News Update

Asumsi Utang Indonesia Tak Bisa Dibandingkan dengan Negara Maju

Jakarta–Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Mukhamad Misbakhun menilai, gawatnya atau tidak utang sebuah negara tidak bisa hanya dengan membandingkan besaran utang dan relasinya terhadap PDB pada negara maju di dunia.

Dirinya juga turut mempertanyakan pembandingan utang yang digunakan oleh Menkeu, karena pembandingnya hanya dengan negara-negara G20.

“Dan kenapa kalau parameternya hanya PDB semata. Aset negara, cadangan devisa dengan negara-negara tersebut padahal sangat berbeda. Jepang dan Amerika tidak berbicara lagi mengenai PDB tapi Gross National Product (GNP). Barulah kita berbicara mengenai quality pembangunan ekonomi kita. Jadi pembandingannya tidak sesuai,” kata Misbakhun di Kompleks MPR/DPR RI, Jakarta, Senin, 4 September 2017.

Dia juga menekankan bahwa meskipun Indonesia sudah memiliki investment grade dari pihak pemeringkat internasional bukan berarti membuat ekonomi dan utang negara menjadi baik.

“Mengenai memberikan investment grade walaupun kita mau berikan yield yang tinggi kita masih dipandang oleh para pemegang dalam posisi tawar yang lebih lemah. Kreativitas ini yang ingin kita butuhkan. Pemegang surat utang Indonesia adalah orang Indonesia tapi kita ada problem tentang likuiditas. Kita tidak ada uang untuk membayar mereka ini masih problem,” tegasnya.

Dalam rapat kerja antara Pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan Anggota Komisi XI DPR, di kompleks MPR/DPR, Sri Mulyani pun memberikan penjelasan mengenai pengelolaan hutang negara dan kegunaannya.

Sri Mulyani menjelaskan, bila menggunakan asumsi Produk Domestik Bruto (PDB) dalam APBN-P 2017 sebesar Rp13.613 triliun, maka rasio total outstanding utang pemerintah mencapai 27,77 persen terhadap PDB.

Dia juga menekankan bahwa posisi utang Indonesia masih sangat jauh dari kata krisis dan berisiko tinggi dikarenakan masih di posisi rasio utang di bawah 28 persen dan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tumbuh sangat tinggi.

“Kita lihat Jepang dan Amerika yang posisi rasio utangnya sangat tinggi bahkan sampai 200 persen. Kalau kita bandingkan dengan negara ASEAN seperti Filipina juga kondisi utang kita masih lebih bagus dengan pertumbuhan ekonomi yang masih sangat tinggi,” jelas Sri Mulyani.

Seperti diketahui, hingga saat ini memang posisi utang pemerintah pusat hingga akhir Juli 2017 mencapai Rp3.779,98 triliun, naik Rp73,47 triliun dibandingkan posisi akhir bulan sebelumnya yang sebesar Rp3.706,52 triliun. (*)

 

 

Editor: Paulus Yoga

Suheriadi

Recent Posts

PHE OSES Resmi Salurkan Gas Bumi Ke PLTGU Cilegon

Jakarta -  PT Pertamina Hulu Energi Offshore South East Sumatera (PHE OSES) resmi menyalurkan gas bumi ke… Read More

1 hour ago

Transformasi Aset, PLN Integrasikan Tata Kelola Arsip dan Dokumen Digital

Jakarta - PT PLN (Persero) meluncurkan program Gerakan Tertib Arsip (GEMAR) dan aplikasi New E-Arsip… Read More

2 hours ago

Pertamina Subholding Upstream Regional Jawa Dukung Peningkatan Kinerja Keselamatan

Jakarta - Demi meningkatkan kinerja keselamatan dan integritas aset, Pertamina Subholding Upstream Regional Jawa dan PT Badak… Read More

3 hours ago

Jumlah Peserta Regulatory Sandbox Menurun, OJK Beberkan Penyebabnya

Jakarta - Penyelenggara inovasi teknologi sektor keuangan (ITSK) harus melewati regulatory sandbox milik Otoritas Jasa… Read More

6 hours ago

OJK Siap Dukung Target Ekonomi 8 Persen, Begini Upayanya

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut bersedia mendukung target pertumbuhan ekonomi 8 persen Presiden… Read More

10 hours ago

BPKH Ajak Pemuda Gunakan DP Haji sebagai Mahar Pernikahan

Jakarta - Saat ini, secara rata-rata masa tunggu untuk melaksanakan ibadah haji di Indonesia bisa… Read More

11 hours ago