Menurutnya, jika saat awal sudah langsung dikenakan tarif, maka animo dan simpati masyarakat terhadap sistem pembayaran cashless di dalam negeri menjadi tidak maksimal. ”Ini atas dasar dalam rangka awal kami menciptakan sistem pembayaran cashless. Dan untuk sosialisasi ke masyarakat juga sebenarnya sehingga mereka cinta kepada sistem pembayaran cashless,” katanya.
Baca juga: BI Bolehkan Bank Gratiskan Biaya Top Up e-Money
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso pun ikut menambahkan, bahwa besaran biaya suatu produk keuangan sebaiknya penetapannya diserahkan ke industri dalam menentukannya. “Kalau soal fee dan sebagainya ini adalah keputusan bagaimana industri untuk memberikan jasa itu. Fee ini biarin keputusan industri,” jelasnya.
Kendati demikian, lanjut Wimboh, harus dipastikan masyarakat tidak dirugikan dengan penetapan biaya tersebut. Dirinya menyebutkan, bahwa kepentingan masyarakat tetap menjadi prioritas utama. ”Kalau masyarakat dirugikan, misalnya fee terlalu besar dan tidak make sense, ya otoritas concern lindungi masyarakat,” tegasnya. (*)
Editor: Paulus Yoga
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini (18/11) masih ditutup pada zona… Read More
Jakarta - PT IDX Solusi Teknologi Informasi (IDXSTI) pada hari ini (18/11) secara resmi telah… Read More
Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat penermaan dari sektor usaha ekonomi digital hingga 31 Oktober 2024 mencapai… Read More
Jakarta - Kinerja fungsi intermediasi Bank Jasa Jakarta (Bank Saqu) menunjukkan hasil yang sangat baik… Read More
Jakarta - Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmen Indonesia untuk mendukung upaya PBB dalam mewujudkan perdamaian dan keadilan internasional. Termasuk… Read More
Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat outstanding paylater atau Buy Now Pay Later (BNPL) di perbankan… Read More