Jakarta – Pemberhentian Andi Muhammad Rahmat, sebagai Direktur Utama, Bank Sulselbar di tengah jalan menimbulkan banyak pertanyaan. Lewat Surat Keputusan (SK) Dewan Komisaris PT Bank Sulselbar No SK/05/DK-BPDSS/X/2019 memberhentikan sementara Muhammad Rachmat dari posisi Dirut yang belum habis masa tugasnya sejak 4 Oktober 2019.
Surat Keputusan Dewan Komisaris itu ditanda-tangani oleh Ellong Tjandra, Komisaris Utama tertanggal 2 Oktober 2019. Dalam SK itu, ada tiga alasan pemberhentian Muhammad Rachmat terdapat kredit macet sebesar Rp108,5 miliar dari dua debitur yaitu PT Boddia Jaya dan Yayasan Rumah Sakit Islam Faisal.
Akibatnya secara signifikan NPL naik dari 0,23% menjadi 1,2%. Selain kredit macet, pada tahun 2018 lalu terdapat penempatan dana sebesar Rp10 miliar ke PT Sunprima Finance yang belum kembali.
Alasan kedua dalam perhitungan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) menggunakan individu impairment berdasarkan SK Direksi, namun ada beberapa debitur yang plafon kreditnya lebih dari Rp1 miliar menggunakan impairment kolektif.
Tiga, kredit produktif tidak mengalami perkembangan seperti diharapkan. Kredit produktif yang sebesar 20,76%b dinilai masih kecil.
Menurut Andi Rachmat, alasan pemberhentian sementara oleh SK Dewan Komisaris ini dicari-cari. Kenaikan NPL menjadi 1,2% itu masih di bawah toleransi OJK yang 5%. Bahkan, juga masih lebih kecil dari risk appatite Bank Sulselbar sendiri yang 2,5%.
Menurut data OJK, jika dibandingkan dengan posisi NPL dari seluruh bank daerah, NPL Bank Sulselbar masih paling rendah nomer 4. Artinya, NPL Bank Sulselbar rendah baik dilihat dari ketentuan regulasi dan bank peer nya.
Sementara untuk alasan kejeblos investasi ke Sunprima, Bank Sulselbar tidak sendiri. Ada 14 bank yang ke jeblos di Medium Term Notes (MTN) Sunprima. Selain bank daerah lainnya juga kejeblos, tapi juga bank BUMN, seperti Bank Mandiri dan bank-bank swastanya – yang menurut OJK sebesar Rp2,4 triliun, meski menurut Bareskrim Polri jumlah kerugian bank sebesar Rp14 triliun. Menurut Rachmat, kasusnya sedang di PKPU/Kepailitan dan sudah dicadangkan.
“Dalam kasus MTN Sunprima ini, OJK pun tidak mempermasalahkan,” kata Rahmat (4/10/2019)
Boleh jadi alasan pemberhentian karena NPL lebih tidak mendasar dan terkesan dicari-cari. Apalagi, soal perhitungan perbedaan CKPN yang sudah di SK kan oleh direksi maupun kredit produktif yang masih 20,76%.
Jika dibandingkan dengan BPD lain, posisi kredit produktif Bank Sulselbar, menutur Rachmat masih relative berkembang. Hal ini karena memang potensi besar bank daerah adalah kredit kepada karyawan Pemda.
“Tapi, alasan pemberhentian sementara saya tidak berdasar dan terkesan mengada-ada, yakni dikarenakan alasan kenaikan NPL dan persentase pertumbuhan kredit produktif yang tidak sesuai harapan pemegang saham pengendali. Justru sekarang kami dalam kondisi yang sehat dan bagus. Hal ini dibuktikan dengan beberapa penghargaan yang kami terima atas peningkatan kinerja perseroan bahkan persentase NPL pun masih 1,2%, atau jauh di bawah ambang batas ketentuan regulator yaitu maksimal 5%,” tegas Andi Rahmat.
Menurut data Biro Riset InfoBank, kinerja Bank Sulselbar selama lima tahun terakhir ini mengalami pertumbuhan lebih dari 100 persen bahkan 150%. Lihat saja aset tahun 2014 masih Rp10 triliun, kini (Juni 2019) menjadi Rp25,63 triliun. Hal yang sama juga terjadi pada pertumbuhan kredit dari Rp7,52 triliun menjadi Rp16,86 triliun dengan posisi DPK yang mencapai Rp18 triliun dari Rp6,93 triliun di tahun 2014.
