Babak Lanjut Perang Tarif China-AS, Giliran Cina Naikkan Tarif

Jakarta – Perang dagang antara China dan AS terus memanas. China mengancam AS dengan mengenakan tarif impor tambahan sebesar USD75 miliar terhadap barang-barang Amerika, termasuk kedelai, mobil dan minyak.

Mengutip bloomberg.com, Minggu, 25 Agustus 2019, hal tersebut akan dilakukan pihak China mulai awal September dan sisanya pada 15 Desember.

Tindakan yang dilakukan pihak China ini menjadi pukulan telak buat Trump, karena kondisi tersebut sangat berpengaruh ke ekonomi di wilayah Amerika bagian barat tengah dan Selatan yang notabene, wilayah tersebut merupakan kantong suara politik Trump.

Kondisi industri dan pertanian diwilayah tersebut saat ini sedang menunjukan perlambatan, dimana harga kedelai merosot ke level terendah dalam dua minggu ini.

Langkah ini pun menarik reaksi tajam dari Trump.”Kami tidak membutuhkan China dan, sejujurnya, akan jauh lebih baik tanpa mereka,” bunyi tweet Trump seperti dikutip dari Bloomberg.

Dengan kondisi tersebut beberapa perusahaan otomotif, Tesla Inc, Daimler AG Jerman dan BMW AG terkena imbas. Saham kedua perusahaan Jerman turun lebih dari 2% di Frankfurt, sementara Tesla turun 2,2% di New York.

BMW dan Daimler mengirimkan sejumlah besar kendaraan sport dari pabrik di South Carolina dan Alabama ke China, sementara Tesla belum membuat mobil listriknya di negara ini.

Seperti dikutip dari Bloomberg, saham A.S. jatuh bersamaan dengan imbal hasil Treasury dan harga minyak. Mata uang pasar berkembang juga menurun, sementara yen dan emas naik.

Rencananya, kenaikan tarif sebesar 10 persen berlaku untuk daging babi, sapi, dan ayam, dan berbagai barang pertanian lainnya, sementara kedelai akan dikenai tarif tambahan 5%. Mulai bulan Desember, gandum, sorgum, dan kapas juga akan dikenai tarif 10%.

Dikabarkan, Cina juga akan mengenakan retribusi 5% pada minyak.

Cina menyatakan bahwa setiap tarif baru dari AS akan dibalas. AS mengatakan akan mengenakan tarif 10% pada sekitar US$110 miliar barang-barang Cina mulai 1 September dan retribusi yang sama sebesar US$ 160 miliar pada 15 Desember.

Sementara China menghentikan pembelian barang-barang pertanian dan membiarkan yuan melemah.

Dikabarkan, delegasi Tiongkok tetap berpegang teguh pada rencana mereka untuk melakukan perjalanan ke AS pada bulan September untuk pertemuan tatap muka, yang dapat menawarkan kesempatan untuk penangguhan hukuman lebih lanjut. A.S. masih berharap agar kunjungan itu terjadi, yaitu bertemu dengan penasihat ekonomi Trump, Larry Kudlow.

“Kita masih berencana untuk meminta tim Tiongkok datang ke Washington D.C. untuk melanjutkan negosiasi.Saya tidak ingin memprediksi, tetapi kita akan lihat,” kata Kudlow pada hari Kamis di Washington, seperti dikutip dari Fox Business. (*)

Dwitya Putra

Recent Posts

Per September 2024, Home Credit Membantu Distribusi Produk Asuransi ke 13 Juta Nasabah

Jakarta - Perusahaan pembiayaan PT Home Credit Indonesia (Home Credit) terus berupaya meningkatkan inklusi keuangan… Read More

5 hours ago

Berkat Hilirisasi Nikel, Ekonomi Desa Sekitar Pulau Obin Tumbuh 2 Kali Lipat

Jakarta - Hilirisasi nikel di Pulau Obi, Maluku Utara membuat ekonomi desa sekitar tumbuh dua… Read More

6 hours ago

Menkop Budi Arie Dukung Inkud Pererat Kerja Sama dengan Cina-Malaysia di Pertanian

Jakarta - Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi mendukung langkah Induk Koperasi Unit Desa (Inkud)… Read More

6 hours ago

Ajak Nasabah Sehat Sambil Cuan, BCA Gelar Runvestasi

Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) untuk pertama kalinya menggelar kompetisi Runvestasi pada… Read More

7 hours ago

IHSG Ambles hingga Tembus Level 7.200, Ini Tanggapan BEI

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memberi tanggapan terkait penutupan Indeks Harga Saham Gabungan… Read More

7 hours ago

BEI Gelar CMSE 2024, Perluas Edukasi Pasar Modal ke Masyarakat

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama Self-Regulatory Organization (SRO), dengan dukungan dari Otoritas… Read More

7 hours ago