Expertise

Asuransi Parametrik: Inovasi Keuangan untuk Kedaulatan Pangan

Oleh Setiawan Budi Utomo, Pemerhati Keuangan dan Kebijakan Publik

DI tengah perubahan iklim yang kian ekstrem dan ketidakpastian global, Indonesia bukan hanya sekadar berpeluang membangun ketahanan pangan, bahkan sebagai lumbung padi dunia bukanlah mimpi yang mustahil tercapai. Namun, untuk mencapainya, negara ini tak cukup hanya dengan semangat swasembada, tapi juga butuh perlindungan sistemik terhadap mereka yang menjadi garda terdepan pangan nasional: para petani.

Sebuah ironi di tengah momentum tahunan Hari Tani Nasional yang dirayakan setiap tanggal 24 September, dalam lima tahun terakhir produksi beras nasional mengalami tren penurunan rata-rata -0,32 persen per tahun. Di saat yang sama, kebutuhan beras justru tumbuh 1,26 persen setiap tahunnya.

Jika dibiarkan, ketimpangan ini akan mengancam ketahanan pangan nasional. Belum lagi dampak El Nino yang menimbulkan kerugian hingga Rp78 triliun dan penurunan pendapatan petani sebesar 25 persen.

Bukan Sekadar Inovasi, Tapi Kebutuhan

Di tengah pusaran krisis iklim, asuransi parametrik menawarkan jalan keluar. Berbeda dari asuransi konvensional, asuransi parametrik menjanjikan pendekatan yang lebih cepat, efisien, dan tepat sasaran dalam melindungi petani.

Tak seperti asuransi konvensional yang membutuhkan klaim berdasarkan kerugian nyata di lapangan, asuransi parametrik membayar klaim secara otomatis begitu parameter yang disepakati seperti curah hujan ekstrem atau suhu tinggi terpenuhi.

Baca juga: OJK Optimistis Premi Asuransi Umum dan Reasuransi Tumbuh hingga 8 Persen Akhir Tahun

Beberapa perusahaan sudah mulai bergerak. AXA Climate, ZurichSyariah, dan beberapa lainnya telah menerapkan model ini untuk petani kopi, kakao, dan sawit. Meski baru menjangkau sebagian kecil petani, ini membuktikan bahwa mekanismenya bisa berjalan.

Bayangkan jika diterapkan secara luas untuk komoditas utama seperti padi. Saat petani di Grobogan, Jawa Tengah, gagal panen karena kekeringan mereka tak perlu lagi menunggu petugas survei ke ladangnya. Cukup menerima notifikasi dari sistem bahwa ambang batas curah hujan telah dilampaui, dan klaim otomatis ditransfer ke rekeningnya. Cepat, transparan, dan adil.

Indonesia Potensial dan Belum Terlambat, meski Negara Lain Lebih Maju

Sayangnya, adopsi model ini masih sangat terbatas di Indonesia. Program Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) yang berbasis konvensional hanya mencakup 0,52 persen dari total lahan pertanian nasional pada akhir 2023. Belajar dari negara lain, asuransi parametrik bukan lagi sekadar konsep, tapi telah menjadi tulang punggung perlindungan petani kecil dari risiko iklim.

Di India, skema Weather-Based Crop Insurance Scheme (WBCIS) telah melindungi jutaan petani melalui subsidi premi hingga 50 persen dari pemerintah pusat dan negara bagian. India menggabungkan teknologi satelit, stasiun cuaca lokal, dan mobile banking untuk menyalurkan klaim dengan cepat dan efisien.

Di Kenya, ACRE Africa menjalankan asuransi parametrik yang terhubung dengan layanan keuangan digital M-PESA. Petani hanya perlu mendaftar melalui SMS dan menerima klaim langsung di ponsel mereka saat terjadi anomali cuaca. Model ini sukses menjangkau lebih dari 1,5 juta petani kecil.

Meksiko melalui kolaborasi dengan UNDP mengembangkan platformasuransi parametrik nasional yang melindungi 3,7 juta petani dari risiko kekeringan. Aplikasi seluler seperti Raincoat digunakan untuk memantau parameter iklim dan menyampaikan informasi klaim secara langsung kepada petani.

