Awas, Setiap Resesi Likuiditas Pasar Saham Anjlok 10%

Jakarta – Selama periode resesi umumnya likuiditas pasar saham turun sebesar 10% secara rata-rata. Estimasi laba juga mengalami revisi sebesar 5%-10% secara gradual. Sementara, rata-rata penurunan IHSG berkisar 6%-38%.
 
“Jadi, IHSG bisa menjadi salah satu indikator atas ekspektasi pasar terhadap kejadian di masa depan,” demikian pandangan Syailendra Research dalam market insight atas beberapa resesi di masa lalu yang disampaikan kepada Infobanknews, 24 Januari 2023.
 
Per posisi terakhir, likuiditas IHSG telah menurun 57% dan kinerja laba telah menurun 4% yang diikuti penurunan IHSG sebesar 7% dari level tertinggi. “Hal ini menandakan setidaknya shallow recession telah tercermin di harga pasar saat ini. Namun, resesi yang lebih dalam dapat memberikan downside risk di pasar,” tulisnya.

Sebanyak 5 dari 7 resesi yang tercatat dalam 10 tahun terakhir berdampak negatif secara signifikan terhadap imbal hasil IHSG.

Ketujuh resesi dalam catatan Syailendra Reseach yakni krisis akibat devaluasi Yuan (2014), devaluasi Yuan dan berakhirnya quantitatif easing (QE) (2015), berakhirnya EQ (2017), perang dagang AS dan berakhirnya QE (2017), perang dagang AS dan berakhirnya QE (2018). Resesi akibat Covid-19 (2020), pemberlakuan kembali lockdown (2020).

Penurunan IHSG terdalam terjadi pada masa resesi akibat Covid-19 periode 24 Oktober 2019 hingga 24 Maret 2020 sebesar 37,89%. Disusul resesi akibat devaluasi Yuan periode 7 April 2015 hingga 28 September 2015 sebesar 25,40% dan resesi akibat perang dagang AS periode 19 Februari 2018 hingga 5 September 2018 sebesar 15,04%.

Dalam pandangan Syailendra Research, penurunan likuiditas dan kinerja laba mencerminkan penurunan sentimen investor terhadap IHSG. Sulit untuk mengetahui titik terendah dari suatu resesi akibat tingginya ketidakpastian ekonomi.

Terlihat Harga IHSG saat ini telah mencerminkan risiko atas shallow recession. “Dalam menungggu perkembangan pasar, reksadana pendapatan tetap dapat memberikan imbal hasil relatif lebih stabil,” tulisnya.

Menjelang periode resesi, terdapat downside risk yang perlu diantisipasi oleh investor terutama di pasar saham. Secara historis, terjadi crash di pasar saham (IHSG) menjelang periode resesi.

Hal tersebut memperlihatkan, pelaku pasar merefleksikan ekpektasinya mengenai kondisi ekonomi di masa depan di pasar saham sehingga pasar saham dapat digunakan sebagai alat navigasi pada periode resesi. (*) DW

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Jasindo Ingatkan Pentingnya Proteksi Rumah dan Kendaraan Selama Libur Nataru

Poin Penting Menurut Asuransi Jasindo mobilitas tinggi memicu potensi kecelakaan dan kejahatan, sehingga perlindungan risiko… Read More

18 hours ago

Presiden Prabowo Tegaskan Komitmen Selamatkan Kekayaan Negara

Poin Penting Pemerintah menyelamatkan lebih dari Rp6,6 triliun keuangan negara, sebagai langkah awal komitmen Presiden… Read More

18 hours ago

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatra

Poin Penting Bank Mandiri menerapkan perlakuan khusus kredit bagi debitur terdampak bencana di Aceh, Sumut,… Read More

19 hours ago

Kredit BNI November 2025 Tumbuh di Atas Rata-rata Industri

Poin Penting BNI menyalurkan kredit Rp822,59 triliun per November 2025, naik 11,23 persen yoy—melampaui pertumbuhan… Read More

20 hours ago

Cek Jadwal Operasional BSI Selama Libur Nataru 2025-2026

Poin Penting BSI menyiagakan 348 kantor cabang di seluruh Indonesia selama libur Natal 2025 dan… Read More

20 hours ago

Update Harga Emas Hari Ini: Galeri24 dan UBS Kompak Merosot, Antam Naik

Poin Penting Harga emas Pegadaian turun jelang libur Nataru 2025/2026, dengan emas Galeri24 turun Rp22.000… Read More

23 hours ago