Pertarungan empat bank di BUKU 4 sungguh menggetarkan. Duh, BRI kini kedodoran setelah sempat menyalip Bank Mandiri sebagai bank terbesar di negeri ini. Kendati Bank Mandiri masih yang terbesar, BRI masih menjadi bank paling menguntungkan sehingga manajemen baru BNI seperti melakukan copy paste dari BRI. BCA yang tak lagi menjadi raja tabungan terus menggeber inovasinya di teknologi karena pasar ritelnya kian dikepung pesaing, termasuk bank-bank di BUKU 3 yang sudah memosisikan diri sebagai market challenger. Karnoto Mohamad
PASAR perbankan sepanjang 2015 lesu. Para bankir tidak terlalu berharap menutup kalender 2015 dengan untung yang melejit. Sejumlah bank sudah mengumumkan adanya penurunan laba pada kuartal/triwulan ketiga. Kalaupun ada yang meraih pertumbuhan profit, sebagian masuk ke pencadangan. Para bankir mulai kehilangan gairah untuk ekspansif sejak medio 2013 karena likuiditas mengering dan cuaca ekonomi makro memanas. Ditambah lagi dengan adanya ancaman kredit macet begitu memasuki kalender 2015 sehingga bank-bank harus meredamkan nafsunya untuk memacu kredit. Menjaga kualitas kredit lebih menjadi prioritas penting agar asetnya tak terbakar non performing loan (NPL).
Namun, di tengah kondisi ekonomi makro yang sedang melemah, adu kuat bank-bank besar tetap menggetarkan. Justru, krisis adalah kesempatan bagi perusahaan untuk menyalip kompetitor, seperti pembalap formula satu yang hanya mampu menyalip lawannya dalam tikungan bukan di jalan lurus. Salah satu contohnya ditunjukkan Bank Rakyat Indonesia (BRI), yang sempat berhasil menyalip Bank Mandiri dari sisi aset (di luar anak perusahaan) sebagai bank terbesar di negeri ini pada Oktober 2014 dan menggusur Bank Central Asia (BCA) sebagai penguasa pasar tabungan nomor dua setelah Bank Mandiri.
Sayangnya, itu hanya sebentar. Bank Mandiri kembali merebut posisinya sebagai yang terbesar pada medio tahun ini. BCA yang terus menggeber inovasi berbasis teknologi sebagai pemain utama di retail banking juga kembali menyodok BRI di pasar tabungan, Juni lalu. Performa BRI yang sesaat boleh jadi itu merupakan jurus Sofyan Basir yang ingin mengakhiri masa tugasnya di BRI dengan legacy/mewariskan bank terbesar kepada penggantinya. Karena faktanya, aset BRI justru mengempis lagi pada enam bulan pertama 2015. Lipstik agar aset kelihatan membesar biasa dilakukan untuk menjaga performa. Namun, BRI kelihatannya seperti memaksa. Yang dimintai tolong untuk menempatkan dananya tak lain ialah badan usaha milik negara (BUMN) yang notabene banyak kader BRI yang menjadi direktur keuangan di sejumlah perusahaan BUMN.
Kini praktik “make up” agar BRI kelihatan lebih perkasa luntur dan Asmawi Syam yang menggantikan Sofyan Basir sejak Maret lalu harus berjuang keras menahan penurunan aset. Bagaimana kelanjutannya? Sila disimak di Majalah Infobank edisi November 2015 yang sudah terbit. (*)
Jakarta – Ekonom Senior Core Indonesia Hendri Saparini mengatakan masih terdapat gap yang tinggi antara kebutuhan pendanaan… Read More
Suasana saat penantanganan kerja sama Bank Mandiri dengan PT Delta Mitra Sejahtera dengan membangun 1.012… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebut kinerja pasar modal Indonesia masih akan mengalami… Read More
Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menyesuaikan jadwal operasional kantor cabang sepanjang periode… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini (19/12) kembali ditutup merah ke… Read More
Jakarta - Senior Ekonom INDEF Tauhid Ahmad menilai, perlambatan ekonomi dua negara adidaya, yakni Amerika… Read More