Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan rencana perpanjangan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 hanya dilakukan pada segmen Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Airlangga mengatakan, sebelumnya pemerintah merencanakan kebijakan restrukturisasi kredit tersebut dapat dilanjutkan untuk seluruh segmen kredit, utamanya untuk kelas menengah. Namun, setelah dikaji lebih lanjut kelas menengah ke bawah lebih membutuhkan kebijakan itu.
Dia pun menyebut bahwa perbankan masih cukup resilien dalam menghadapi berakhirnya kebijakan tersebut. Sehingga, Airlangga membuka opsi agar perpanjangan restrukturisasi kredit tersebut hanya diperuntukan di segmen KUR.
“Ini perbankan merasa cukup resilien. Tentu kami lihat KUR secara spesifik,” ujar Airlangga kepada wartawan, Kamis, 11 Juli 2024.
Baca juga: NPL Kredit UMKM Melonjak Pasca Restrukturisasi Berakhir, Begini Kata OJK
Awalnya, tambah dia, usul perpanjangan restrukturisasi kredit diajukan oleh perusahaan asuransi yang menjamin kredit perbankan. Di mana perusahaan asuransi kredit tersebut mengeluhkan terjadi kenaikan risiko yang berujung pada kredit perbankan yang berpotensi bermasalah.
“Kami akan melihat dari segi KUR karena ada permintaan dari asuransi untuk meningkatkan jumlah cadangannya,” ungkap Airlangga.
Meski begitu, Airlangga masih belum dapat memutuskan apakah rencana tersebut berlanjut atau tidak.
“Ya kita lihat nanti,” imbuhnya.
Sebelumnya, OJK menilai kinerja perbankan sudah cukup baik. Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menjelaskan bahwa jika melihat data per Mei 2024 atau dua bulan setelah berakhirnya relaksasi tersebut, nilai dari kredit restrukturisasi Covid-19 tercatat sebesar Rp192,52 triliun.
“Angka itu berarti terus menurun dibandingkan pada saat pengakhirannya dan juga dibandingkan pada bulan April, dengan jumlah restrukturisasi yang tertentu dibagi dua sifatnya targeted, yaitu Rp72,7 triliun dan jumlah restrukturisasi secara menyeluruh untuk Covid-19 itu Rp119,8 triliun, sehingga jumlah totalnya sampaikan Rp192,52 triliun,” jelasnya.
Mahendra menambahkan bahwa angka ini jauh lebih kecil dibandingkan puncak pada kondisi kebutuhan restrukturisasi yang terjadi pada Oktober 2020 sebesar Rp820 triliun.
Baca juga: Bos OJK Tanggapi Usulan Jokowi Perpanjang Restrukturisasi Kredit
Selain itu, jumlah debitur juga terus menurun di kisaran 702 ribu debitur, dibandingkan pada awal restrukturisasi sebanyak 6,8 juta debitur, atau hampir 10 kali lipatnya.
Kemudian, perbankan telah membentuk CKPN (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai) yang sangat memadai karena coverage rationya sampai 33,8 persen. Hal ini menunjukkan bahwa perbankan secara umum menerapkan manajemen risiko dan prisnisp kehati-hatian yang baik.
“Industri perbankan secara umum kinerjanya baik, didukung dengan tingkat permodalan yang tinggi dan kami menilainya mampu, bukan saja mempertahankan daya tahan yang baik terhadap potensi risiko ke depan tapi juga yang kami pahami bahwa target-target yang telah ditetapkan baik untuk penyaluran kredit maupun target DPK itu sampai saat ini pihak perbankan finish bisa mencapainya,” ungkapnya. (*)
Editor: Galih Pratama
Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More
Suasana saat penyerahan sertifikat Predikat Platinum Green Building dari Green Building Council Indonesia (GBCI) Jakarta.… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) melaporkan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Oktober 2024 mencapai Rp8.460,6 triliun,… Read More
Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menolak rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi… Read More
Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Jumat, 22 November 2024, ditutup… Read More