Silicon Valley Bank.
Jakarta – Sejumlah bank-bank besar di dunia mulai dari Amerika Serikat (AS) hingga Eropa tengah mengalami krisis. Keguguran bank-bank tersebut disebabkan karena ketidakpastian ekonomi imbas dari pandemi Covid-19 dan geopolitik Rusia-Ukraina yang telah mengubah model bisnis perbankan.
Praktisi Perbankan BUMN dan Peneliti Lembaga ESED Chandra Bagus Sulistyo menjelaskan berbagai penyebab dari kolapsnya bank-bank besar di dunia, seperti Silicon Valley Bank (SVB), Signature Bank, Silvergate Bank, Credit Suisse, dan First Republic Bank.
Menurutnya, hal tersebut ditenggarai beberapa hal, pertama antisipasi model bisnis, di mana pasca pandemi model bisnis terus berubah. Kemudian, beberapa perusahaan termasuk perbankan tidak mengantisipsi dari perubahan model bisnis di pasar.
“Ketika Covid-19 telah pergi, model bisnisnya tentu saja berubah. Ada beberapa perusahaan kemudian tidak mengantisipasinya dengan baik sehingga bisnisnya tidak tumbuh termasuk di dalamnya perbankan yang terkena dampaknya,” ujar Chandra kepada Infobanknews, dikutip, Selasa, 28 Maret 2023.
Kedua, dampak dari Covid-19 masih berpengaruh hingga tahun 2023. Sehingga, muncul adanya ancaman resesi ekonomi global di tahun 2023 karena dampaknya masih dirasakan.
“Covid-19 kemarin dampaknya bisa kita rasakan di tahun 2021, 2022 dan bahkan mereka sebagai perusahaan besar imbasnya di tahun 2023, ini makanya muncul istilah ancaman resesi ekonomi global,” jelasnya.
Ketiga, kondisi dunia usaha belum sepenuhnya kondusif akibat geopolitik Rusia-Ukraina. Akibatnya, kondisi usaha masih belum bisa berjalan seperti yang diharapkan pada umumnya. Ini menjadi tantangan bagi pelaku usaha untuk lebih kreatif dan inovatif untuk bertahan.
“Hal ini yang menjadi PR bagi pelaku usaha untuk lebih kreatif dan inovatif, sehingga bisa bertahan di tengah kondisi geopolitik yang kurang stabil serta mencari pasar baru dan lain sebagainya,” kata Chandra.
Di sisi lain, studi dari The Wall Street Journal melaporkan bahwa ada 186 bank berisiko bangkrut seperti yang dialami oleh SVB. Terbaru, JPMorgan juga sedang menghadapi gugatan. Bank dituduh melakukan pembobolan untuk membuka safe deposit box nasabah dan menjual permata serta properti pribadi lainnya senilai US$10 juta yang ada di dalamnya.
Menurut Chandra, hal tersebut juga akan berpengaruh terhadap industri perbankan. Namun, perbankan saat ini sedang mengantisipasinya dengan melakuakan stress test untuk melihat kondisi global.
“Tentu saja dari risiko hukum nanti akan muncul risiko reputasi dan sebagainya tentu saja berpengaruh dan kita akan lihat, karena bagaimanapun perbankan saat ini sedang mengantisipasi stress test tujuannya untuk melihat kondisi global yang ada apakah berpengaruh atau tidak,” pungkasnya. (*)
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan Jumat, 25 April 2025 kembali… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pekan 21-25 April 2025 mengalami penguatan sebesar… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan bahwa data perdagangan saham pada pekan ini,… Read More
Jakarta - PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (Tugu Insurance) melalui #BaktiTugu berkolaborasi dengan Ecotouch untuk… Read More
Jakarta - PT Bank Digital BCA (BCA Digital) atau blu by BCA menggandeng PT Asuransi Jiwa… Read More
Jakarta – Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) mendorong percepatan hilirisasi sektor perikanan lewat investasi dan… Read More