Ilustrasi: Industri asurasni/Erman Subekti
Jakarta – Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) saat ini sedang mengkaji dampak hingga aturan baru dalam proses underwriting, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 83/PUU-XXII/2024 dalam perkara Pengujian Materiil Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang menyatakan pasal 251 KUHD inkonstitusional bersyarat.
Ketua AAUI, Budi Herawan, mengatakan putusan MK tersebut dapat menimbulkan dampak bagi perusahaan asuransi. Namun, ia belum ingin berbicara lebih jauh terkait dengan dampak yang akan ditimbulkan.
“Jadi sekali lagi, kalau dampak pasti ada. Apakah positif negatifnya, ya ini saya belum bisa jelaskan secara konkret. Tapi saya sih berharap bentuknya positif. Proses pembelajaran, pendewasaan daripada industri perasuransian khususnya ke depannya,” ucap Budi dalam paparannya dikutip, 8 Januari 2025.
Lalu, ia juga menegaskan bahwa sosialisasi kepada seluruh pemangku kepentingan atau stakeholder khususnya masyarakat terkait dengan putusan MK itu memerlukan waktu yang cukup.
“Karena pembatalan polis tidak bisa satu pihak. Harus ada kesepakatan, kalau tidak ada kesepakatan baru ke pengadilan,” imbuhnya.
Baca juga: 14 Dana Pensiun dan 8 Asuransi-Reasuransi Masuk Pengawasan Khusus OJK
Baca juga: Aset Industri Asuransi Capai Rp1.126,93 Triliun di November 2024, Naik 2,20 Persen
Dampak dari putusan MK tentunya juga akan mengubah paradigma yang biasa terjadi di industri asuransi, khususnya untuk perusahaan yang melakukan penolakan klaim dengan menggunakan dalil Pasal 251 KUHD.
Sementara Wakil Ketua Bidang Kerjasama Antar Lembaga & Anggota, dan Hubungan Internasional AAUI, Muhammad Iqbal menambahkan ke depannya internal daripada industri asuransi akan semakin memperketat proses underwriting yang saat ini menjadi upaya untuk mencegah fraud.
“Karena gak bisa lagi kami pakai Pasal 251 KUHD, dengan begitu proses underwriting kami menjadi lebih ketat dalam artian know your customer (KYC) kami pasti lebih detail setelah ini,” ujar Iqbal dalam kesempatan yang sama.
AAUI juga menyampaikan bahwa, hal itu dapat diantisipasi melalui perubahan wording polis yang selama ini masih menggunakan pendekatan Pasal 251 KUHD.
“Jika memang nanti tidak di-declare dari sisi tertanggung apa yang menjadi informasinya dan kami juga dari sisi penanggung tidak mendapat itu di KYC awal, ya tentu akan kami munculkan klausul-klausul seperti itu. Jadi kita lebih fair kira-kira begitu,” tambahnya. (*)
Baca juga: Begini Langkah AAUI Setelah Putusan MK Soal Larangan Pembatalan Klaim Sepihak
Baca juga: MK Putuskan Perusahaan Asuransi Tak Bisa Batalkan Klaim Sepihak
Editor: Galih Pratama
Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More
Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More
Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More
Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More
Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More
Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More