Ilustrasi - Perencanaan keuangan. )Foto: Istimewa)
Poin Penting
Jakarta – Tahun baru kerap diiringi dengan daftar resolusi yang ambisius, namun tidak sedikit yang berakhir sekadar wacana. Di tengah tekanan inflasi, ketidakpastian ekonomi global, dan meningkatnya kebutuhan hidup, resolusi finansial tak lagi cukup hanya berupa niat menabung atau mengurangi belanja. Diperlukan strategi yang terukur dan disiplin agar kondisi keuangan benar-benar lebih sehat pada 2026.
Faculty Head Sequis Quality Empowerment Sequis Life, Yan Ardhianto Handoyo menegaskan bahwa perencanaan keuangan seharusnya menjadi bagian utama dalam resolusi Tahun Baru.
Menurutnya, banyak orang baru menyadari pentingnya perencanaan ketika masalah sudah muncul.
“Membuat perencanaan keuangan akan membantu Anda menyiapkan dana untuk memenuhi kebutuhan saat ini dan menentukan tujuan masa depan beserta strategi pendanaannya,” ujar Yan dalam keterangan tertulis, Senin, 15 Desember 2025.
Baca juga: Menyelisik Tren Bitcoin Tahun Baru Imlek 2025: Bagaimana Sentimen Pasar Kripto?
Ia menilai, kesalahan paling umum dalam mengelola keuangan adalah tidak memahami posisi finansial secara utuh. Padahal, langkah awal menuju finansial sehat justru dimulai dari evaluasi sederhana, yakni mencatat seluruh pemasukan dan pengeluaran secara jujur, termasuk pengeluaran kecil yang sering dianggap sepele.
“Kebiasaan kecil seperti membeli kopi setiap hari terlihat tidak signifikan, tapi jika dilakukan terus-menerus bisa menjadi beban keuangan yang besar,” kata Yan.
Evaluasi juga mencakup identifikasi aset dan liabilitas agar seseorang mengetahui apakah kondisi keuangannya sedang bertumbuh atau justru tergerus.
Dari titik ini, keputusan strategis bisa diambil, termasuk menilai apakah investasi yang dimiliki masih relevan dengan tujuan finansial ke depan.
Setelah memahami kondisi keuangan, tantangan berikutnya adalah menetapkan tujuan yang jelas dan terukur. Yan menekankan bahwa tujuan finansial yang spesifik akan jauh lebih mudah diwujudkan dibandingkan target yang abstrak.
“Tujuan yang jelas akan membantu mengukur kemampuan finansial sekaligus mempermudah penentuan instrumen keuangan yang tepat,” tuturnya.
Baca juga: 5 Langkah Financial Wellness untuk Sambut 2026 yang Lebih Terencana
Namun, tujuan saja tidak cukup tanpa pengelolaan anggaran yang konsisten. Di sinilah disiplin memainkan peran penting. Yan mengingatkan agar masyarakat tidak terjebak pada pola konsumtif yang berlebihan, apalagi didorong kemudahan kredit.
“Utang sebaiknya hanya untuk kebutuhan produktif dan total cicilan idealnya tidak melebihi 30 persen dari penghasilan,” tegasnya.
Lebih jauh, Yan menilai bahwa mengandalkan pendapatan aktif semata semakin berisiko di tengah perubahan ekonomi yang cepat.
Pengembangan aset melalui investasi menjadi kebutuhan, bukan lagi pilihan. Namun, investasi harus disesuaikan dengan tujuan dan profil risiko masing-masing individu.
“Untuk tujuan jangka pendek dengan profil konservatif, instrumen yang stabil lebih tepat. Sementara untuk tujuan jangka panjang, instrumen dengan potensi pertumbuhan lebih tinggi bisa dipertimbangkan,” jelasnya.
Di atas semua strategi tersebut, proteksi menjadi fondasi yang kerap diabaikan. Padahal, risiko hidup tidak bisa diprediksi dan berpotensi menggagalkan seluruh rencana keuangan dalam waktu singkat.
“Asuransi berfungsi menjaga stabilitas finansial ketika risiko datang. Tanpa proteksi, aset dan tabungan yang sudah dibangun bisa habis dalam waktu singkat,” ucap Yan.
Ia menyarankan agar setidaknya 10 persen dari penghasilan dialokasikan untuk proteksi, khususnya bagi mereka yang memasuki fase kehidupan baru seperti menikah atau membeli rumah.
Dalam konteks inilah, produk asuransi dwiguna dinilai relevan sebagai bagian dari strategi keuangan jangka panjang.
Sequis Life, misalnya, menghadirkan Sequis Future Saver Insurance yang memadukan perlindungan jiwa dan manfaat hidup. Produk ini memberikan manfaat meninggal dunia hingga 500 persen dari premi tahunan, sekaligus manfaat hidup berkala dan manfaat akhir kontrak yang dapat mendukung pencapaian tujuan finansial.
Baca juga: Strategi BSI Perkuat Penetrasi Layanan Keuangan Syariah di Indonesia
Dengan masa pembayaran premi yang relatif singkat, produk tersebut memberi ruang bagi nasabah untuk tetap membangun dana darurat, asuransi kesehatan, hingga investasi lainnya.
Menutup penjelasannya, Yan mengingatkan bahwa rencana keuangan bukan dokumen statis. Evaluasi rutin mutlak dilakukan agar strategi tetap relevan dengan perubahan kondisi ekonomi dan kehidupan.
“Rencana keuangan harus adaptif. Evaluasi bisa dilakukan setiap enam bulan atau minimal setahun sekali, terutama jika terjadi perubahan signifikan dalam hidup,” pungkasnya. (*) Alfi Salima Puteri
Poin Penting Rekonstruksi pasca-bencana di Sumatra diproyeksi mencapai Rp50 triliun–70 triliun dan berpotensi meningkat karena… Read More
Poin Penting Reliance Sekuritas menyatakan akan mengikuti arahan BEI terkait rencana demutualisasi yang saat ini… Read More
Poin Penting RELI targetkan dua penerbitan efek di 2026, masing-masing satu IPO saham dan satu… Read More
Poin Penting AAUI mencatat estimasi sementara klaim asuransi akibat bencana di Sumatra mencapai Rp567 miliar… Read More
Poin Penting BCA proyeksikan kredit 2026 tumbuh 9–10 persen, sejalan dengan target Bank Indonesia di… Read More
Poin Penting Pembayaran non-tunai semakin diminati di Taiwan, terutama di Taipei, meski uang tunai masih… Read More