Moneter dan Fiskal

4 Bulan Kontraksi, PMI Manufaktur RI Terperangkap di Zona Merah

Jakarta – Purchasing Managers Indeks (PMI) Manufaktur Indonesia pada Oktober 2024 masih berada di level kontraksi 49,2 sama seperti bulan sebelumnya.

PMI Manufaktur Indonesia telah menunjukkan kontraksi sejak Juli 2024, dimulai dari level 49,3, dan menurun lebih jauh ke 48,9 pada Agustus. Dengan demikian, sektor manufaktur nasional telah mengalami kontraksi selama empat bulan berturut-turut. Sebelumnya, pada Juni, PMI masih berada di level ekpansif di atas 50, yakni 50,7.

Laporan S&P Global menunjukkan bahwa sektor manufaktur Indonesia mengalami penurunan marginal dalam operasional selama Oktober 2024.

Baca juga: PMI Manufaktur Anjlok Lagi, Begini Respons Menperin Agus Gumiwang

Economics Director S&P Global Market Intelligence, Paul Smith, menyatakan bahwa sektor manufaktur Indonesia terus mengalami penurunan pada sisi produksi, permintaan baru, dan ketenagakerjaan sejak September.

Penurunan ini disebabkan oleh rendahnya aktivitas pasar, yang dalam beberapa kasus dipengaruhi oleh ketidakpastian geopolitik, membuat klien bersikap waspada dan menahan aktivitas.

“Menggambarkan kondisi pasar lambat, inflasi biaya perlahan menghilang dan tepat di bawah tren historis,” ujar Paul dalam laporannya, Jumat, 1 November 2024.

Baca juga: PMI Manufaktur RI Melemah di Juni 2024, Begini Penjelasan BKF

Dijelaskan dalam laporan tersebut, ketidakpastian geopolitik menyebabkan penurunan permintaan ekspor baru selama delapan bulan berturut-turut, baik di pasar domestik maupun internasional.

Kondisi bisnis yang lesu juga membuat perusahaan mengurangi jumlah staf rata-rata dilakukan tiga kali dalam empat bulan terakhir.

Sementara itu, aktivitas pembelian terus menurun, memperpanjang periode penurunan pada indeks manufaktur Indonesia menjadi empat bulan. Penurunan ini terkait dengan lemahnya tren permintaan baru dan produksi.

Inflasi biaya juga mengalami penurunan pada bulan Oktober, mencapai posisi terendah sejak Agustus 2023. Ketika harga meningkat, hal ini dikaitkan dengan tantangan panen yang menyebabkan kenaikan harga beberapa bahan pangan.

Baca juga: Top! Indonesia Masuk 10 Besar Negara Manufaktur Dunia

Secara keseluruhan, tingkat inflasi masih cukup tinggi, yang mendorong perusahaan menaikkan harga, meski hanya dalam skala kecil dan dengan laju di bawah rata-rata.

Kepercayaan diri terhadap prospek masa depan masih positif, dengan harapan bahwa kondisi pasar akan stabil dan ketidakpastian geopolitik berkurang dalam beberapa bulan-bulan mendatang.

Namun, kepercayaan diri turun sejak September, mencapai level terendah dalam empat bulan terakhir dan berada di bawah rata-rata historis. (*)

Editor: Yulian Saputra

Irawati

Recent Posts

Mau ke Karawang Naik Kereta Cepat Whoosh, Cek Tarif dan Cara Pesannya di Sini!

Jakarta - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) resmi membuka penjualan tiket kereta cepat Whoosh… Read More

5 hours ago

Komitmen Kuat BSI Dorong Pariwisata Berkelanjutan dan Ekonomi Sirkular

Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus berkomitmen mendukung pengembangan sektor pariwisata berkelanjutan… Read More

7 hours ago

Melalui Program Diskon Ini, Pengusaha Ritel Incar Transaksi Rp14,5 Triliun

Tangerang - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) meluncurkan program… Read More

7 hours ago

IHSG Sepekan Anjlok 4,65 Persen, Kapitalisasi Pasar Ikut Tertekan

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa data perdagangan saham selama periode 16-20… Read More

9 hours ago

Aliran Modal Asing Rp8,81 Triliun Kabur dari RI Selama Sepekan

Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat di minggu ketiga Desember 2024, aliran modal asing keluar… Read More

14 hours ago

Bos BRI Life Ungkap Strategi Capai Target Bisnis 2025

Jakarta - PT Asuransi BRI Life meyakini bisnis asuransi jiwa akan tetap tumbuh positif pada… Read More

16 hours ago