Menurut Eko, angka kemiskinan yang naik sangat wajar apabila melihat kebijakan yang seolah sengaja dilakukan pemerintah untuk menghancurkan daya beli. Sebut saja, pencabutan subsidi listrik. Sementara, hampir separuh tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor formal yang bergaji rendah dan tidak memiliki jaminan sosial.
“Kemudian terjadilah penambahan. Yang tadi sudah berada di atas garis kemiskinan agak aman-aman gitu. Tapi karena subsidi, misalnya beras miskin telat dia harus mengalokasikan untuk beli beras. Tapi secara umum pelemahan daya beli, sehingga mereka jadi miskin,” katanya.
Baca juga: Jumlah Penduduk Miskin Bertambah 6.900 Orang
Eko menambahkan, jumlah warga miskin yang lebih banyak di pedesaan menandakan dana desa belum banyak dinikmati oleh masyarakat. Padahal sejak September 2016, dana desa sudah bergulir. Dana desa disinyalir lebih banyak digunakan untuk infrastruktur pedesaan, atau belum mengarah pada pemberdayan.
“Sehingga wajar kalau belum berdampak langsung untuk menurunkan kemiskinan. Ya paling kalau bikin irigasi, bikin waduk, ada lah income buat mereka. Tapi kalau dievaluasi, kebanyakan yang menikmati kalau irigasi sudah jadi pemilik lahan bukan buruh tani yang lebih banyak berada di pedesaan,” tutup Eko. (*)
Editor: Paulus Yoga
Page: 1 2
Suasana saat penyerahan sertifikat Predikat Platinum Green Building dari Green Building Council Indonesia (GBCI) Jakarta.… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) melaporkan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Oktober 2024 mencapai Rp8.460,6 triliun,… Read More
Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menolak rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi… Read More
Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Jumat, 22 November 2024, ditutup… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat uang beredar (M2) tetap tumbuh. Posisi M2 pada Oktober 2024 tercatat… Read More
Jakarta - PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) kembali meraih peringkat "Gold Rank" dalam ajang Asia… Read More