Vietnam pada 2024 meluncurkan skema parametrik untuk petani kopi berbasis data satelit dan sensor lokal. Sementara, di Ethiopia dan Senegal, skema ini bahkan memungkinkan petani “membayar premi dengan tenaga” melalui program ketahanan R4 Rural Resilience Initiative, membangun kemandirian sekaligus solidaritas berbasis komunitas.

Pelajarannya, kunci keberhasilan asuransi parametrik ada pada tiga hal: dukungan negara, penggunaan teknologi, dan pemberdayaan komunitas lokal. Jika Indonesia dapat memadukan ketiganya, bukan hanya ketahanan pangan yang terwujud, tapi juga revolusi dalam perlindungan dan pemberdayaan sosial berbasis data.

Potensi Indonesia untuk menjadi lumbung padi dunia sangat nyata. Ada lebih dari 15 juta unit usaha pertanian tanaman pangan. Dengan optimalisasi 20 juta hektare lahan dan produktivitas yang dijaga stabil, Indonesia bisa tidak hanya mandiri, tapi juga mengekspor beras dalam skala besar.

Ekosistem Asuransi: Kolaboratif, Digital, dan Terjangkau

Menyadari ini, Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menekankan bahwa asuransi Indonesia harus relevan dengan risiko rakyat, termasuk petani. Dalam berbagai forum seperti Indonesia Insurance Summit 2025 dan Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK), ia mendorong pengembangan asuransi berbasis indeks dan parametrik sebagai salah satu prioritas nasional. Asuransi bukan hanya soal bisnis, tapi juga soal keadilan sosial dan keberlanjutan pangan.

Dalam Road Map Perasuransian 2023-2027, OJK telah menyisipkan parametrik sebagai bagian dari strategi pendalaman pasar. Bahkan, regulasi sandbox dan insentif inovasi terbuka bagi insurtech, koperasi, maupun BUMDes untuk mengembangkan produk ini dengan pendekatan lokal.

Baca juga: OJK Siapkan Aturan Baru Perkuat Ekosistem Asuransi Kesehatan, Ini Bocorannya

Apa yang bisa dilakukan? Pertama, membangun sistem data parameter iklim berbasis satelit dan BMKG secara nasional. Kedua, memberi subsidi premi bertahap untuk wilayah rentan. Ketiga, integrasikan asuransi ini dalam skema KUR tani. Keempat, dorong literasi dan advokasi petani, agar memahami manfaat proteksi risiko melalui koperasi dan aplikasi digital.

Kelima, OJK bersama seluruh pemangku kepentingan memperkuat sandbox inovasi agar insurtech dan BUMDes bisa ikut serta dalam skema yang relevan dengan konteks lokal. Regulasi yang yang fleksibel dan adaptif diperlukan agar inovasi tidak berhenti. Dan, keenam, terapkan model kemitraan publik-swasta dengan prinsip zonasi risiko berbasis data granular dari BMKG dan satelit melalui platform digital yang terintegrasi dari pendaftaran, monitoring, hingga klaim.

Asuransi Parametrik Adalah Terobosan Dahsyat

Asuransi parametrik adalah bentuk terobosan modern yang dahsyat untuk model gotong royong. Ia menjawab ketidakpastian dengan kepastian. Ia menempatkan petani bukan sebagai objek subsidi, tapi sebagai subjek ekonomi yang layak dilindungi dan dihormati

Ketahanan pangan yang sejati bukan dibangun dari lumbung yang penuh, tapi dari petani yang tangguh, percaya diri, dan terlindungi. Dan, untuk itu, asuransi parametrik bukan sekadar pilihan melainkan keniscayaan. (*)

Galih Pratama

Recent Posts

Hashim Djojohadikusumo Raih Penghargaan ‘Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability’

Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More

1 hour ago

Dua Saham Bank Ini Patut Dilirik Investor pada 2026

Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More

2 hours ago

Hashim Soroti Pentingnya Edukasi Publik Terkait Perubahan Iklim

Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More

3 hours ago

OJK Sederhanakan Aturan Pergadaian, Ini Poin-poinnya

Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More

4 hours ago

40 Perusahaan & 10 Tokoh Raih Penghargaan Investing on Climate Editors’ Choice Award 2025

Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More

4 hours ago

Jelang Akhir Pekan, IHSG Berbalik Ditutup Melemah 0,09 Persen ke Level 8.632

Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More

5 hours ago