Ekonomi dan Bisnis

Apindo Tolak Kenaikan PPN 12 Persen: Ancam Daya Beli dan Pertumbuhan Ekonomi

Jakarta – Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menolak rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun 2025.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, menilai kebijakan tersebut perlu dikaji ulang karena dapat melemahkan daya beli masyarakat dan memperlambat pertumbuhan ekonomi domestik.

“Kenaikan tarif ini dinilai dapat memperburuk perlambatan konsumsi domestik, yang merupakan kontributor terbesar bagi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia,” kata Shinta dalam keterangannya, dikutip, Jumat, 22 November 2024.

Baca juga: Petani dan Nelayan Terancam, DPR Kritik Kenaikan PPN 12 Persen

Dari sisi industri, Shinta menegaskan bahwa seluruh sektor akan terdampak. Peningkatan tarif PPN memicu kenaikan biaya produksi sepanjang rantai pasok, yang akhirnya menyebabkan harga barang dan jasa di pasar melonjak.

Dampak Krisis pada Sektor Manufaktur

Kenaikan tarif PPN ini dinilai akan sangat dirasakan oleh subsektor manufaktur, yang saat ini sudah mengalami tekanan.

Purchasing Managers Index (PMI) sektor manufaktur Indonesia telah mengalami kontraksi selama empat bulan berturut-turut, menunjukkan pelemahan aktivitas produksi dan permintaan.

“Penurunan ini menunjukkan adanya pelemahan aktivitas produksi dan permintaan di sektor manufaktur, yang dikhawatirkan akan semakin terdampak oleh kenaikan PPN,” pungkasnya.

Baca juga: Belajar dari Kasus Sritex, Apindo Desak Antisipasi Impor Ilegal dan PHK

APINDO juga melihat bahwa penerapan PPN 12 persen dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi di kuartal-kuartal awal setelah kebijakan ini diberlakukan.

Penurunan konsumsi domestik akibat kenaikan harga barang dan jasa dikhawatirkan akan berdampak negatif pada pendapatan negara dari sektor lain, seperti Pajak Penghasilan (PPh), karena aktivitas ekonomi melambat. 

“Selain itu, kebijakan ini juga berisiko menciptakan ketimpangan yang lebih besar di masyarakat, terutama bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, yang paling terdampak oleh kenaikan harga kebutuhan pokok,” imbuh Shinta.

Rekomendasi APINDO

Sebagai langkah mitigasi, tambah Shinta, APINDO merekomendasikan agar pemerintah mempertimbangkan penundaan penerapan PPN 12 persen hingga daya beli masyarakat lebih stabil dan pertumbuhan ekonomi mencapai tingkat yang lebih kokoh. 

Jika pada akhirnya tarif PPN naik, maka APINDO juga menyarankan agar pemerintah menaikkan batas Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk melindungi masyarakat berpenghasilan rendah dari dampak inflasi akibat kenaikan PPN. 

Alternatif lainnya adalah mempertahankan tarif PPN yang lebih rendah untuk barang dan jasa esensial guna memastikan kebutuhan dasar masyarakat tetap terjangkau. Kenaikan tarif PPN perlu dibarengi dengan adanya kompensasi berupa insentif fiskal di sisi lain.

Baca juga: Apindo Nilai Pelantikan Wamenkeu II Thomas Djiwandono sebagai Langkah Muluskan Transisi 

APINDO menekankan pentingnya dialog intensif antara pemerintah dan dunia usaha untuk memastikan kebijakan ini diterapkan dengan tepat.

Pemerintah juga perlu mempercepat langkah-langkah penguatan ekonomi, seperti memberikan insentif fiskal untuk sektor-sektor terdampak, dan meningkatkan efisiensi belanja negara.

“Serta, mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor yang selama ini kurang tergarap, seperti optimalisasi PNBP, carbon trading, dan shadow/underground economy,” paparnya.

Baca juga: Begini Strategi Zurich Syariah Hadapi Tantangan Asuransi Parametrik

APINDO berharap kebijakan fiskal yang diambil pemerintah tidak hanya fokus pada peningkatan pendapatan negara, tetapi juga mampu menjaga stabilitas ekonomi dan daya beli masyarakat, serta memberikan ruang bagi pelaku usaha untuk tetap berkembang di tengah tantangan yang ada. (*)

Editor: Yulian Saputra

Irawati

Recent Posts

Harita Nickel Raup Pendapatan Rp20,38 Triliun di Kuartal III 2024, Ini Penopangnya

Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More

37 mins ago

NPI Kuartal III 2024 Surplus, Airlangga: Sinyal Stabilitas Ketahanan Eksternal Terjaga

Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More

48 mins ago

Peluncuran Reksa Dana Indeks ESGQ45 IDX KEHATI

Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More

3 hours ago

Pacu Bisnis, Bank Mandiri Bidik Transaksi di Ajang GATF 2024

Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More

3 hours ago

Eastspring Investments Gandeng DBS Indonesia Terbitkan Reksa Dana Berbasis ESG

Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More

4 hours ago

Transaksi Kartu ATM Makin Menyusut, Masyarakat Lebih Pilih QRIS

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More

5 hours ago