Jakarta – Fokus kerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2020 mendatang sebaiknya lebih menitikberatkan pada upaya memperkuat fungsi pengawasan, dan jangan hanya fokus pada pertumbuhan.
Saran tersebut disampaikan oleh Bhima Yudhistira, ekonom INDEF (Institute for Development of Economics and Finance) terkait permintaan OJK ke DPR untuk menaikkan bujet Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) OJK sebesar 9,64% menjadi Rp6,06 triliun pada tahun 2020.
Sesuai rencana, pekan ini Komisi XI DPR akan mengetok palu untuk menyetujui atau menolak permohonan OJK tersebut.
Menurut Bhima, antara pertumbuhan sektor keuangan dan pengawasan saling berkaitan. Mengejar pertumbuhan tanpa pengawasan yang proper justru berbahaya. Bisa memicu distrust masyarakat memakai jasa keuangan, baik perbankan, terlebih asuransi.
“Strategi hanya berorientasi pada pertumbuhan perlu dikoreksi, yang lebih penting adalah kualitas sektor keuangan dan naiknya trust nasabah,” ujar Bhima Yudhistira kepada wartawan di Jakarta, Rabu, 4 Desember 2019.
Untuk itu, lanjut Bhima, memperkuat kualitas dan kuantitas SDM di OJK menjadi hal yang mendesak. Bukan hanya di sektor perbankan saja, tapi perlu pendalaman di sektor non-bank, misalnya asuransi, multifinance, termasuk fintech.
DPR, kata Bhima, mesti melakukan pengecekan terlebih dulu sebelum mengetok palu persetujuan, apakah alokasi bujet RKA OJK lebih banyak untuk pemgembangan SDM dan sistem pengawasan, serta edukasi nasabah, atau untuk administrasi birokrasi dan pembangunan gedung baru, misalnya.
“Dengan kondisi saat ini, kenaikan bujet RKA OJK menjadi tidak wajar. Ekonomi saja tumbuh hanya 5%, kemudian kredit tumbuh di bawah 9%, kok anggaran OJK naik 9,64%? Di mana sensitivitasnya,” tegas Bhima.
Di tengah situasi makro ekonomi dan geliat sektor keuangan yang melambat, kata Bhima, tidak cukup bijak jika OJK memprioritaskan pembangunan gedung baru. Apalagi saat sedang ada proses pemindahan Ibu Kota.
“Ini perlu dievaluasi. OJK mesti peka terhadap kondisi sekarang. Banyak hal yang lebih prioritas, sudah seharusnya anggaran difokuskan ke pengawasan,” sarannya.
AUDIT OJK
Salamudin Daeng, pengamat ekonomi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) menilai, menurunnya kualitas pengawasan OJK dalam 1-2 tahun terakhir karena OJK semakin berorientasi ke pasar (making market) tanpa diimbangi dengan pembangunan infrastruktur pengawasan.
“Infrastruktur tidak dibangun untuk mengantisipasi dari risiko investasi dan iklusi keuangan yang selama ini digenjot OJK. Menciptakan pasar tapi tidak menjaga dan mengedukasinya,” ujar Salamudin Daeng kepada wartawan di Jakarta, Rabu, 4 Desember 2019.
Kasus Sunprima, First Travel, Jiwasraya, Bumiputera, dan Bank Muamalat adalah sederet kasus yang membuktikan lemahnya fungsi pengawasan OJK karena tidak adanya infrastruktur yang seharusnya memberikan early warning saat akan terjadi kasus-kasus tersebut.
Untuk itu, kata Salamudin, sebelum menyetujui permohonan OJK, DPR sebaiknya mengaudit OJK terlebih dahulu. “OJK ini kan lembaga superbody. Seperti negara dalam negara. Dia bisa mengawasi sekaligus memberikan sanksi dan punishment ke industri. Jangan biarkan tanpa kontrol,” paparnya.
Hal senada diutarakan Agus Pambagio, pengamat kebijakan publik. Menurut dia, OJK harus dimintai terlebih dahulu pertanggungjawaban publik atas kinerja tahun 2019 sebelum DPR menyetujui bujet RKA OJK sebesar Rp6,06 triliun.
“Misalnya kenapa Gedung Wisma Mulia sudah disewa tapi tidak dipakai, dan sekarang membangun gedung baru, ini harus dimintai pertanggungjawaban publik,” ujar Agus Pambagio kepada wartawan, Rabu, 4 Desember 2019.
Menurut Agus, publik berhak minta pertanggungjawaban ke OJK karena untuk menyewa dan membangun gedung baru, OJK menggunakan dana hasil iuran industri yang ujungnya dibebankan ke nasabah.
“DPR mesti tahan dulu anggaran OJK. Jangan awali tugas Anda sebagai wakil rakyat dengan mencederai konstituen Anda,” tegas Agus.
Menurut catatan InfoBank, OJK harus kembali kepada khitah, yakni memperkuat pengawasan dan tidak sibuk dengan tema tema pertumbuhan yang menjadi tugas kementerian atau pemerintah. (*)
Jakarta – Pemerintah menetapkan target penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp300 triliun untuk 2025. Hal ini ditetapkan dengan… Read More
Jakarta - Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekaligus Komisaris PT PLN (Persero), Aminuddin… Read More
Jakarta – PT Bank Pembangunan Daerah Banten (Perseroda) Tbk atau Bank Banten optimistis menutup 2024… Read More
Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengangkat Yon Arsal sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua… Read More
Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melalui Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (Ditjen IKMA)… Read More
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan dua nama baru sebagai tersangka dalam pengembangan… Read More