Jakarta – Bank Dunia alias World Bank melaporkan, sebanyak 26 negara termiskin di dunia mengalami rekor utang terburuk sejak 2006. Tercatat, rasio utang negara-negara tersebut PDB (produk domestic bruto) rata-rata mencapai 72 persen yang menjadi angka tertinggi dalam 18 tahun terakhir.
“Perekonomian negara-negara tersebut rata-rata lebih miskin saat ini dibandingkan pada masa sebelum pandemi COVID-19. Bahkan, ketika sebagian besar negara-negara di dunia telah pulih dari COVID-19 dan melanjutkan lintasan pertumbuhannya,” tulis pernyataan Bank Dunia, dikutip Reuters, Senin, 14 Oktober 2024.
Laporan Bank Dunia juga menyoroti upaya mereka mengumpulkan USD100 atau sekitar Rp1.577 triliun untuk menambah dana pembiayaannya bagi masyarakat termiskin di dunia melalui program Asosiasi Pembangunan Internasional (IDA).
Baca juga : Bank Dunia Proyeksikan Ekonomi RI Tumbuh 5,1 Persen di 2025
Adapun sebagian besar negara dalam studi ini berada di Afrika sub-Sahara, mulai dari Ethiopia hingga Chad dan Kongo. Namun daftar tersebut juga mencakup Afghanistan dan Yaman.
“26 negara termiskin yang diteliti, memiliki pendapatan per kapita tahunan kurang dari USD1.145. Negara tersebut semakin bergantung pada hibah IDA dan pinjaman dengan suku bunga mendekati nol karena pembiayaan pasar sebagian besar telah mengering,” kata Bank Dunia.
Tercatat, dua pertiga dari 26 negara termiskin tengah mengalami konflik bersenjata atau kesulitan menjaga ketertiban karena kerapuhan kelembagaan dan sosial.
Imbasnya, kondisi ini menghambat investasi asing, dan hampir semua komoditas ekspor sehingga membuat mereka sering mengalami siklus naik-turun.
“Pada saat sebagian besar dunia menjauh dari negara-negara termiskin, IDA telah menjadi penyelamat mereka,” kata Kepala Ekonom Bank Dunia Indermit Gill dalam sebuah pernyataan.
“Selama lima tahun terakhir, negara ini telah menyalurkan sebagian besar sumber daya keuangannya ke 26 negara berpendapatan rendah, menjaga mereka tetap bertahan melalui kemunduran bersejarah yang mereka derita,” tambahnya.
IDA sendiri biasanya diisi ulang setiap tiga tahun dengan kontribusi dari negara-negara pemegang saham Bank Dunia.
Baca juga : Meski Ekonomi Global Makin Stabil, Bank Dunia Peringatkan Tantangan Ini
Dana tersebut berhasil mengumpulkan dana sebesar USD93 miliar pada 2021. Presiden Bank Dunia Ajay Banga menargetkan jumlah tersebut dapat melebihi jumlah tersebut dengan janji yang dijanjikan sebesar lebih dari USD100 miliar pada tanggal 6 Desember.
Diketahui, bencana alam juga memberikan dampak yang lebih besar terhadap negara-negara ini selama dekade terakhir.
“Antara tahun 2011 dan 2023, bencana alam dikaitkan dengan kerugian tahunan rata-rata sebesar 2 persen dari PDB, atau lima kali lipat rata-rata di negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah. Hal ini menunjukkan perlunya investasi yang jauh lebih tinggi,“ terang Bank Dunia.
Laporan ini juga merekomendasikan agar negara-negara tersebut, yang memiliki sektor informal besar yang beroperasi di luar sistem perpajakan mereka, harus berbuat lebih banyak untuk membantu diri mereka sendiri.
Hal ini termasuk meningkatkan pemungutan pajak dengan menyederhanakan pendaftaran wajib pajak dan administrasi perpajakan serta meningkatkan efisiensi belanja publik. (*)
Editor: Galih Pratama
Jakarta – Badan Gizi Nasional (BGN) menggandeng holding BUMN pangan ID FOOD dalam pelaksanaan program… Read More
Jakarta – STAR Asset Management (STAR AM) mengajak investor memanfaatkan peluang saat ini untuk berinvestasi… Read More
Jakarta - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI mencatatkan kontribusi terhadap penerimaan negara… Read More
Jakarta - PT Astra Digital Arta (AstraPay) merespons kebijakan anyar Bank Indonesia (BI) terkait biaya Merchant Discount… Read More
Jakarta - Aplikasi pembayaran digital dari grup Astra, PT Astra Digital Arta (AstraPay) membidik penambahan total pengguna… Read More
Labuan Bajo – PT Askrindo sebagai anggota holding BUMN Asuransi, Penjaminan dan Investasi Indonesia Financial… Read More