Oleh Karnoto Mohamad, Wakil Pemimpin Redaksi Infobank
PARA bankir harus mengencangkan sabuk pengaman. Setelah hujan dividen bank-bank kelas jumbo dinikmati para juragan bank tahun ini, kini ancaman stagnasi pertumbuhan laba menghadang pada 2024. Karena laba yang meroket hingga 20,57 persen menjadi Rp243,32 triliun tahun lalu, para juragan bank telah berpesta dividen tahun ini.
Pemegang saham 19 bank publik menikmati dividen sebesar Rp139,73 triliun, atau meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp113,42 triliun. Dividend payout ratio tersebut rata-rata 60,79 persen dari laba 19 bank yang sebesar Rp229,86 triliun, atau menyumbang 94,46 persen dari total laba industri perbankan pada 2023 yang sebesar Rp243,32 triliun.
Pesta dividen dipastikan masih akan berlanjut. Kendati akan terjadi perlambatan bahkan ancaman stagnasi pertumbuhan laba yang dialami sejumlah bank, namun bank-bank papan atas umumnya memiliki kuda-kuda yang kuat dalam menghadapi ketidakpastian sampai akhir 2024 sehingga masih berani membagi dividend payout ratio hingga di atas 60 persen. Dividend payout ratio industri perbankan secara agregat pun terus meningkat dari 37 persen pada 2017, menjadi 54 persen pada 2021, 61,76 persen pada 2023, dan 60,79 persen pada 2024.
Namun, menurut kajian Biro Riset Infobank dalam kajian Rating 105 Bank Versi Infobank 2024, para bankir harus mampu mengatasi dua tantangan utama tahun ini agar para pemegang saham banknya bisa kembali menikmati pesta dividen seperti tahun ini.
Satu, kondisi likuiditas yang masih ketat diiringi dengan meningkatnya biaya bunga sehingga akan menekan pendapatan bunga bersih. Per April 2024, beban bunga yang meningkat 21,70 persen secara tahunan pun menekan pertumbuhan pendapatan bunga bersih yang hanya 2,96 persen. Net interest margin (NIM) yang trennya naik dari 4,51 persen pada 2021 menjadi 4,71 persen pada 2022 dan 4,81 persen pada 2023, mulai menurun lagi menjadi 4,56 persen per April 2024.
Upaya bank-bank menggenjot pendapatan nonbunga untuk menopang pendapatan ketika ekspansi kredit tak bisa digenjot kencang pun tidak terlalu berdampak terhadap profitabilitas. Sebab, pendapatan operasional non bunga hanya tumbuh 7,26 persen, kalah dari kenaikan biaya operasional selain bunga yang mencapai 8,42 persen.
Dua, kualitas kredit yang menurun seperti ditandai dengan naiknya loan at risk (LAR) dari 10,94 persen per Desember 2023 menjadi 11,04 persen per April 2024. Pada saat yang sama kredit bermasalah pun meningkat seperti terlihat dari rasio non performing loan (NPL) dari 2,19 persen per Desember 2023 menjadi 2,33 persen per April 2024.
Para bankir pun telah mengenakan sabuk pengaman. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) kredit yang sepanjang 2023 berkurang terpangkas Rp16,48 triliun menjadi Rp333,04 triliun, pada empat bulan pertama April 2024 bertambah lagi sebesar Rp6,19 triliun menjadi Rp339,23 triliun.
Naiknya beban bunga dan menurunnya kualitas kredit adalah kombinasi yang “mematikan” untuk menghentikan laju pertumbuhan laba perbankan yang mengandalkan pendapatannya dari pendapatan bunga bersih. Laba perbankan per April pun terkontraksi 0,47 persen secara year on year. Sejumlah bank raksasa pun sudah mengumumkan kinerja keuangannya per Juni 2024 yang ditandai dengan melambatnya pertumbuhan laba.
Bahkan, laba Bank Rakyat Indonesia (BRI) mengalami stagnasi karena hanya naik 0,95 persen menjadi Rp29,70 triliun. Pendapatan bunga bersih yang tumbuh 6,69 persen menjadi Rp69,93 triliun tertekan biaya penurunan nilai aset yang mencapai 52,2 persen menjadi Rp21,35 triliun karena non performing loan (NPL) naik menjadi 3,21 persen. Kredit BRI tumbuh 11,20 persen menjadi Rp1.336,8 triliun di mana sekitar 82 persen mengucur di sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Sementara, sejak akhir 2023 indeks likuiditas dan rentabilitas UMKM mengalami penurunan sehingga berdampak kepada kinerja BRI. Secara industri, pertumbuhan kredit UMKM per April 2024 hanya 7,30 persen, jauh di bawah pertumbuhan kredit secara agregat yang sebesar 13,09%, sementara kredit korporasi mampu tumbuh hingga18,45 persen.
Tahun ini, BRI menjadi bank yang membagikan dividen paling jumbo dengan dividend payout ratio 79,61 persen. Kendati porsinya turun dari dividend payout ratio 84,61 persen tahun sebelumnya, angka dividen tersebut naik karena pada 2023 BRI membagi dividen Rp43,49 triliun dari laba Rp51,41 triliun pada 2022. Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki 53,19 persen saham BRI pun meraup cuan Rp25,50 triliun tahun ini
Bank-bank mana saja yang pemiliknya menikmati pesta dividen jumbo tahun ini? Bank mana saja yang dalam kajian Rating 105 Bank versi Infobank 2024 mencetak skor tertinggi di kelasnya? Simak juga daftar 417 bank perekonomian rakyat yang kinerja sangat bagus di tengah hegemoni dan gempuran digitalisasi bank-bank raksasa di Majalah Infobank Nomor 556 Agustus 2024. (*)
Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) buka suara soal isu kebocoran data nasabah yang disebabkan… Read More
Jakarta - PT Daya Intiguna Yasa Tbk (MDIY) atau emiten ritel Mr.DIY, menyatakan bahwa raihan… Read More
Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan sesi I hari ini, Kamis, 19… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) akan memperluas layanan BI FAST dengan menghadirkan fitur transaksi kolektif (bulk… Read More
Jakarta – Harga saham PT Daya Intiguna Yasa Tbk (MDIY) anjlok 24,24 persen atau terkena… Read More
Jakarta - Wakil Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Jakarta sekaligus Anggota Dewan Komisioner… Read More