Lebih lagi dengan pertumbuhan laba yang mendaki menjadi Rp802 miliar dari Rp539 miliar di tahun 2014. Rasio-rasio kesehatan banknya juga sangat sehat. Posisi NPL akhir tahun sejak 2014 di bawah 1 persen.
Berharap dari Peran OJK
Awalnya pada tanggal 4 September 2019, lewat Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), mayoritas pemegang saham memutuskan akan mengganti dengan alasan penyegaran. Akan tetapi RUPSLB yang harus dilaksanakan pada 1 Oktober 2019 tidak terlaksana dengan alasan kondisi masyarakat di daerah tidak kondusif.
Surat Gubernur Sulawesi Selatan tertanggal 30 September itu juga menyatakan, Pemegang Saham Pengendali meminta Dewan Komisaris PT Bank Sulselbar mengambil langkah-langkah penting sesuai dengan ketentuan hukum. Dan, oleh Dewan Komisaris keluarlah SK pemberhentian sementara Andi M. Rahmat dengan tiga alasan di atas. Dalam surat, pemberhentian Dirut akan dilakukan lewat RUPSLB tanggal 25 oktober.
“Sudah dua kali RUPSLB dilakukan, namun belum tuntas karena adanya beberapa hambatan dan pelanggaran terhadap UU PT (Undang-Undang Perseroan Terbatas). Akhirnya, Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, selaku pemegang saham pengendali mengambil menginstruksikan Dewan Komisaris untuk mengambil cara memberhentikan sementara,” ungkap Andi Rahmat melalui keterangan tertulis, Jumat (4/10/2019).
Jika merujuk Undang-Undang PT, mekanisme untuk pemberhentian sementara direksi perseroan oleh dewan komisaris, kata Andi Rahmat, memang diatur dalam pasal 106 UU PT. Namun, hal itu dapat dilakukan apabila ada alasan terdapat kegentingan atau permasalahan pelanggaran atau kerugian perseroan yang tidak dapat dihindari lagi. Dalam hal ini, tidak ada kerugian atau pelanggaran.
Namun jauh sebelum itu, atau awal tahun, menurut sumber InfoBank, Zulmi, Kepala OJK Makasar membuat laporan jika NPL naik 100 persen dari 0,6% menjadi 1,2%. Dan, sejak itu Zulmi, Kepada OJK Makasar membawa CV calon pengganti Andy Rachmat. Ada dua CV yang disodorkan ke Nurdin Abdullah, Gubernur Sulawesi Selatan sebagai pengganti Andi Rahmat yang periodenya belum habis (2018-2022).
Apakah Zulmi diminta Gubernur atau Zulmi yang aktif menyodorkan nama memang belum jelas. Hal ini ketika ditanyakan ke Zulmi lewat pesan Whatsap pun tidak membalas. Namun menurut dokumen pertemuan antara pejabat OJK Makasar dengan Serikat Karyawan Bank Sulselbar yang diterima oleh InfoBank menegaskan bahwa memang Zulmi menyodorkan nama yang ternyata kawan lama ketika berdinas di Bali.
Kasus pemberhentian di tengah jalan tanpa pengganti jabawan dirut banyak terjadi di BPD. Kasus Bank Sulselbar bukan yang pertama, sebelumnya Bank DKI, Bank SulselBabel, Bank Riau, Bank BJB dan Bank NTT. Nah, untuk menghindari kekosongan jabatan ada baiknya, seperti diungkapkan oleh Bhima Yudhistira Adhinegara, Ekonom dari Indef, sebelum diganti pemegang saham dan OJK duduk bersama membicarakan langkah-langkah yang sesuai tata kelola. Ada komite remunerasi dan nominasi, pemegang saham dan OJK.
“Harusnya OJK menjadi benteng utama dalam pelaksanaan GCG di bank-bank daerah. Jangan asal main ganti tanpa mengikuti proses yang benar. Peran OJK diharapkan bisa menjadi penengah dari kesewenang-wenangan pemegang saham. Bahwa pergantian direksi dan komisaris adalah hak pemegang saham, tapi kalau tidak sesuak prosedur, dan OJK membiarkan maka sebenarnya OJK hanya tukang stempel pemegang saham saja. Harusnya OJK lebih punya peran untuk kasus copot-copot dirut di tengah jalan,” kata Bhima Yudhistira.
Kasus yang menimpa Andi Rahmat yang diberhentikan di tengah jalan tanpa proses yang benar dengan alasan yang dicari-cari bukan sendiri. Banyak BPD mengalami kasus seperi Andi Rahmat. Halo OJK dimana kamu berada? (Tim Biro Riset InfoBank)
Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More
Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More
Jakarta – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung mendukung langkah PLN… Read More
Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More
Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More
Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More