Akhir Tahun Suku Bunga BI Diprediksi Naik Jadi 4,5% (Enrico Ekonom UOB)
Jakarta – Bank Indonesia (BI) diperkirakan bakal menaikkan suku bunga BI 7-day Reverse Repo Rate jelang akhir tahun 2018 setelah beberapa kali menurunkannya. BI diprediksi akan menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis points (bps) menjadi 4,5 persen.
Demikian pernyataan tersebut seperti disampaikan oleh Ekonom UOB Indonesia, Enrico Tanuwidjaja, di Jakarta, Kamis, 22 Februari 2018. Menurutnya, pengetatan kebijakan moneter yang dilakukan BI ini merupakan sebagai bentuk antisipasi terhadap kenaikan suku bunga The Fed atau Fed Fund Rate (FFR).
“Kita melihat ada kemungkinan BI menaikkan suku bunganya ke 4,5 persen di Desember 2018 guna merespon FFR. Bank Sentral lainnya juga sudah mulai naik seperti Bank Negara Malaysia (BNM) terlebih The Fed juga akan naik,” ucapnya.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, bahwa BI mau tidak mau harus menaikkan suku bunga acuannya minimal satu kali lagi, dan tidak memiliki ruang lagi untuk turun. Terlebih, Bank Sentral sendiri sudah menurunkan banyak suku bunganya hingga sebesar 200 bps hingga berada di level 4,25 persen.
Baca juga: Suku Bunga BI Diproyeksikan Tetap 4,25% Sepanjang 2018
“Jadi kalau BI untuk turun gak mungkin. Jadi pengetatan itu menurut saya perlu, karena kita melihat ini ada volatilitas rupiah. Makanya kita prediksi BI 7-day Repo Rate naik sekali,” ucap Enrico.
Selain itu, pengetatan kebijakan moneter melalui suku bunga acuan ini, lanjut dia, juga sebagai bentuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Di mana belakangan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami volatilitas yang sangat tinggi. Kendati demikian, rupiah diperkirakan akan bergerak stabil di akhir tahun.
“Rupiah cukup stabil, mungkin saat ini agak bergejolak tapi akan stabil di Rp13.500 per dolar AS pada akhir 2018. Lalu inflasi forecast kita juga akan bertengger di 4,2 persen di 2018 atau masih sejalan dengan target BI di 3,5 persen plus minus 1 persen,” paparnya.
Sejauh ini, BI sendiri terus mewaspadai sejumlah risiko baik yang bersumber dari eksternal seperti peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global terkait ekspektasi kenaikan FFR yang lebih tinggi dari perkiraan dan peningkatan harga minyak dunia, maupun dari dalam negeri terkait konsolidasi korporasi yang terus berlanjut, intermediasi perbankan yang belum kuat dan risiko inflasi.
Untuk itu, menurut BI, pihaknya akan terus mengoptimalkan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga keseimbangan antara stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan dengan proses pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung. (*)
Jakarta - Emiten asuransi PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (TUGU) dijadwalkan menggelar Rapat Umum… Read More
Jakarta – Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) mendorong percepatan hilirisasi sektor perikanan lewat investasi dan… Read More
Jakarta - PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat, dari total jumlah investor pasar modal… Read More
Jakarta - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, sebelumnya telah menetapkan kebijakan tarif resiprokal terhadap… Read More
Jakarta – Kapasitas ruang fiskal APBN masih sangat terbatas dalam mendanai berbagai proyek transisi energi… Read More
Jakarta - Tahun 2024 lalu, perusahaan akuntansi multiglobal, menemukan data bahwa 53 persen pemimpin perusahaan… Read More