Jakarta – Menanggapi kasus yang sedang ramai diperbincangkan mengenai transaksi untuk kepentingan pribadi dari aliran dana sumbangan kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT), PPATK mengindikasikan ada beberapa nama yang diduga menyelewengkan dana umat tersebut.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengaku, pihaknya telah mengirimkan hasil analisis kepada aparat penegak hukum dan melakukan kerjasama. Kemudian, per hari ini PPATK terus melakukan koordinasi dan melakukan kajian lebih dalam, terkait dengan data-data yang dimiliki PPATK yang dilaporkan oleh pihak perbankan.
Selain itu, PPATK juga telah mengindikasikan beberapa nama yang diduga melakukan transaksi secara individu ke sejumlah negara yang masih diteliti lebih lanjut. Negara tersebut seperti ke Turki, Kazakhstan, Bosnia, Albania, India, Bangladesh, Nepal, dan Pakistan. Transaksi tersebut, dilakukan oleh karyawan, staff accounting, dan admin.
“Salah satu pengurus itu melakukan transaksi pengiriman dana periode 2018 ke 2019 hampir senilai Rp500 juta ke beberapa negara seperti ke turki, Kazakhstan, Bosnia, Albania, dan India. Jadi beberapa transaksi dilakukan secara individual oleh para pengurus,” jelas Ivan Yustiavandana, Rabu, 6 Juli 2022.
Selain itu, lanjutnya, ada juga salah satu karyawan yang melakukan transaksi selama periode dua tahun ke negara-negara berisiko tinggi dalam hal pendanaan terorisme, seperti beberapa negara dan 17 kali transaksi dengan nominal Rp1,7 miliar antara Rp10 juta sampai Rp552 juta. (*) Irawati
Jakarta – Ekonom Senior Core Indonesia Hendri Saparini mengatakan masih terdapat gap yang tinggi antara kebutuhan pendanaan… Read More
Suasana saat penantanganan kerja sama Bank Mandiri dengan PT Delta Mitra Sejahtera dengan membangun 1.012… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebut kinerja pasar modal Indonesia masih akan mengalami… Read More
Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menyesuaikan jadwal operasional kantor cabang sepanjang periode… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini (19/12) kembali ditutup merah ke… Read More
Jakarta - Senior Ekonom INDEF Tauhid Ahmad menilai, perlambatan ekonomi dua negara adidaya, yakni Amerika… Read More