Moneter dan Fiskal

ADB Perkirakan Ekonomi Kawasan Asia Tumbuh 4,9 Persen di 2024

Jakarta – Asian Development Bank (ADB) memperkirakan perekonomian di Asia dan Pasifik diperkirakan tumbuh rata-rata 4,9 persen pada 2024 dan akan berlanjut dengan tingkat yang sama di tahun 2025. 

Hal tersebut seiring dengan pertumbuhan kawasan yang masih tetap bagus di tengah kuatnya permintaan domestik, membaiknya ekspor semikonduktor, dan pulihnya pariwisata.

Pertumbuhan yang lebih kuat di Asia Selatan dan Tenggara didorong oleh permintaan domestik dan ekspor mengimbangi perlambatan di Republik Rakyat Tiongkok (RRT) akibat kemerosotan pasar properti dan lemahnya konsumsi.

Baca juga: Lebih Rendah dari Target Pemerintah, Himbara Prediksi Ekonomi RI Tumbuh Segini

India diperkirakan akan tetap menjadi mesin pertumbuhan penting di Asia dan Pasifik, dengan pertumbuhan 7,0 persen tahun ini dan 7,2 persen tahun depan. Pertumbuhan RRT diperkirakan melambat menjadi 4,8 persen tahun ini dan 4,5 ersen tahun depan, dari sebelumnya 5,2 persen tahun lalu.

“Kami berpandangan bahwa pertumbuhan pada mayoritas perekonomian di kawasan Asia yang sedang berkembang akan stabil pada tahun ini dan tahun berikutnya. Keyakinan konsumen masih membaik dan investasi secara keseluruhan masih kuat. Permintaan eksternal pun tampaknya sudah berbalik positif, terutama dalam hal semikonduktor,” kata Ekonom Kepala ADB Albert Park dalam keterangannya dikutip 12 April 2024.

Namun, para pembuat kebijakan harus tetap waspada karena masih ada sejumlah risiko. Berbagai risiko itu termasuk gangguan rantai pasokan, ketidakpastian mengenai kebijakan moneter Amerika Serikat, efek cuaca ekstrem, dan berlanjutnya pelemahan pasar properti di RRT.

Adapun inflasi diperkirakan akan melandai pada 2024 dan 2025, setelah terdongkrak naik oleh peningkatan harga pangan di berbagai perekonomian selama dua tahun terakhir.

Inflasi di kawasan Asia dan Pasifik yang sedang berkembang diperkirakan akan turun ke 3,2 persen tahun ini dan 3,0 persen tahun depan, seiring berkurangnya tekanan harga global dan kebijakan moneter yang masih cukup ketat di banyak perekonomian. Namun, di luar RRT, inflasi di kawasan ini masih lebih tinggi daripada sebelum terjadinya pandemi Covid-19.

Harga beras turut berkontribusi pada tingginya inflasi harga pangan, terutama bagi perekonomian yang bergantung pada impor. Harga beras kemungkinan akan tetap tinggi tahun ini, penyebabnya mencakup kegagalan panen akibat cuaca buruk dan pembatasan India terhadap ekspor beras. Kenaikan biaya pengapalan global akibat serangan terhadap kapal-kapal di Laut Merah dan kekeringan di Terusan Panama, kemungkinan juga dapat menambah inflasi di Asia.

Baca juga: Tangkal Ketidakpastian Ekonomi Global, BI Siapkan 3 Pilar Ini

Albert menyatakan bahwa untuk mengatasi kenaikan harga beras dan melindungi ketahanan pangan, berbagai pemerintah dapat memberikan subsidi yang ditargetkan kepada populasi rentan dan meningkatkan transparansi serta pemantauan pasar guna mencegah manipulasi harga dan penimbunan.

“Dalam jangka menengah dan panjang, kebijakan perlu difokuskan pada penciptaan cadangan beras strategis guna menstabilkan harga, mempromosikan pertanian berkelanjutan dan diversifikasi tanaman pangan, serta berinvestasi pada teknologi dan infrastruktur agrikultur guna meningkatkan produktivitas. Kerja sama regional juga dapat membantu dalam mengelola harga beras dan dampaknya,” paparnya. (*)

Editor: Galih Pratama

Irawati

Recent Posts

Eastspring Investments Gandeng DBS Indonesia Terbitkan Reksa Dana Berbasis ESG

Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More

8 mins ago

Transaksi Kartu ATM Makin Menyusut, Masyarakat Lebih Pilih QRIS

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More

28 mins ago

BTN Raih Sertifikat Predikat Platinum Green Building

Suasana saat penyerahan sertifikat Predikat Platinum Green Building dari Green Building Council Indonesia (GBCI) Jakarta.… Read More

29 mins ago

BI Catat DPK Tumbuh 6 Persen per Oktober 2024, Ditopang Korporasi

Jakarta – Bank Indonesia (BI) melaporkan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Oktober 2024 mencapai Rp8.460,6 triliun,… Read More

57 mins ago

Apindo Tolak Kenaikan PPN 12 Persen: Ancam Daya Beli dan Pertumbuhan Ekonomi

Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menolak rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi… Read More

1 hour ago

Jelang Akhir Pekan, IHSG Ditutup Menghijau ke Level 7.195

Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Jumat, 22 November 2024, ditutup… Read More

1 hour ago