadi,… Read More

6 hours ago

Bank Indonesia Pastikan Libur Operasional di Hari Pilkada 27 November 2024

Jakarta – Kegiatan operasional Bank Indonesia ditiadakan pada hari Pemungutan Suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Rabu, 27… Read More

6 hours ago

KPEI Catat Transaksi CCP PUVA Capai USD168 Juta per Akhir Oktober 2024

Jakarta - PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) sebagai Central Counterparty Pasar Uang dan Valuta… Read More

12 hours ago

Analis Rekomendasikan Buy Saham BBNI, Ini Alasannya!

Jakarta - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI melalui aplikasi wondr by BNI… Read More

12 hours ago

OJK: Peringkat Corporate Governance RI Masih di Bawah Vietnam

Jakarta - Meski masuk jajaran negara G-20 atau negara dengan ekonomi terbesar, Indonesia rupanya masih… Read More

13 hours ago

Gapensi Tolak Keras PPN 12 Persen: Bisa Perlambat Proyek Pemerintah

Jakarta – Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) menolak rencana pemerintah menaikkan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) menjadi… Read More

13 hours ago